09/04/15 - CUPITEBET

JADIKAN RASULULLAH SAW SEBAGAI IDOLA

ads

Hot

Post Top Ad

Jumat, 04 September 2015

QOHWAH (KOPI) MINUMAN PARA SUFI

19.59.00

"QOHWAH (KOPI) MINUMAN PARA SUFI"
Oleh ; Moh Nasirul Haq
MAHASISWA IMAM SHAFIE COLLEGE MUKALLA YAMAN

Kopi merupakan minuman yang sangat nikmat disajikan disegala kondisi.
kopi juga memiliki cita rasa yang khas yang sangat melekat dilidah
penikmatnya. kopi juga terbukti mengandung unsur kimia yang bisa
menolak rasa kantuk dan ini sangat berfaedah sekali bagi orang yang
ingin bergadang atau memiliki aktifitas malam hari.

Namun Taukah Anda bahwa Kopi adalah minuman para SUFI?? Dan Taukah
anda bahwa para Ulama yang berkomentar tentang Kopi. Diantara ulama
yang saya temukan komentarnya dalam kajian saya seperti yang di Kutip
Oleh Al Allamah Abdul Qodir Bin Muhammad Al Jaziry Dalam kitabnya "
'Umdatu As shofwah Fi Hukmil Qohwah" ;
"Bayak ulama yang berfatwa mengenai Hukum Kebolehan meminum Kopi
seperti Syidi Syeh Zakariya Al anshori , Syidi Syeh Abdurrohman Bin
Ziyad , Syidi Syeh Zarruq Al Maliki Al Maghribi,  Syidi Syeh Abu Bakr
Bin Salim Attarimi, Syidi Syeh Abdulloh Al Haddad."

Nama Nama yang telah disebut diatas merupakan tokoh tokoh besar sufi.
tidak hanya berfatwa bahkan banyak juga Ulama yang telah mengarang
Kitab yang isinya membahas Khusus mengenai Hukum Kopi dan faidah
Meminum kopi Diantaranya Sayyid Al Allamah abdurrohman Bin Muhammad Al
aidrus dalam risalah Inusi As Shofwah Bianfusi Al Qohwah, juga Al Imam
Al Faqih Syeh Bamakhromah mengarang syair tentang kopi yang Syairnya
di komentari oleh banyak ulama, lalu dari indonesia juga ada Al
Allamah Syeh ikhsan jampes kediri dalam kitabnya Irsyadul ikhwan fi
Syurbil Qohwah Wa Addukhon, juga Syeh abdul Qodir Bin Syeh dalam kitab
Shofwatu As Shofwah Fi Bayan hukmil Qohwah. juga dijelaskan dalam
kitab Tarikh Ibnu Toyyib mengenai keutamaan Kopi. dan banyak lagi
ulama yang menjelaskan tentang kopi.

Pasti kita penasaran kenapa para Ulama Bahkan Para Sufi
mengistimewakan Kopi??. coba kita lihat komentar Al Imam Ibnu Hajar Al
haitami ;

ثم اعلم ايها القلب المكروب أن هذه القهوه قد جعلها اهل الصفاء مجلبة
للأسرار مذهبة للأكدار وقد اختلف في حلها اولا وحاصل ما رجحه ابن حجر في
شرح العباب بعد ان ذكر أنها حدثت في اول قرن العاشر . ان للوسائل حكم
المقاصد ،فمهما طبخت للخير كانت منه وبالعكس فافهم الأصل

"Lalu ketahuilah duhai hati yang gelisah bahwa kopi ini telah
dijadikan oleh Ahli shofwah (orang orang yg bersih hatinya) sebagai
pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia tuhan, penghapus
kesusahan. sementara para ulama berbeda pendapat akan kehalalannya al
hasil yang di unggulkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Syarhul Ubab
setelah penjelasan bahwa asal usul kopi di awal Abad Sepuluh hijriyah
memandang dari Qoidah 'bagi perantara menjadi hukum tujuannya' selama
Kopi ini dimasak untuk Kebaikan maka mendapat kebaikannya begitu juga
sebaliknya maka fahami asalnya."

Begitu juga hasil penelitian saya juga selama di Yaman Khususnya yang
saya lihat sendiri di daerah Mukalla, Tarim, Sihr dan Seiyun ketika
saya menghadiri Majlis-Majlis Ilmu, ba'da tarawih ataupun Majlis
Sholawat dan Hadroh saya mendapati semuanya menghidangkan Kopi sambil
membaca Qosidah. memang jelas sekali bahwa Ulama Sufi ketika menikmati
kopi tiada lain adalah agar supaya bisa menolak rasa ngantuk jika akan
beribadah dan menjadikan tubuh bersemangat untuk berdzikir kepada
Alloh S.W.T.
Dalam Diwan syeh Bamakhromah beliau berkata ;
"Dalam gelas kerinduan itu membuat orang yang meminumnya berada dalam
tingkatan para perindu dan memakaikannya pakaian ahli pecinta dalam
kedekatan kepada alloh bahkan jika seandainya diminum oleh seorang
Yahudi maka niscaya hatinya akan mendapatkan tarikan hidayah dan
inayah Tuhan."
Dan Al Habib Abdurrohman Shofi Assegaf mengatakan ; "Ini semua
menunjukkan bahwa kopi yang di siapkan oleh para Sufi ini Esensinya
untuk menarik Hati kepada Allah S.W, T maka pahamilah isyarah dan
bedakan antara setiap argumentasi"

Imam Ahmad Assubki juga berkata ;
قال احمد بن علي السبكى  ; واما منافعها يعني القهوه تقريبا ... فالنشاط
للعبادة  والأشغال المهمة وهضم الطعام وتحليل الرياح والقولنج والبلغم
كثيرا
"kopi manfaatnya yaitu kira kira untuk membuat semangat ibadah dan
pekerjaan penting juga menghancurkan makanan, agar tidak masuk angin
dan menghilangkan dahak yang banyak."

Adapun Yang Mengkritik Haram mengenai penamaan Qohwah dalam bahasa
arab(kopi) dianggap mirip dengan nama Khomer maka Ulama memberikan
jawaban dalam kitab inasus Shofwah sebagai berikut ;
"Penamaan Qohwah bagi sebagian orang dianggap menyerupai nama Khomer,
tentu tuduhan ini tidak mendasar karena tidak harus kesamaan nama juga
menunjukkan sama maknanya,  bahkan para Sholihin dan Shadat
membuktikan bahwa kopi digunakan untuk beribadah kepada Alloh S.W.T."

Dalam Tarikh Ibnu Toyyib dikatakan
يا قهوة تذهب هم الفتى # انت لحاوى العلم نعم المراد
شراب اهل الله فيه  الشفا # لطالب الحكمة بين العباد
حرمها الله على جاهل # يقول بحرمتها بالعناد
"kopi adalah penghilang kesusahan pemuda, kau bagi para pencari ilmu
merupakan paling enaknya keinginan. kopi adalah minuman orang yg dekat
pada Alloh didalamnya ada kesembuhan bagi pencari hikmah diantara
manusia. Kopi diharamkan bagi orang bodoh dan mengatakan keharamannya
dengan keras kepala." (Umdatus Shofwah Hal, 174)

Kesimpulannya Kopi merupakan minuman Para Sufi yang digunakan untuk
Taqorrub kepada Alloh S.W.T yang mana memiliki banyak faidah baik
secara Rohani ataupun Medis.

TARIM 20 duzl qo'dah 1436 H/4 september 2015


blog comments powered by Disqus SocialTwist Tell-a-Friend
Read More

Klarifikasi Permintaan Maaf Teuku Wisnu di Berita Islam Masa Kini ( BERIMAN ) TRANS TV

04.21.00
di sela kesibukan update status(hehehehe), saya melihat sebuah setatus dari timeline teman saya yang kemarin kemarin sempat mengklarifikasi pernyataan Teuku Wisnu di acara BERIMAN Trans TV

inilah tulisan teman saya :)


Secara PRIBADI saya MEMINTA MAAF kepada saudara TEUKU WISNU ( Abu Adam Teuku Wisnu ) atas ketidaknyamanan postingan saya sebelumnya.
Setelah anda meminta maaf di akun twitter resminya, juga kami sampaikan TERIMA KASIH karena anda sudah Meminta Maaf secara terbuka pada acara BERIMAN TRANS TV episode Kamis, 3 September 2015.
Mohon sampaikan permintaan maaf saya kepada istri anda mbak SHIREEN SUNGKAR yang telah "misuh-misuh" di akun twitter pribadinya.
Melalui postingan ini saya MENGKLARIFIKASI bahwa saudara Teuku Wisnu itu BUKAN USTADZ. Dalam postingan sebelumnya saya menyebutkan bahwa beliau adalah 'Ustadz' karena memang setelah kemunculan beliau di acara Beriman Trans TV dengan gaya barunya banyak yang memanggil dia Ustadz. Teuku Wisnu hanya PEMBAWA ACARA ( host ) dalam acara tersebut.
Sekali lagi saya sampaikan bahwa saya TIDAK PERNAH berkomentar kasar, saya tuliskan apa yang ada dalam pikiran saya dengan sepenuh jiwa semata untuk MELURUSKAN pemahaman JUTAAN ORANG yang menonton tayangan kontroversial tersebut.
Hanya saja banyak dari 'netizen' yang sudah terbawa emosi karena mungkin mereka TIDAK MENYANGKA seorang artis terkenal bisa dengan mudah terpengaruh ajaran Islam yang selalu meributkan perbedaan.
Saya memahami raut wajah dan mimik anggota tubuh saat saudara TEUKU WISNU meminta maaf di awal acara dan di akhir acara sore tadi.
Semoga benar-benar permintaan MAAF YANG TULUS dari lubuk hati yang paling dalam.
Seandainya tidak ada statement yang menimbulkan perdebatan pun sebenarnya kami tidak ada masalah.
Dan apabila suatu saat nanti siapapun itu baik itu artis, ustadz, bupati, gubernur atau presiden sekalipun yang melemparkan sesuatu yang berbau 'khilafiyah / perbedaan' dengan hanya satu sudut pandang saja, maka kami para admin website Ahlussunnah Wal Jama'ah seluruh Indonesia AKAN MELURUSKAN masalah tersebut dengan berbagai rujukan dalil Al-Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas yang diambil dari kitab-kitab salaf para Ulama.
Semakin lama kami diam terhadap pemahaman-pemahaman agama yang selalu menyudutkan amaliyah sebagian umat Islam di Indonesia, semakin banyak sahabat-sahabat kami yang tidak tahu apa-apa akan mudah terpengaruh olehnya.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan manfaat dari peristiwa ini. Sekali lagi secara pribadi saya MEMINTA MAAF yang sebanyak-banyaknya.
Hormat Saya
Ttd
Imron Rosyadi
Tegal, 3 September 2015
Sumber Klarifikasi Permintaan Maaf dalam acara Berita Islam Masa Kini ( BERIMAN ) TRANS TV, Kamis, 3 September 2015, pukul 17.00 WIB
Silahkan DITONTON


blog comments powered by Disqus SocialTwist Tell-a-Friend
Read More

Teuku Wisnu Meminta Maaf untuk Tayangan Hadiah Fatihah Bid’ah di Beriman Trans TV

03.46.00
JAKARTA, ARRAHMAH – Setelah membawakan  “Hadiah Bacaan Al-Fatihah itu BID’AH dan tidak sampai pahalanya ke mayit” di acara Beriman Trans TV, Teuku Wisnu menuai kecaman di akun Twitternya, @teukuwisnu2. Baca: Respon Netizen Pada Tayangan Hadiah Bacaan Fatihah Bid’ah di Program Beriman TransTV
Akun Zulfikri @abangdjoel misalnya yang menanggapi tayangan di Trans TV itu dengan minta agar Teuku Wisnu belajar agama lagi yang benar.
“@teukuwisnu2 belajar dulu mas yg bener. Jgn sok bener pake nyalahin amalan2 kami pengikut ahlus sunnah wal jamaah.” tulisnya
Senada, akun Ahmad Fauzi @sang_menara memberi pesan agar Teuku Wisnu tidak terlalu cepat membuat kesimpulan,
 jgn tll cepat memberi kesimpulan “tdk sesuai syariat” kalau br skdr tanya sna sni. Kmi jg brdiri diatas dalil bkn skdr ikut2an.” ujarnya
Menanggapi itu Teuku Wisnu mengucapkan maaf yang sebesarnya. Dari kasus ini dia belajar banyak. Dan mengucapkan terima kasih atas masukan para netizen.
“Iya akhi.. Afwan Ana memang salah.. Semoga Ana bisa mengambil hikmah dari pelajaran ini.. Syukron ya akhi.. ” Tulisnya

Twitter Teuku Wisnu
Twitter Teuku Wisnu

Inilah dalil yang membolehkan bacaan alfatihah kepada orang yang telah mati
sumber: kiswah

Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran dan dzikir kepada orang yang telah mati?
Ya, itu dibolehkan. Madzhab yang benar dan terpilih menyatakan sampai­nya pahala bacaan dan amal-amal jas­mani lainnya kepada mereka, dan bah­wasanya karena itu pula mereka bisa men­dapatkan pengampunan atas dosa atau peningkatan derajat, cahaya, ke­gembiraan, dan pahala lainnya lantaran karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apa dalilnya?
Dalilnya, Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda, “Ba­calah surah Yasin kepada orang-orang mati di antara kalian.” – Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud (3121), Ibnu Majah (1448), dan lainnya, dari hadits Ma’qil bin Yasar Radhiyallohu ‘Anhu.
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam juga bersabda, “Ya-Sin adalah jantung Al-Quran. Tidaklah seseorang membacanya dengan niat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghendaki ne­geri akhirat melainkan Allah mengam­puninya. Dan bacakanlah ia kepada orang-orang mati di antara kalian.” – Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5: 26), An-Nasa’i dalam Al-Kubra (10914), dan lainnya.
Ulama ahli tahqiq menyatakan, ha­dits ini bersifat umum, mencakup bacaan kepada orang sekarat yang akan mati dan bacaan kepada orang yang sudah mati. Inilah pengertian yang jelas dari hadits di atas.
Hadits ini menjadi dalil bahwa baca­an tersebut sampai kepada orang-orang yang sudah mati dan adanya manfaat padanya sebagaimana yang disepakati para ulama. Perbedaan pendapat hanya berkaitan jika pembaca tidak berdoa setelahnya dengan doa semacam ini, misalnya, “Ya Allah, jadikanlah pahala bacaan kami kepada Fulan.”
Jika seesorang membaca doa ini se­bagaimana yang diamalkan kaum mus­limin, yang memberikan pahala bacaan mereka kepada orang-orang mati di an­tara mereka, tidak ada perbedaan pen­da­pat di antara ulama terkait sampainya bacaan itu, karena ia dikategorikan seba­gai doa yang disepakati tersampai­nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka ber­doa, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami’.” – Qur’an Surat Al-Hasyr (59): 10.
Jika dia tidak berdoa demikian de­ngan bacaannya itu, menurut pendapat yang termasyhur dalam Madzhab Syafi’i, pahalanya tidak sampai. Namun ulama Madzhab Syafi’i generasi akhir menyata­kan, pahala bacaan dan dzikir sampai kepada mayit, seperti mazhab tiga Imam yang lain, dan inilah yang diamalkan umat pada umumnya. “Apa yang menu­rut kaum muslimin baik, itu baik di sisi Allah.” Ini adalah perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallohu ‘Anhu.
Sayyidil Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, semoga Allah melimpahkan manfaat kepada kita lantarannya, mengatakan, “Di antara yang paling besar keberkah­annya dan paling banyak manfaatnya untuk dihadiahkan kepada orang-orang mati adalah bacaan Al-Quran dan meng­hadiahkan pahalanya kepada mereka. Kaum muslimin pun telah mengamalkan ini di berbagai negeri dan masa. Mayo­ritas ulama dan orang-orang shalih, salaf maupun khalaf, pun berpendapat demi­kian.” Silakan simak perkataan Al-Haddad Radhiyallohu ‘Anhu selengkapnya dalam Sabil al-Iddikar.
Dari Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu, ia mengatakan, “Jika salah seorang di antara kalian mati, janganlah kalian menahannya. Segera­kanlah ia ke kuburnya, dan hendaknya di­bacakan permulaan Al-Baqarah di dekat kepalanya, dan di dekat kedua kaki­nya dengan penutup Al-Baqarah.” – Disampaikan secara marfu’ (perkataan sahabat yang dinisbahkan sebagai per­kataan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam) oleh Imam Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (12: 444) dan Imam Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (7: 16) dari hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu. Al-Baihaqi mengatakan, yang benar adalah bahwasanya itu adalah perkataan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu.
Dalam kitabnya, Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengungkapkan adanya penyampaian pelajaran di atas kubur. Ia berhujjah, se­jumlah ulama salah berwasiat agar di­adakan bacaan pada kubur mereka, di antaranya adalah Ibnu Umar, yang ber­wasiat agar dibacakan surah Al-Baqarah pada kuburnya, dan bahwasanya kaum Anshar mengamalkan jika ada orang yang mati, maka mereka silih berganti ke kuburnya untuk membaca Al-Quran padanya (Ar-Ruh hlm. 10).
Ulama menyatakan, seseorang di­bolehkan menghadiahkan pahala amal­nya kepada orang lain, baik itu berupa bacaan maupun yang lainnya. Dalilnya, hadits yang diriwayatkan Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, yang bersabda, “Dibolehkan bagi salah seorang di antara kalian, jika hendak bersedekah dengan sukarela, memberikannya kepada kedua orang­tuanya. Dengan demikian, kedua orang­tuanya mendapatkan pahala sedekah­nya dan ia pun mendapatkan seperti pa­hala kedua orangtuanya tanpa mengu­rangi pahala kedua orangtuanya sedikit pun.” – Disampaikan oleh Imam Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (7: 92) dan Abu Syaikh Ibnu Hayyan dalam Thabaqat Al-Muhad­ditsin bi Ashbahan (3: 610).
Di antara hadits-hadits yang diriwa­yat­kan terkait hal ini, meskipun dhaif, telah ditetapkan di antara ulama hadits bahwasanya hadits dhaif dapat diamal­kan terkait fadhail al-a’mal, keutamaan-keutamaan amal.
ZiarahGusDur020110-1
Apa hukum bacaan Al-Quran kepada mayit dan di atas kubur?
Imam Syafi’i Rahimahullah menyatakan, dianjurkan membaca ayat apapun dari Al-Quran di dekat kubur. Jika mereka mengkhatamkan Al-Quran seluruhnya, itu baik. Ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin dan dalam Al-Adzkar.
Apa dalil yang membolehkannya?
Dalilnya, sebagaimana yang baru saja disampaikan di atas, perkataan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu, “Jika salah seorang di antara kalian mati, janganlah kalian menahan­nya. Segerakanlah ia ke kuburnya, dan hendaknya dibacakan permulaan Al-Ba­qarah di dekat kepalanya, dan di dekat kedua kakinya dengan penutup Al-Baqarah.”
Hadits marfu’ juga telah disampaikan sebelum ini, “Bacalah Ya-Sin kepada orang-orang yang mati di antara kalian.” Sebagian ulama hadits menafsirkannya pada makna sebenarnya, sebagaimana ini cukup jelas dari lafal hadits. Semen­tara sebagian yang lain menafsirkannya pada makna kiasan. Maksudnya, orang yang sudah mendekati kematiannya. Namun masing-masing makna dimung­kinkan. Dan seandainya kedua makna ini sama-sama diamalkan, itu lebih baik.
Al-Khallal meriwayatkan dari Sya’bi, ia mengatakan: “Jika di antara kaum Anshar ada orang yang mati, mereka silih berganti ke kuburnya untuk mem­baca Al-Quran. Demikian. Kaum muslim­in pun masih tetap membaca Al-Quran kepada orang-orang mati sejak masa kaum Anshar”.
Dari semua penjelasan di atas dapat diketahui bahwasanya bacaan Al-Quran di atas kubur merupakan anjuran syari’at. Allah lebih mengetahui.
Apa makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan tidaklah manusia mendapatkan kecuali apa yang diusahakannya.” – Quran Surat An-Najm (53): 39, dan sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, “Jika manusia mati, terputuslah amalnya”?
Dalam kitab Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengatakan, Al-Quran tidak menafikan seseorang mendapatkan manfaat dari usaha orang lain, tetapi Al-Quran hanya memberitahukan bahwasanya ia tidak memiliki kecuali usahanya. Adapun usaha orang lain, itu adalah milik orang yang melakukannya. Orang lain itu dapat menghendaki memberikannya kepada orang lain atau menghendaki menahan­nya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, Allah SWT tidak menyatakan “Sesung­guhnya dia tidak boleh menerima man­faat kecuali lantaran apa yang diusaha­kannya sendiri.”
Sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, “Terputuslah amal­nya.” Beliau tidak menyatakan “Peman­faatannya”, tetapi beliau hanya memberi­tahukan ihwal keterputusan amalnya. Ada­pun amal orang lain, itu menjadi hak orang yang melakukannya. Jika ia mem­berikannya kepadanya, pahala amal orang yang melakukannya sampai ke­padanya, bukan pahala amalnya sendiri. Dengan demikian, yang terputus adalah satu hal, dan yang sampai adalah hal lainnya. Demikian yang disampaikannya secara ringkas (Kitab Ar-Ruh halaman 129).
Ulama tafsir menyebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘Anhu, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan se­sungguhnya manusia tidak mendapat­kan kecuali apa yang diusahakannya” – Quran Surat An-Najm (53): 39, telah dihapus hu­kumnya dalam syari’at ini dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan orang-orang yang ber­iman, beserta anak-cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka.” – Quran Surat Ath-Thur (52): 21. Allah memasukkan anak-cucu ke dalam surga lantaran kebajikan leluhur mereka. (Lihat Tafsîr Al-Qurthubi (17: 114)).
Ikrimah mengatakan, itu terjadi pada kaum Musa ‘Alaihis Salam. Adapun umat ini menda­patkan apa yang mereka usahakan dan mendapatkan pula apa yang diusahakan oleh yang lain. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan bahwa seorang wa­nita mengangkat bayinya dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah anak ini men­dapatkan pahala haji?”
Beliau menjawab, “Benar, dan bagi­mu pahala.” – Hadits ini disampaikan oleh Imam Muslim (1336) dan lainnya, dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘Anhu.
Yang lainnya bertanya kepada Nabi SAW, “Ibuku terluputkan dirinya (mati tanpa wasiat), apakah ia mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas nama dia?”
Beliau menjawab, “Benar.” – Hadits ini disampaikan oleh Imam Al-Bukhari (1322) dan Muslim (1004) dari hadits Aisyah Radhiyallohu ‘Anha.
Perkataan penanya, “terluputkan”, kata ini diucapkan terkait orang yang mati secara tiba-tiba, dan diucapkan pula terkait orang yang tewas oleh jin dan gangguan. “Dirinya,” menurut Imam Na­wawi, “kami menulisnya dengan harakat fathah dan dhammah nafsaha dan naf­suha, dengan nashab dan rafa’. Bacaan rafa’ dengan maksud sebagai obyek yang tidak disebutkan subyeknya. Nashab dengan maksud sebagai obyek kedua.” – Syarh Muslim (7: 89-90).
Demikian, Allah lebih mengetahui.
hb zein bin smith2
Apa hukum bacaan Al-Fatihah dan bacaan kepada mayit serta tawasul dengannya untuk penerimaan doa?
Ketahuilah, di antara yang terbesar keberkahannya dan terbanyak manfaat­nya untuk dihadiahkan kepada orang-orang mati adalah bacaan Al-Quran Al-‘Adzim dan menghadiahkan pahalanya kepada mereka. Mayoritas ulama dan orang-orang shalih, baik salaf maupun khalaf, berpendapat demikian, dan kaum muslimin di berbagai masa dan negeri pun mengamalkannya. Dalam hadis marfu’ yang telah disampaikan terdahulu dinyatakan, “Jantung Al-Quran adalah Ya-Sin. Tidaklah seseorang membaca­nya dengan niat kepada Allah dan meng­hendaki negeri akhirat melainkan ia di­ampuni. Hendaknya kalian membaca­nya kepada orang-orang mati di antara kalian.”
Diriwayatkan dalam hadits dhaif, “Siapa yang masuk pemakaman dan mem­baca ‘Katakanlah: Dialah Allah Yang Esa’ sebelas kali, kemudian mem­berikan pahalanya kepada orang-orang mati, ia diberi pahala sesuai dengan jum­lah orang-orang yang mati.” Diriwayat­kan oleh Imam Ar-Rafi’i dalam kitabnya At-Tarikh dan Ad-Daraquthni dalam kitab­nya As-Sunan.
Adapun tawasul dengan surah Al-Fatihah terkait penerimaan doa, ini se­baik-baik wasilah. Pada hakikatnya, itu hanyalah tawasul dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits qudsi dikatakan, “Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.” Disampaikan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahîh Muslim (598) dari hadits Abu Hurairah Radhiyallohu ‘Anhu.
Oleh: Sayyidil Habib Zein bin Smith Ba’alwi Madinah, Ketua Umum Rabithah Alawiyah/ Mustasyar PBNU dalam tanya jawab yang dimuat Majalah Al Kisah/ Sufi Road).

blog comments powered by Disqus SocialTwist Tell-a-Friend
Read More

Post Top Ad