Muhamad Yusup
11.29.00
"MENGKRITISI MUKTAMIRIN MUHAMMADIYAH 2015."
Oleh : M. Nasirul Haq
Mahasiswa S1 Fakultas Syariah, Imam Shafie College Hadhramaut - Yaman.
Pada acara Muktamar Muhammadiyah di Makasar terjadi keanehan yang
membuat kita Isykal (penuh tanda tanya). Pasalnya mereka
memperdebatkan MC yang mengucapkan lafadz "SAYYIDINA MUHAMMAD", bahkan
beberapa tokoh saat diwawancarai jawabannya kurang memuaskan,
nampaknya mereka tidak terbiasa mengucapkan penghormatan pada Kanjeng
Nabi.
Saya ingin menjelaskan kebolehan mengucapkan lafadz "Sayyidina" pada
Nabi Muhammad SAW, berikut selengkapnya :
Pertama kita harus tau apa arti kalimat Sayyid, dijelaskan dalam kitab
"Ghoytsus Sahabah" karya Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah hal. 39,
dijelaskan bahwa:
"Kata Sayyid jika dimaknai secara mutlak, maka yang dimaksud adalah
Allah. Akan tetapi jika dikehendaki makna lain maka bisa bermakna:
1. Orang yang diikuti di kaumnya.
2. Orang yang banyak pengikutnya.
3. Orang yang mulia di antara relasinya."
Sementara pada hal. 37 disebutkan:
"Orang yang memimpin selainnya dengan berbagai kegiatan dan
menunjukkan tinggi pangkatnya".
Sedangkan di dalam Kitab "Ghoyatul Muna" hal. 32, Sayyidi Syeikh
Muhammad Ba'atiyah menyebutkan: "Sayyid ialah orang yang memimpin
kaumnya / banyak pengikutnya."
Dan masih banyak lagi makna lainnya, dari sini kita mulai bisa
mengerti makna beberapa Hadits yang ada lafadz Sayyid, misalnya:
-ﺍﻧﻬﻤﺎ ﺳﻴﺪﺍ ﺷﺒﺎﺏ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺠﻨﺔ
"Hasan dan Husein adalah pemimpin pemuda Ahli Surga"
-ﺍﻧﺎ ﺳﻴﺪ ﻭﻟﺪ ﺍﺩﻡ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻻ ﻓﺨﺮ
"Aku adalah pemimpin anak adam pada hari kiamat"
-ﺍﻧﺎ ﺳﻴﺪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
"Aku adalah pemimpin alam"
-ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ; ﻗﻮﻣﻮﺍ ﺍﻟﻰ ﺳﻴﺪﻛﻢ
Pada hadits ini Khottobi berkomentar tidak apa-apa mengatakan Sayyid
untuk memuliakan seseorang, akan tetapi makruh jika dikatakan pada
orang tercela.
Sementara dalam Kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi dalam catatan
kaki halaman 4 nomer 2, dikatakan bahwa: "Memutlakkan kata Sayyid pada
selain Allah itu boleh".
Dalam kitab Roddul Mukhtar diterangkan: "Disunnahkan mengucapkan
Sayyid karna Ziyadah Ikhbar Waqi' itu menunjukkan tatakrama dan itu
lebih baik dari meninggalkannya".
Lalu selanjutnya jika mereka para Muktamirin bertendensi dengan dua
hadits yaitu:
1. ﻻ ﺗﺴﻴﺪﻭﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ
2. ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﻠﻪ
Maka saya akan menjawab dari kitab "Ghoyatul Muna" karya Sayyidi
Syeikh Muhammad Ba'atiyah dijelaskan pada hal. 32:
"Adapun hadits yang mengatakan "Jangan kau men-sayyid-kan aku dalam
Shalat", Hadits ini adalah Hadits yang tidak sah matan dan sanadnya,
adapun matannya gugur menurut Ahli Hadits, sementara matannya lafadz
ﺗﺴﻴﺪﻧﻲ itu tidak benar secara Nahwu karena yang benar lafadznya ﻻ
ﺗﺴﻮﺩﻭﻧﻲ sedangkan Rasulullah SAW adalah paling fasihnya orang orang
Arab."
Sementara dalam Kitab "Maqosid Hasanah" hal. 463 dikatakan:
"Hadits ini merupakan Hadits Maudlu' (palsu), itu tanggapan Al-Hafidz
As-Sakhowi bahwa hadits ini tidak ada asal usulnya. Dan salah dalam
lafadznya."
Sementara Hadits yang kedua akan saya jawab dari kitab "Zadul Labib"
karya Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah juz. 1 hal. 9:
"Adapun Hadits yang diriwayatkan dari Abu Dawud dan Ahmad dari Hadits
Nabi SAW ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﻠﻪ yang dimaksud Siyadah disini adalah Siyadah
secara mutlak, maka fahamilah dan diteliti betul".
Jika anda masih mempertanyakan mengapa dalam Shalawat Ibrahimiyah pada
Tahiyyat ditambah Sayyidina dan pada Tasyahhud tidak ada Sayyidina?
Saya jawab: Mengatakan Sayyidina ini bertujuan memuliakan beliau. Dan
perlu diingat memuliakan dan tatakrama itu lebih baik dari pada
mengikuti perintah seperti Sayyidina Ali yang enggan menghapus kalimat
"Rasulullah" dan berkata: "Aku tak akan menghapusmu selamanya".
Pada saat itu Rasulullah tidak menyalahkan Sayyidina Ali. Begitu juga
Hadits Dlohhak dati Ibnu Abbas, bahwa dulu orang menyebut "Ya
Muhammad", "Ya Abal Qosim", lalu Allah melarang demi memuliakan
beliau.
Sementara jika yang anda permasalahkan dari ayatالله الصمد ; اي بمعنى
سيد maka jawaban saya dari Kitab "Ibanatul Ahkam" juz 1 hal. 346:
"Bahwa kalimat Sayyid itu memiliki dua makna: Yang pertama tiada
satupun yang mengungguli, dialah yang dituju manusia dalam segala
hajat dan keinginan mereka.Sementara makna kedua yaitu yg tidak
memiliki pencernaan yang mana ia tidak makan dan tidak minum".
Sementara dalam Syahadat, Ulama dalam memberikan penghormatan beragam
dan jika tidak ada kata Sayyid-nya pastilah ada kata pujian lain pada
kata sebelum dan sesudahnya, itu terbukti setelah kata Muhammad dalam
Syahadat ada kata pemuluaannya yaitu gelar "Utusan Allah", disanding
dengan lafadz Allah yang sekaligus pencipta alam semesta. Bukankah
Allah tidak akan menyandingkan namanya kecuali dengan kekasihnya?
Dalam Kaidah Fiqih sangat mashur sekali "مراعة الأدب خير من الإتباع".
"Menjaga tatakrama lebih utama dari ittiba' (melaksanakan perintah)".
Sekian dari kami dan kami mohon maaf sebelumnya.
blog comments powered by Disqus
Oleh : M. Nasirul Haq
Mahasiswa S1 Fakultas Syariah, Imam Shafie College Hadhramaut - Yaman.
Pada acara Muktamar Muhammadiyah di Makasar terjadi keanehan yang
membuat kita Isykal (penuh tanda tanya). Pasalnya mereka
memperdebatkan MC yang mengucapkan lafadz "SAYYIDINA MUHAMMAD", bahkan
beberapa tokoh saat diwawancarai jawabannya kurang memuaskan,
nampaknya mereka tidak terbiasa mengucapkan penghormatan pada Kanjeng
Nabi.
Saya ingin menjelaskan kebolehan mengucapkan lafadz "Sayyidina" pada
Nabi Muhammad SAW, berikut selengkapnya :
Pertama kita harus tau apa arti kalimat Sayyid, dijelaskan dalam kitab
"Ghoytsus Sahabah" karya Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah hal. 39,
dijelaskan bahwa:
"Kata Sayyid jika dimaknai secara mutlak, maka yang dimaksud adalah
Allah. Akan tetapi jika dikehendaki makna lain maka bisa bermakna:
1. Orang yang diikuti di kaumnya.
2. Orang yang banyak pengikutnya.
3. Orang yang mulia di antara relasinya."
Sementara pada hal. 37 disebutkan:
"Orang yang memimpin selainnya dengan berbagai kegiatan dan
menunjukkan tinggi pangkatnya".
Sedangkan di dalam Kitab "Ghoyatul Muna" hal. 32, Sayyidi Syeikh
Muhammad Ba'atiyah menyebutkan: "Sayyid ialah orang yang memimpin
kaumnya / banyak pengikutnya."
Dan masih banyak lagi makna lainnya, dari sini kita mulai bisa
mengerti makna beberapa Hadits yang ada lafadz Sayyid, misalnya:
-ﺍﻧﻬﻤﺎ ﺳﻴﺪﺍ ﺷﺒﺎﺏ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺠﻨﺔ
"Hasan dan Husein adalah pemimpin pemuda Ahli Surga"
-ﺍﻧﺎ ﺳﻴﺪ ﻭﻟﺪ ﺍﺩﻡ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻻ ﻓﺨﺮ
"Aku adalah pemimpin anak adam pada hari kiamat"
-ﺍﻧﺎ ﺳﻴﺪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ
"Aku adalah pemimpin alam"
-ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ; ﻗﻮﻣﻮﺍ ﺍﻟﻰ ﺳﻴﺪﻛﻢ
Pada hadits ini Khottobi berkomentar tidak apa-apa mengatakan Sayyid
untuk memuliakan seseorang, akan tetapi makruh jika dikatakan pada
orang tercela.
Sementara dalam Kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi dalam catatan
kaki halaman 4 nomer 2, dikatakan bahwa: "Memutlakkan kata Sayyid pada
selain Allah itu boleh".
Dalam kitab Roddul Mukhtar diterangkan: "Disunnahkan mengucapkan
Sayyid karna Ziyadah Ikhbar Waqi' itu menunjukkan tatakrama dan itu
lebih baik dari meninggalkannya".
Lalu selanjutnya jika mereka para Muktamirin bertendensi dengan dua
hadits yaitu:
1. ﻻ ﺗﺴﻴﺪﻭﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺼﻼﺓ
2. ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﻠﻪ
Maka saya akan menjawab dari kitab "Ghoyatul Muna" karya Sayyidi
Syeikh Muhammad Ba'atiyah dijelaskan pada hal. 32:
"Adapun hadits yang mengatakan "Jangan kau men-sayyid-kan aku dalam
Shalat", Hadits ini adalah Hadits yang tidak sah matan dan sanadnya,
adapun matannya gugur menurut Ahli Hadits, sementara matannya lafadz
ﺗﺴﻴﺪﻧﻲ itu tidak benar secara Nahwu karena yang benar lafadznya ﻻ
ﺗﺴﻮﺩﻭﻧﻲ sedangkan Rasulullah SAW adalah paling fasihnya orang orang
Arab."
Sementara dalam Kitab "Maqosid Hasanah" hal. 463 dikatakan:
"Hadits ini merupakan Hadits Maudlu' (palsu), itu tanggapan Al-Hafidz
As-Sakhowi bahwa hadits ini tidak ada asal usulnya. Dan salah dalam
lafadznya."
Sementara Hadits yang kedua akan saya jawab dari kitab "Zadul Labib"
karya Sayyidi Syeikh Muhammad Ba'atiyah juz. 1 hal. 9:
"Adapun Hadits yang diriwayatkan dari Abu Dawud dan Ahmad dari Hadits
Nabi SAW ﺍﻧﻤﺎ ﺍﻟﺴﻴﺪ ﺍﻟﻠﻪ yang dimaksud Siyadah disini adalah Siyadah
secara mutlak, maka fahamilah dan diteliti betul".
Jika anda masih mempertanyakan mengapa dalam Shalawat Ibrahimiyah pada
Tahiyyat ditambah Sayyidina dan pada Tasyahhud tidak ada Sayyidina?
Saya jawab: Mengatakan Sayyidina ini bertujuan memuliakan beliau. Dan
perlu diingat memuliakan dan tatakrama itu lebih baik dari pada
mengikuti perintah seperti Sayyidina Ali yang enggan menghapus kalimat
"Rasulullah" dan berkata: "Aku tak akan menghapusmu selamanya".
Pada saat itu Rasulullah tidak menyalahkan Sayyidina Ali. Begitu juga
Hadits Dlohhak dati Ibnu Abbas, bahwa dulu orang menyebut "Ya
Muhammad", "Ya Abal Qosim", lalu Allah melarang demi memuliakan
beliau.
Sementara jika yang anda permasalahkan dari ayatالله الصمد ; اي بمعنى
سيد maka jawaban saya dari Kitab "Ibanatul Ahkam" juz 1 hal. 346:
"Bahwa kalimat Sayyid itu memiliki dua makna: Yang pertama tiada
satupun yang mengungguli, dialah yang dituju manusia dalam segala
hajat dan keinginan mereka.Sementara makna kedua yaitu yg tidak
memiliki pencernaan yang mana ia tidak makan dan tidak minum".
Sementara dalam Syahadat, Ulama dalam memberikan penghormatan beragam
dan jika tidak ada kata Sayyid-nya pastilah ada kata pujian lain pada
kata sebelum dan sesudahnya, itu terbukti setelah kata Muhammad dalam
Syahadat ada kata pemuluaannya yaitu gelar "Utusan Allah", disanding
dengan lafadz Allah yang sekaligus pencipta alam semesta. Bukankah
Allah tidak akan menyandingkan namanya kecuali dengan kekasihnya?
Dalam Kaidah Fiqih sangat mashur sekali "مراعة الأدب خير من الإتباع".
"Menjaga tatakrama lebih utama dari ittiba' (melaksanakan perintah)".
Sekian dari kami dan kami mohon maaf sebelumnya.