Muhamad Yusup
13.20.00
Mendapat artikel dari santri sekaligus mahasiswa di Hadromaut Yaman tentang Fiqih, silahkan di simak, semoga bermanfaat buat kita semua aamiin!
Apakah Keputihan Itu Najis Dan Membatalkan Wudhu'?
Oleh : Imam Abdullah El-Rashied
Mahasiswa Fakultas Syariah - Imam Shafie College, Hadhramaut – Yaman.
www.almasyhur.org | Keputihan atau Flour Albus merupakan sekresi vaginal
pada wanita. Pada dasarnya keputihan dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu
Keputihan Normal (Fisiologis) dan Keputihan Abdnormal (Patologis). Yang normal
biasanya rutin keluar setiap bulan, entah menjelang menstruasi atau setelahnya.
Adapun yang Abdnormal itu biasanya keluar dikarenakan oleh infeksi, virus,
bakteri, jamur atau juga parasit. Tempat asal keputihan ini bermacam-macam, di
antaranya : Vulva, Vagina, Servik Uteri, Korpus Uteri, Tuba. Adapun penyebabnya
itu bermacam-macam, ada karena kurangnya kebersihan di area Vagina, ada pula
karena bakteri dan sejenisnya. Lantas, bagaimana Fiqih menyikapi Keputihan ini?
Apakah keputihan itu Najis? Apakah mewajibkan mandi? Atau bagaimana?
Dalam istilah Fiqih, keputihan
(cairan putih) yang keluar dari kemaluan wanita sering diibaratkan
dengan istilah رطوبة الفرج (Ruthubah Al-Farj) yang artinya adalah Bebasahan
Vagina. Dalam hal kenajisan dan
membatalkannya pada wudhu' atau tidak, di sini Ulama' berbeda pendapat, di mana
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jika bebasahan tersebut
berasal dari tempat yang wajib dibasuh saat Istinja' (baca: cebok),
yaitu bagian Vagina yang nampak saat jongkok , maka hukumnya adalah suci dan
tidak membatalkan Wudhu' tanpa ada Ulama' yang memperselisihkannya.
2. Jika bebasahan
tersebut berasal dari bagian dalam Vagina yang tak dapat dijangkau oleh
kemaluan suami, hukumnya adalah Najis dan membatalkan Wudhu' tanpa ada Ulama'
yang memperselisihkannya.
3. Jika bebasahan
tersebut berasal dari bagian yang tak wajib dibasuh saat Istinja' yang
merupakan tempat yang masih bisa dijangkau oleh kemaluan suami, maka di sini
ada perbedaan antara Ulama' :
a. Imam Ibnu Hajar
Al-Haitami menganggapnya suci dan ini adalah pendapat yang paling shahih.
b. Imam Romli dan Imam
Khotib Asy-Syirbini menganggapnya Najis, hanya saja menurut Imam Romli najisnya
itu dimaafkan dan tidak menyebabkan kemaluan suami terkena najis di saat
melakukan persenggamaan.
Pada bagian yang ketiga
ini walaupun diperselisihkan antara kesucian dan kenajisannya, akan tetapi
Ulama' tetap sepakat bahwasannya basahan yang ketiga ini juga membatalkan
Wudhu'.
Permasalahan :
1. Jika seorang wanita
merasa ragu apakah bebeasahan tersebut suci atau najis? Karena masih adanya
kemungkinan bebasahan tersebut keluar dari bagian dalam atau bagian luar Vagina.
Maka bebesahan tersebut dihukumi suci.
2. Jika seorang wanita
merasa ragu apakah bebasahan tersebut keluar dari bagian dalam atau bagian luar
Vagina? Membatalkan Wudhu' atau tidak?
Maka dalam hal ini
bebasahan tersebut dihukumi tidak membatalkan Wudhu' karena masih adanya
kemungkinan itu berasal dari bagian luar.
Suatu ketika Imam Ahmad
Bin Hanbal r.a. bertanya kepada Imam Syafi'i r.a. : ''Apakah keputihan yang
datang setelah Haid atau Nifas itu najis?''. Imam Syafi'i r.a. menjawab: ''(Keputihan)
itu adalah sesuatu yang mengikuti darah haid, apa bila seorang wanita
melihatnya, maka keputihan itu adalah suci (baca: tidak najis)''.
Kesimpulan:
Sebenarnya istilah
keputihan sendiri di Indonesia telah salah di beberapa penggunaannya, sebab tak
semua yang keluar dari Vagina adalah keputihan sebagaimana disebutkan di
Wikipedia. Secara umum bisa disimpulkan bahwa:
Keputihan atau cairan
apapun selain Darah yang keluar dari Vagina ini suci jika keluarnya dari bagian
depan atau tengah, dan najis jika keluarnya dari bagian dalam. Yang tidak
membatalkan Wudhu' hanya keputihan yang keluar di bagian luar. Hanya saja jika
seorang wanita ragu akan kenajisan dan kesuciannya, maka anggap saja itu suci,
jika seorang wanita ragu apakah itu membatalkan Wudhu' atau tidak? Maka anggap
saja itu tidak membatalkan Wudhu'. Namun jika wanita tersebut meragukan juga
maka hendaknya dia berkonsultasi pada ahlinya, yaitu Dokter Spesialis Urologi
(dr. Nama SpU), Dokter Spesialis Kandungan (dr. Nama SpOG) dan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam (dr. Nama SpPD) untuk menanyakan tentang status keputihan
tersebut. Karena tak semua keputihan itu normal, ada kalanya itu adalah
bibit-bibit kanker dan virus berbahaya. Nah, jika setelah berkonsultasi bisa
dipastikannya dari mana kah keputihan yang anda alami, maka anda pun bisa
memastikan secara pasti hukum keputihan tersebut berdasarkan 3 poin pembagian
di atas, dan perlu diingat bahwasannya selamanya keputihan itu tidak mewajibkan
mandi dan tidak menggugurkan kewajiban Sholat.
Wallohu A'lam
Bish-Showab.
Ditulis di Yaman,
Jum'at 10 Jumadil Ula 1437 H/ 19 Februari 2016.
Referensi :
1. Kitab Ghoyah
Al-Muna,karya Syeikh Muhammad Bin Ali Ba'athiyah Ad-Du'ani, Cet. Maktabah
Tarim Al-Haditsah, Th. 2008, Tarim – Hadhramaut – Yaman.
2. Kitab Izalah
Al-Iltibas, karya Syeikh Salim Bin Ahmad Al-Khotib, Cet. Th. 2005,
Hadhramaut – Yaman.
3. Wikipedia :
Keputihan.
-
العبارة من الكتاب غاية المنى شرح سفينة النجا للشيخ
محمد بن علي باعطية الدوعني ص 182-183:
ومما ينقض الوضوء خروج رطوبة الفرج إذا وصلت إلى حد
الظاهر منه, وهو ما يجب غسله في الاستنجاء والغسل من نحو الجنابة, ورطوبة الفرج هي
: ماء أبيض متردد بين المذي والعرق, وتنقسم إلى ثلاثة أقسام:
الأول : طاهرة قطعاً. وهي التي تخرج مما يظهر من فرج
المرأة عند جلوسها, وهو ما يجب غسله في الاستنجاء, وهي إن خرجت من هذا المحل لا تنقض
الوضوء.
الثاني : نجسة قطعاً وتنقض الوضوء. وهي الرطوبة الخارجة
من وراء باطن الفر, وهو الذي لا يصله ذكر المجامع.
الثالث : طاهرة على الأصح, ولكنها ناقضة للوضوء, وهي ما
تخرج من باطن الفرج الذي يصله ذكر المجامع, وأما القصة البيضاء التي تخرج لبيان طهر الحائض و النفساء
فهي ناقضة للوضوء, وهل هي طاهرة أو نجسة؟ ترددوا فيها وقالوا بعد كلام طويل إن
خرجت من باطن الفرج أو أنها نحو دم فنجسة وإلا فطاهرة. وقال الإمام أحمد – رحمه
الله تعالى - : سألت الإمام الشافعي –
رحمه الله تعالى - عن القصة البيضاء,
فقال: هو شيء يتبع دم الحيض فإذا رأته فهو طاهر. اهـ
-
العبارة من الكتاب إزالة الالتباس بتوضيح أحكام الحيض و
الاستحاضة والنفاس للشيخ سالم بن أحمد الخطيب ص 20-21:
(فائدة مهمة) : يخرج من فرج المرأة في الأحوال العادية
في الطهر سائل أبيض أو أصفر(*) يسمى عند الفقهاء برطوبة المرأة, ولها ثلاث أحوال :
1. أن تخرج مما يجب غسله في الاستنجاء – وهو ما
ظهر عند جلوسها على قدميها- فهذه طاهرة قطعاً.
2. أن نخرج مما لا يجب غسله ويصله ذكر المجامع,
فاعتمد الشيخ ابن حجر الهيتمي في تحفته أنها طاهرة(**), واعتمد الشيخ محمد الرملي
والشيخ الخطيب الشربيني : أنها نجسة, لأنها رطوبة جوفية(***).
3. أن تخرج من وراء باطن الفرج – وهو ما لا يصله
ذكر المجامع – فهي نجسة قطعاً(****).اهـ
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
_ _ _ _
(*) هكذا في الأصل : بأنها سائل أبياض أو أصفر, ولكن
الفقهاء يعبرون عنها بأنها ماء أبيض متردد
بين المذي والعرق ولا يعترضون للأصفر أصلاً.
(**) قال الشبراملسي : وهو الأقرب. (عبد الحميد ج 1 ص
301)
(***) ومقتضى كلام الرملي : أنه يعفى عنها فلا تنجس ذكر
المجامع ولا مني المرأة (عبد الحميد ج 1 ص 301). ولو شك في كونها طاهرة أو نجسة –
لاحتمال خروجها من حد الظاهر والباطن – فالأصل الطهارة.
(****) انظر كشف الالتباس ص 45 و تحفة المحتاج مع حاشية
عبد الحميد ج 1 ص 300-301. هذا حكمها طهارة ونجاسة , واتفقوا على أن هذه الرطوبة
إذا خرجت من حد الباطن أنهت تنقض الوضوء, وإن خرجت من حد الظاهر أو شكت – في كونها
خرجت من حد الباطن أو الظاهر – فلا تنقض الوضوء.