08/12/15 - CUPITEBET

JADIKAN RASULULLAH SAW SEBAGAI IDOLA

ads

Hot

Post Top Ad

Rabu, 12 Agustus 2015

Apakah Habib Harus Diistimewakan ?

23.24.00
Muslimedianews.com ~ Masalah mahabbah ahlil bait, Nabi yang memerintahkan, Nabi tidak minta apapun, kecuali "bagaimana engkau bisa menyambung tali kasih". Nabi tidak mengatakan "beri uang atau lainnya", tetapi mawaddah terlebih dahulu. Kalau ada mawaddah, ada cinta, akan beres semuanya.

Disaat Habib salah, bagaimana menyikapinya. Jadi mawaddah didahulukan. Dalam hadits dikatakan waktu Nabi memegang Sayyidina Husein dan mencium bibir Sayyidina Husein, mengatakan "Ya Allah, aku mencintai Husein dan cintailah Husein, cintailah yang mencintai Husein dan dzuriyyah (keturunan)nya".Jadi ada mahabbah (cinta). Memang, ada habib yang nakal, itu dia manusia memang, cuma cinta tidak boleh berubah, sampai ada rasa dengki. Kita pernah tanya kepada Habib Abdullah bin Muhammad Baharu tentang bagaimana menyikapi jika ada Habaib yang tidak benar / nakal. Habib mengatakan "Pandang dia seperti melihat anakmu...". yaitu dibenahi. Kita akan berjuang untuk menyelamatkan, kita tolong kalau cinta. Kalau salah tetap kita katakan salah, tetapi dengan cara yang baik agar Habib yang nakal tersebut kembali ke jalan yang Allah ridloi dengan cinta. Terhadap umat Nabi Muhammad saja kita harus membawa mereka dengan cinta, lalau bagaimana dengan Habaib, tentu lebih dengan kasih dan cinta. Jangan menggunjing Habaib sampai terjadi kebencian terhadap Habaib. ***
Penjelasan Buya Yahya lebih lengkapnya, simak video berikut :






oleh : Ibnu L' Rabassa
blog comments powered by Disqus SocialTwist Tell-a-Friend
Read More

Bolehkah Penggunaan Rebana Sebagai Media Dakwah?

23.01.00
"Bolehkah Penggunaan Rebana Sebagai Media Dakwah?"
Study dan Analisa akar sejarah dan Hukum Penggunanaan Rebana di dalam Islam.
Oleh: Moh. Nasirul Haq

Akhir-akhir ini semakin ramai dan digandrungi masyarakat yang tersebar
di berbagai daerah tentang adanya Majelis Maulid dan Shalawat, dimulai
dari Habib Syeh As-Segaf yang terkenal dengan Syekhermania, Majelis
Rasulullah, Ahbabul Musthofa, Riyadlul Jannah, Ar-Ridhwan, Syubbanul
Muslimin dan banyak lagi yang lainnya.

Dalam metode dakwahnya sangat simpel sekali dengan mengajak masyarakat
melantunkan lantunan Shalawat diiringi rebana dengan variasi tabuhan
yang menarik. Di sini saya akan menjelaskan mengenai hukum menabuh
rebana. Telah banyak Dalil yang menjelaskan kebolehan menabuh Rebana
atau Hadroh pada acara pernikahan,  khitan, penyambutan, Majelis dll.
Karena sebenarnya Rebana itu sendiri sudah ada semenjak zaman Nabi
Muhammad s.a.w.

Dikisahkan pernah suatu ketika Rasulullah didatangi seorang wanita
bernama Shobihah 'Arsy dan ia menabuh Rebana di samping Rasulullah
s.a.w. lantas Rasulullah s.a.w membiarkannya. Kisah lainnya tentang
penyambutan kepada Rasulullah oleh para wanita Bani Najjar saat datang
ke Madinah dan mereka menabuh rebana sembari menyanyikan dengan suara
keras syair :
نحن جوار من بني نجار * يا حبذا محمد من جار
"Kami adalah wanita dari Bani Najjar, Oh beruntungnya Muhammad sebagai
tetangga".
Nabi s.a.w lantas menjawab : "Allah Maha mengetahui bahwa aku mencintai kalian".
Hal ini tidak lain merupakan bentuk Ekspresi kebahagiaan dengan bisa
melihat Rasulullah s.a.w.

Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah di dalam kitab Goitsu As-Sahabah
hal. 68 mengatakan:
"Dari Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah
dari Qais Bin Sa'ad Bin Ubadah bahwa Nabi s.a.w menabuh rebana dan
bernyanyi pada Idul Fitri ini diterangkan dalam Kitab Bahjatul
Mahafil, hal ini tak lain karena menunjukkan rasa kegembiraan".

Sementara pada hal. 69 disebutkan: "Bahwa para Sahabat dari kaum
wanita bernadzar jika Nabi kembali dalam kondisi selamat akan menabuh
rebana di hadapan Rasulullah sebagai bentuk kegembiraan. Kemudian
Rasulullah pun menyuruh agar mereka melaksanakan nadzarnya". Andai
saja rebana itu Makruh (apalagi Haram) maka Nabi tidak akan
menyuruhnya walaupun ia bernadzar. (Al-Mufasshal hal. 71, juz 4)

Dalam Hadits lain dijelaskan:
اعلنوا النكاح واضربوا بالدف
"Syarkanlah pernikahan dan tabuhlah dengan rebana".
Tentu Ulama telah sepakat akan kebolehan menabuh rebana, sebagaimana
DR. Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan dalam Fiqh Al-Islami juz 3 hal. 574:
"Diperbolehkan menyenandungkan lagu yang mubah dan memukul rebana pada
pernikahan berdasarkan Hadits Nabi "Syiarkan pernikahan dan mainkanlah
rebana".

Rebana yang ada di Indonesia sudah sangat sesuai dengan ketentuan
Syariat apa lagi jika rebana tersebut digunakan sebagai Media Dakwah
dan Pemersatu Ummat melalui Shalawat.

Lantas Apakah kebolehan ini hanya khusus dalam acara pernikahan dan
penyambutan saja??

Suatu ketika Abu Yusuf pernah ditanya tentang rebana apakah
dimakruhkan pada selain pernikahan beliau menjawab: "Tidak
dimakruhkan". (Fatawa Al-Hindiyah hal. 352).

Selanjutnya dalam kitab Zawajir karya Imam Al-Ghazali juz 2 hal. 291:
"Bahwa rebana diperbolehkan pada pernikahan, menyambut Ied (hari
raya),  menyambut kedatangan,  dan setiap kejadian/keadaan yang
menggembirakan".

Ibnu Hajar berpendapat dalam Kitabnya Kaffu Ar-Ru'af hal. 290-291:
"Pendapat yang dijadikan pegangan pada Madzhab kita menyatakan halal
(penggunaan rebbana) dalam pernikahan dan khitan, akan tetapi afdhol
(lebih utama) meninggalkannya pada selain keduanya, sedangkan menurut
pendapat yang Ashoh (lebih shahih) dalam Minhaj dihukumi mubah dan
jelas-jelas kesunahannya pada setiap perayaan".

Sementara jika ada yang mempertanyakan dengan mengatakan bahwa rebana
hanya dilakukan oleh wanita maka Imam As-Subki menjawab bahwa pendapat
yang menyatakan rebana hanya khusus bagi wanita adalah pendapat yang
lemah.

Hal ini (kebolehan bermain rebana bagi laki-laki) juga dikuatkan
pernyataan dari Kitab Idloh Adh-Dhalalah hal. 44-45:
"Menabuh rebana hukumnya itu mubah (boleh) secara mutlak (tanpa syarat
dan ketentuan) walaupun dengan alat Jalajil (rebana khas arab) dan itu
sudah jelas kehalalannya dari keharamannya dan tidak ada bedanya
antara yang menabuh itu laki-laki maupun perempuan".

Pendapat ini sangat bagus sekali menjawab bagi yang mengatakan
kebolehan bermain rebana hanya untuk wanita semata, sebab kita lihat
dari segi bentuk jamak kata "اضربوا" kalau memang khusus wanita
semestinya memakai "اضربن". Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Imam
Al-Ghazali pada kitab iIhya Ulumuddin.

Berlanjut pada komentar Uူama dalam kitab Idloh Adh-Dhalalah hal. 55
mengatakan hal yang sama bahwa rebana ini hukumnya mubah. Bahkan suatu
ketika Syeikh Karim Rojih bertanya pada Syeikh Mulla Romadlon Al-Buthi
perihal mengapa kita tidak mengharamkan rebana? lantas beliau
menjawab:
"Bagaimana bisa kita mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah s.w.t."

Habib Ali Al-Habsyi berkata:
ماشي كما مجمع المولد يجل الكروب * ذا وقت توبتك يا عاص إذا باتتوب
"Tiada perkumpulan seperti Majelis Maulid yang bisa menghilangkan
kesusahan,  maka ini saatnya jika kalian ingin bertaubat duhai para
pendosa".

Sedangkan apa yang kita lihat dari fenomena yang ada di Indonesia, di
mana rebana menjadi sarana Dakwah yang sedang menjadi Trending Topic.
Jadi pada keseimpulannya cara dakwah ini seperti cara dakwah Wali
Songo di saat Gamelan menjadi alat musik yang digandrungi oleh
masyarakat pada masa itu, maka beliau memanfaatkannya sebagai sarana
dakwah.


*Moh. Nasirul Haq adalah Mahasiswa Fakultas Syariah di Imam Shafie
College, Hadhramaut - Yaman.

blog comments powered by Disqus SocialTwist Tell-a-Friend
Read More

Post Top Ad