CUPITEBET

JADIKAN RASULULLAH SAW SEBAGAI IDOLA

ads

Hot

Post Top Ad

Jumat, 04 September 2015

Klarifikasi Permintaan Maaf Teuku Wisnu di Berita Islam Masa Kini ( BERIMAN ) TRANS TV

18.21.00
di sela kesibukan update status(hehehehe), saya melihat sebuah setatus dari timeline teman saya yang kemarin kemarin sempat mengklarifikasi pernyataan Teuku Wisnu di acara BERIMAN Trans TV

inilah tulisan teman saya :)


Secara PRIBADI saya MEMINTA MAAF kepada saudara TEUKU WISNU ( Abu Adam Teuku Wisnu ) atas ketidaknyamanan postingan saya sebelumnya.
Setelah anda meminta maaf di akun twitter resminya, juga kami sampaikan TERIMA KASIH karena anda sudah Meminta Maaf secara terbuka pada acara BERIMAN TRANS TV episode Kamis, 3 September 2015.
Mohon sampaikan permintaan maaf saya kepada istri anda mbak SHIREEN SUNGKAR yang telah "misuh-misuh" di akun twitter pribadinya.
Melalui postingan ini saya MENGKLARIFIKASI bahwa saudara Teuku Wisnu itu BUKAN USTADZ. Dalam postingan sebelumnya saya menyebutkan bahwa beliau adalah 'Ustadz' karena memang setelah kemunculan beliau di acara Beriman Trans TV dengan gaya barunya banyak yang memanggil dia Ustadz. Teuku Wisnu hanya PEMBAWA ACARA ( host ) dalam acara tersebut.
Sekali lagi saya sampaikan bahwa saya TIDAK PERNAH berkomentar kasar, saya tuliskan apa yang ada dalam pikiran saya dengan sepenuh jiwa semata untuk MELURUSKAN pemahaman JUTAAN ORANG yang menonton tayangan kontroversial tersebut.
Hanya saja banyak dari 'netizen' yang sudah terbawa emosi karena mungkin mereka TIDAK MENYANGKA seorang artis terkenal bisa dengan mudah terpengaruh ajaran Islam yang selalu meributkan perbedaan.
Saya memahami raut wajah dan mimik anggota tubuh saat saudara TEUKU WISNU meminta maaf di awal acara dan di akhir acara sore tadi.
Semoga benar-benar permintaan MAAF YANG TULUS dari lubuk hati yang paling dalam.
Seandainya tidak ada statement yang menimbulkan perdebatan pun sebenarnya kami tidak ada masalah.
Dan apabila suatu saat nanti siapapun itu baik itu artis, ustadz, bupati, gubernur atau presiden sekalipun yang melemparkan sesuatu yang berbau 'khilafiyah / perbedaan' dengan hanya satu sudut pandang saja, maka kami para admin website Ahlussunnah Wal Jama'ah seluruh Indonesia AKAN MELURUSKAN masalah tersebut dengan berbagai rujukan dalil Al-Qur'an, Hadits, Ijma' dan Qiyas yang diambil dari kitab-kitab salaf para Ulama.
Semakin lama kami diam terhadap pemahaman-pemahaman agama yang selalu menyudutkan amaliyah sebagian umat Islam di Indonesia, semakin banyak sahabat-sahabat kami yang tidak tahu apa-apa akan mudah terpengaruh olehnya.
Semoga kita bisa mengambil hikmah dan manfaat dari peristiwa ini. Sekali lagi secara pribadi saya MEMINTA MAAF yang sebanyak-banyaknya.
Hormat Saya
Ttd
Imron Rosyadi
Tegal, 3 September 2015
Sumber Klarifikasi Permintaan Maaf dalam acara Berita Islam Masa Kini ( BERIMAN ) TRANS TV, Kamis, 3 September 2015, pukul 17.00 WIB
Silahkan DITONTON


blog comments powered by Disqus SocialTwist Tell-a-Friend
Read More

Teuku Wisnu Meminta Maaf untuk Tayangan Hadiah Fatihah Bid’ah di Beriman Trans TV

17.46.00
JAKARTA, ARRAHMAH – Setelah membawakan  “Hadiah Bacaan Al-Fatihah itu BID’AH dan tidak sampai pahalanya ke mayit” di acara Beriman Trans TV, Teuku Wisnu menuai kecaman di akun Twitternya, @teukuwisnu2. Baca: Respon Netizen Pada Tayangan Hadiah Bacaan Fatihah Bid’ah di Program Beriman TransTV
Akun Zulfikri @abangdjoel misalnya yang menanggapi tayangan di Trans TV itu dengan minta agar Teuku Wisnu belajar agama lagi yang benar.
“@teukuwisnu2 belajar dulu mas yg bener. Jgn sok bener pake nyalahin amalan2 kami pengikut ahlus sunnah wal jamaah.” tulisnya
Senada, akun Ahmad Fauzi @sang_menara memberi pesan agar Teuku Wisnu tidak terlalu cepat membuat kesimpulan,
 jgn tll cepat memberi kesimpulan “tdk sesuai syariat” kalau br skdr tanya sna sni. Kmi jg brdiri diatas dalil bkn skdr ikut2an.” ujarnya
Menanggapi itu Teuku Wisnu mengucapkan maaf yang sebesarnya. Dari kasus ini dia belajar banyak. Dan mengucapkan terima kasih atas masukan para netizen.
“Iya akhi.. Afwan Ana memang salah.. Semoga Ana bisa mengambil hikmah dari pelajaran ini.. Syukron ya akhi.. ” Tulisnya

Twitter Teuku Wisnu
Twitter Teuku Wisnu

Inilah dalil yang membolehkan bacaan alfatihah kepada orang yang telah mati
sumber: kiswah

Bolehkah menghadiahkan pahala bacaan Al-Quran dan dzikir kepada orang yang telah mati?
Ya, itu dibolehkan. Madzhab yang benar dan terpilih menyatakan sampai­nya pahala bacaan dan amal-amal jas­mani lainnya kepada mereka, dan bah­wasanya karena itu pula mereka bisa men­dapatkan pengampunan atas dosa atau peningkatan derajat, cahaya, ke­gembiraan, dan pahala lainnya lantaran karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Apa dalilnya?
Dalilnya, Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam bersabda, “Ba­calah surah Yasin kepada orang-orang mati di antara kalian.” – Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud (3121), Ibnu Majah (1448), dan lainnya, dari hadits Ma’qil bin Yasar Radhiyallohu ‘Anhu.
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam juga bersabda, “Ya-Sin adalah jantung Al-Quran. Tidaklah seseorang membacanya dengan niat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menghendaki ne­geri akhirat melainkan Allah mengam­puninya. Dan bacakanlah ia kepada orang-orang mati di antara kalian.” – Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5: 26), An-Nasa’i dalam Al-Kubra (10914), dan lainnya.
Ulama ahli tahqiq menyatakan, ha­dits ini bersifat umum, mencakup bacaan kepada orang sekarat yang akan mati dan bacaan kepada orang yang sudah mati. Inilah pengertian yang jelas dari hadits di atas.
Hadits ini menjadi dalil bahwa baca­an tersebut sampai kepada orang-orang yang sudah mati dan adanya manfaat padanya sebagaimana yang disepakati para ulama. Perbedaan pendapat hanya berkaitan jika pembaca tidak berdoa setelahnya dengan doa semacam ini, misalnya, “Ya Allah, jadikanlah pahala bacaan kami kepada Fulan.”
Jika seesorang membaca doa ini se­bagaimana yang diamalkan kaum mus­limin, yang memberikan pahala bacaan mereka kepada orang-orang mati di an­tara mereka, tidak ada perbedaan pen­da­pat di antara ulama terkait sampainya bacaan itu, karena ia dikategorikan seba­gai doa yang disepakati tersampai­nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka ber­doa, ‘Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami’.” – Qur’an Surat Al-Hasyr (59): 10.
Jika dia tidak berdoa demikian de­ngan bacaannya itu, menurut pendapat yang termasyhur dalam Madzhab Syafi’i, pahalanya tidak sampai. Namun ulama Madzhab Syafi’i generasi akhir menyata­kan, pahala bacaan dan dzikir sampai kepada mayit, seperti mazhab tiga Imam yang lain, dan inilah yang diamalkan umat pada umumnya. “Apa yang menu­rut kaum muslimin baik, itu baik di sisi Allah.” Ini adalah perkataan Ibnu Mas’ud Radhiyallohu ‘Anhu.
Sayyidil Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, semoga Allah melimpahkan manfaat kepada kita lantarannya, mengatakan, “Di antara yang paling besar keberkah­annya dan paling banyak manfaatnya untuk dihadiahkan kepada orang-orang mati adalah bacaan Al-Quran dan meng­hadiahkan pahalanya kepada mereka. Kaum muslimin pun telah mengamalkan ini di berbagai negeri dan masa. Mayo­ritas ulama dan orang-orang shalih, salaf maupun khalaf, pun berpendapat demi­kian.” Silakan simak perkataan Al-Haddad Radhiyallohu ‘Anhu selengkapnya dalam Sabil al-Iddikar.
Dari Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu, ia mengatakan, “Jika salah seorang di antara kalian mati, janganlah kalian menahannya. Segera­kanlah ia ke kuburnya, dan hendaknya di­bacakan permulaan Al-Baqarah di dekat kepalanya, dan di dekat kedua kaki­nya dengan penutup Al-Baqarah.” – Disampaikan secara marfu’ (perkataan sahabat yang dinisbahkan sebagai per­kataan Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam) oleh Imam Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (12: 444) dan Imam Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab (7: 16) dari hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu. Al-Baihaqi mengatakan, yang benar adalah bahwasanya itu adalah perkataan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu.
Dalam kitabnya, Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengungkapkan adanya penyampaian pelajaran di atas kubur. Ia berhujjah, se­jumlah ulama salah berwasiat agar di­adakan bacaan pada kubur mereka, di antaranya adalah Ibnu Umar, yang ber­wasiat agar dibacakan surah Al-Baqarah pada kuburnya, dan bahwasanya kaum Anshar mengamalkan jika ada orang yang mati, maka mereka silih berganti ke kuburnya untuk membaca Al-Quran padanya (Ar-Ruh hlm. 10).
Ulama menyatakan, seseorang di­bolehkan menghadiahkan pahala amal­nya kepada orang lain, baik itu berupa bacaan maupun yang lainnya. Dalilnya, hadits yang diriwayatkan Amru bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, yang bersabda, “Dibolehkan bagi salah seorang di antara kalian, jika hendak bersedekah dengan sukarela, memberikannya kepada kedua orang­tuanya. Dengan demikian, kedua orang­tuanya mendapatkan pahala sedekah­nya dan ia pun mendapatkan seperti pa­hala kedua orangtuanya tanpa mengu­rangi pahala kedua orangtuanya sedikit pun.” – Disampaikan oleh Imam Ath-Thabrani dalam Al-Ausath (7: 92) dan Abu Syaikh Ibnu Hayyan dalam Thabaqat Al-Muhad­ditsin bi Ashbahan (3: 610).
Di antara hadits-hadits yang diriwa­yat­kan terkait hal ini, meskipun dhaif, telah ditetapkan di antara ulama hadits bahwasanya hadits dhaif dapat diamal­kan terkait fadhail al-a’mal, keutamaan-keutamaan amal.
ZiarahGusDur020110-1
Apa hukum bacaan Al-Quran kepada mayit dan di atas kubur?
Imam Syafi’i Rahimahullah menyatakan, dianjurkan membaca ayat apapun dari Al-Quran di dekat kubur. Jika mereka mengkhatamkan Al-Quran seluruhnya, itu baik. Ini disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin dan dalam Al-Adzkar.
Apa dalil yang membolehkannya?
Dalilnya, sebagaimana yang baru saja disampaikan di atas, perkataan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘Anhu, “Jika salah seorang di antara kalian mati, janganlah kalian menahan­nya. Segerakanlah ia ke kuburnya, dan hendaknya dibacakan permulaan Al-Ba­qarah di dekat kepalanya, dan di dekat kedua kakinya dengan penutup Al-Baqarah.”
Hadits marfu’ juga telah disampaikan sebelum ini, “Bacalah Ya-Sin kepada orang-orang yang mati di antara kalian.” Sebagian ulama hadits menafsirkannya pada makna sebenarnya, sebagaimana ini cukup jelas dari lafal hadits. Semen­tara sebagian yang lain menafsirkannya pada makna kiasan. Maksudnya, orang yang sudah mendekati kematiannya. Namun masing-masing makna dimung­kinkan. Dan seandainya kedua makna ini sama-sama diamalkan, itu lebih baik.
Al-Khallal meriwayatkan dari Sya’bi, ia mengatakan: “Jika di antara kaum Anshar ada orang yang mati, mereka silih berganti ke kuburnya untuk mem­baca Al-Quran. Demikian. Kaum muslim­in pun masih tetap membaca Al-Quran kepada orang-orang mati sejak masa kaum Anshar”.
Dari semua penjelasan di atas dapat diketahui bahwasanya bacaan Al-Quran di atas kubur merupakan anjuran syari’at. Allah lebih mengetahui.
Apa makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan tidaklah manusia mendapatkan kecuali apa yang diusahakannya.” – Quran Surat An-Najm (53): 39, dan sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, “Jika manusia mati, terputuslah amalnya”?
Dalam kitab Ar-Ruh, Ibnu Qayyim mengatakan, Al-Quran tidak menafikan seseorang mendapatkan manfaat dari usaha orang lain, tetapi Al-Quran hanya memberitahukan bahwasanya ia tidak memiliki kecuali usahanya. Adapun usaha orang lain, itu adalah milik orang yang melakukannya. Orang lain itu dapat menghendaki memberikannya kepada orang lain atau menghendaki menahan­nya untuk dirinya sendiri. Dalam hal ini, Allah SWT tidak menyatakan “Sesung­guhnya dia tidak boleh menerima man­faat kecuali lantaran apa yang diusaha­kannya sendiri.”
Sabda Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, “Terputuslah amal­nya.” Beliau tidak menyatakan “Peman­faatannya”, tetapi beliau hanya memberi­tahukan ihwal keterputusan amalnya. Ada­pun amal orang lain, itu menjadi hak orang yang melakukannya. Jika ia mem­berikannya kepadanya, pahala amal orang yang melakukannya sampai ke­padanya, bukan pahala amalnya sendiri. Dengan demikian, yang terputus adalah satu hal, dan yang sampai adalah hal lainnya. Demikian yang disampaikannya secara ringkas (Kitab Ar-Ruh halaman 129).
Ulama tafsir menyebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘Anhu, firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan se­sungguhnya manusia tidak mendapat­kan kecuali apa yang diusahakannya” – Quran Surat An-Najm (53): 39, telah dihapus hu­kumnya dalam syari’at ini dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan orang-orang yang ber­iman, beserta anak-cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak-cucu mereka.” – Quran Surat Ath-Thur (52): 21. Allah memasukkan anak-cucu ke dalam surga lantaran kebajikan leluhur mereka. (Lihat Tafsîr Al-Qurthubi (17: 114)).
Ikrimah mengatakan, itu terjadi pada kaum Musa ‘Alaihis Salam. Adapun umat ini menda­patkan apa yang mereka usahakan dan mendapatkan pula apa yang diusahakan oleh yang lain. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan bahwa seorang wa­nita mengangkat bayinya dan bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah anak ini men­dapatkan pahala haji?”
Beliau menjawab, “Benar, dan bagi­mu pahala.” – Hadits ini disampaikan oleh Imam Muslim (1336) dan lainnya, dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallohu ‘Anhu.
Yang lainnya bertanya kepada Nabi SAW, “Ibuku terluputkan dirinya (mati tanpa wasiat), apakah ia mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas nama dia?”
Beliau menjawab, “Benar.” – Hadits ini disampaikan oleh Imam Al-Bukhari (1322) dan Muslim (1004) dari hadits Aisyah Radhiyallohu ‘Anha.
Perkataan penanya, “terluputkan”, kata ini diucapkan terkait orang yang mati secara tiba-tiba, dan diucapkan pula terkait orang yang tewas oleh jin dan gangguan. “Dirinya,” menurut Imam Na­wawi, “kami menulisnya dengan harakat fathah dan dhammah nafsaha dan naf­suha, dengan nashab dan rafa’. Bacaan rafa’ dengan maksud sebagai obyek yang tidak disebutkan subyeknya. Nashab dengan maksud sebagai obyek kedua.” – Syarh Muslim (7: 89-90).
Demikian, Allah lebih mengetahui.
hb zein bin smith2
Apa hukum bacaan Al-Fatihah dan bacaan kepada mayit serta tawasul dengannya untuk penerimaan doa?
Ketahuilah, di antara yang terbesar keberkahannya dan terbanyak manfaat­nya untuk dihadiahkan kepada orang-orang mati adalah bacaan Al-Quran Al-‘Adzim dan menghadiahkan pahalanya kepada mereka. Mayoritas ulama dan orang-orang shalih, baik salaf maupun khalaf, berpendapat demikian, dan kaum muslimin di berbagai masa dan negeri pun mengamalkannya. Dalam hadis marfu’ yang telah disampaikan terdahulu dinyatakan, “Jantung Al-Quran adalah Ya-Sin. Tidaklah seseorang membaca­nya dengan niat kepada Allah dan meng­hendaki negeri akhirat melainkan ia di­ampuni. Hendaknya kalian membaca­nya kepada orang-orang mati di antara kalian.”
Diriwayatkan dalam hadits dhaif, “Siapa yang masuk pemakaman dan mem­baca ‘Katakanlah: Dialah Allah Yang Esa’ sebelas kali, kemudian mem­berikan pahalanya kepada orang-orang mati, ia diberi pahala sesuai dengan jum­lah orang-orang yang mati.” Diriwayat­kan oleh Imam Ar-Rafi’i dalam kitabnya At-Tarikh dan Ad-Daraquthni dalam kitab­nya As-Sunan.
Adapun tawasul dengan surah Al-Fatihah terkait penerimaan doa, ini se­baik-baik wasilah. Pada hakikatnya, itu hanyalah tawasul dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam hadits qudsi dikatakan, “Aku membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku dua bagian, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.” Disampaikan oleh Imam Muslim dalam kitabnya Shahîh Muslim (598) dari hadits Abu Hurairah Radhiyallohu ‘Anhu.
Oleh: Sayyidil Habib Zein bin Smith Ba’alwi Madinah, Ketua Umum Rabithah Alawiyah/ Mustasyar PBNU dalam tanya jawab yang dimuat Majalah Al Kisah/ Sufi Road).

blog comments powered by Disqus SocialTwist Tell-a-Friend
Read More

Post Top Ad