CUPITEBET

JADIKAN RASULULLAH SAW SEBAGAI IDOLA

ads

Hot

Post Top Ad

Kamis, 04 Juni 2009

Rahasia ALLAH SWT Yang Ada Pada Madu

23.26.00 0


أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَخِي يَشْتَكِي بَطْنَهُ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَى الثَّانِيَةَ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ قَدْ فَعَلْتُ فَقَالَ صَدَقَ اللَّهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ اسْقِهِ عَسَلًا فَسَقَاهُ فَبَرَأَ

(صحيح البخاري)

"sungguh seorang datang pada Nabi saw dan berkata saudaraku sakit perut, maka bersabda Rasul saw : Beri ia madu. Lalu ia datang lagi mengadukan saudaranya masih sakit, Rasul saw bersabda : beri ia madu. Lalu ia datang ketiga kalinya (saudaranya masih sakit) dan Rasul saw bersabda : beri ia madu. Orang itu berkata : sudah kuperbuat (dua kali) namun tidak sembuh. Rasul saw bersabda : beri ia madu, sungguh Maha Benar Allah dan jangan kau didustakan oleh perut saudaramu. Maka orang itu memberi saudaranya madu (yg ketiga kali) dan ia sembuh." (Shahih Bukhari)



Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah Swt, yang telah mengundang kita untuk hadir, hingga turunlah Cahaya Keagungan Ilahi ke bumi Jakarta ini yang telah disiapkan turun dan sampai kepada namaku dan nama kalian di majelis ini untuk dilimpahi Rahmat dan Anugerah Ilahi, untuk mencapai keluhuran dan kedekatan kehadirat Allah agar semakin dekat kepada Allah, semakin dicintai Allah, semakin diampuni Allah, semakin dekat kepada Kasih Sayang Ilahi yang selalu menaungi hamba- hambaNya ditawarkan kepada segenap keturunan Adam yang hidup di atas permukaan bumi yang milik Allah, langit dan bumi yang milik Allah ditawarkan kepadaku dan kepada kalian kedekatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat dari Sang Pemilik dunia dan akhirat.

Dialah Allah, Nama yang paling agung untuk disebut, Nama yang paling berhak dirindukan dan dicintai dari semua nama, Nama Yang Maha Kekal dan Abadi dan Maha Sempurna, Maha Tunggal dengan Kesempurnaan, Maha Abadi dengan segenap keindahan dan kekuasaan, segenap kekuasaan berjatuhan, tinggallah kerajaan Allah,(yaitu) Alam semesta,kekuasaan Allah abadi, sebelum alam semesta ada hingga alam semesta berakhir, sebelum kehidupan ada hingga semua kehidupan yang dicipta dan hingga semua kehidupan berakhir, hingga semua penglihatan tidak lagi melihat, hingga semua bibir tidak lagi bicara, hingga semua pendengaran tidak lagi mendengar, Dialah Yang Maha Ada dan selalu ada sepanjang waktu dan zaman. Dan Allah Swt, Sang Maha Pemelihara alam semesta, Maha Melimpahkan Anugerah, Maha Pemurah dan Maha Dermawan kepada segenap hambaNya. Mereka yang beriman dan tidak beriman masih mendapatkan Kasih Sayang Allah sepanjang kehidupan.

"Huwalladzii anzala minassamaai maa'an lakum minhu syarabun waminhu syajarun wa fiihi tusiimuuna; yumbitu lakum bihizzar a'wazzaituna wannakhila wal a'naaba wamin kulli tsamaraati, inna fii dzalika la ayatalliqaumin yatafakkaruna" QS. An-Nahl : 10 - 11

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Allah Swt berfirman
"Dialah yang menurunkan air dari langit untuk kalian". Diberikan kalimat yang demikian indah "Huwalladzii anzala minassamaai maa anlakum.." diturunkan oleh Allah Swt, air dari langit untuk kalian; QS. An-Nahl : 10. Kalimat kalian ini mencapai seluruh hamba – hambaNya, mereka yang hidup (tentunya keturunan Adam yaitu kita). "minhu syarabun.." dan darinya kalian mendapatkan minum kalian, dengannya muncul sumur – sumur menjaga endapan air di perut bumi, menjaga penyimpanan air di danau dan di sungai – sungai; QS. An-Nahl : 10. Itulah air yang Allah turunkan dari langit untuk mengatur siklus kehidupan kita."..waminhu syajarun fiihi tusiimuuna" dan juga muncul kehidupan pepohonan dan tumbuhan, dan kalian memberi minum hewan - hewan ternak kalian; QS. An-Nahl : 10. "Yumbitu lakum bihi azzar a'wazzaituna wannakhila wal a'naaba wamin kulli tsamaraati" ditumbuhkan untuk kalian semua ladang dan yang kalian tanam, juga pembuahan semacam zaitun (buah – buah zaitun) dan buah – buah kurma dan buah – buah anggur dan terus tumbuh dipermukaan bumi sebab turunnya air dan juga dari semua jenis tumbuh – tumbuhan lainnya; QS. An-Nahl : 11. "..inna fii dzalika la ayatalliqaumin yatafakkaruna" sungguh dalam hal ini terdapat tanda – tanda bagi mereka yang mau berfikir. Betapa semua yang ada di alam ini diatur dengan pengaturan yang multi sempurna dari Yang Maha Sempurna. Dan kesemua ini tanda Kasih Sayang Illahi.

Hadirin – hadirat, "wasakhkhara lakumullaila wannahara wasysyamsa wal qamara wannujuumu musakhkharatun bi amrihi, inna fidzalika la ayaatilliqaumin ya'qiluuna" Dia Allah juga yang telah menundukkan siang dan malam, matahari dan bulan dan ditundukkan bagi kalian bintang – bintang untuk selalu taat kepada Allah; QS. An-Nahl : 12. "..musakhkharatum bi amrihi" matahari dan bulan selalu berputar dengan porosnya, bumi berputar dengan porosnya, siang dan malam terus berganti dan tidak saling mendahului. Dan demikian matahari berputar dengan porosnya, bulan dengan porosnya hingga manusia mengenal perhitungan Syamsiyah (Masehi) dan Qamariyah (Hijriyyah). Perhitungan tahun, bulan dan perhitungan matahari dengan hijriyyah dan masehi. Manusia mengenal itu dengan munculnya matahari dan bulan yang muncul dengan teratur setiap tahunnya.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Demikian Allah katakan, ditundukkan untuk kalian siang dan malam, siang membawa cahaya sinar x yang memperbaiki tubuh kita, malam hari dijadikan bahwa tetumbuhan itu menyerap lebih banyak oksigen dan kelembapan terjaga dengan adanya malam hari. Dan demikian Allah mengatur kehidupan ini.
"wasakhkhara lakumullaila wannahara wasysyamsa wal qamara wannujuumu musakhkharatum bi amrihi" dan bintang – bintang menjadi penunjuk yang ditetapkan oleh Allah Swt dan taat kepada perintah Allah; QS. An-Nahl : 12. Seluruh alam semesta ini"..musakhkharatum bi amrihi" semua alam semesta ini, dari seluruh jutaan galaksi yang ada di angkasa raya sampai butiran terkecil sel tubuh kita tunduk kepada perintah Rabbul Alamin, Dialah (Allah) Yang Maha Mengatur.

Hadirin – hadirat, Allah juga berfirman "wahuwalladzi sakhkharalbahra lita'kuluu minhu lahman thariyyan watastakhrijuu minhu hilyatan talbasuunaha" Dia (Allah) juga yang menundukkan lautan untuk kalian, agar kalian mengambil darinya daging – daging yang segar; QS. An-Nahl : 14. "lahman thariyyan" kalian mengambil daging ikan itu yang tidak ada najisnya, walau tidak disembelih tetap suci hukumnya. Demikian indahnya, Allah jadikan lautan itu pembawa Rahmat dan kemudahan bagi kita. "watastakhrijuu minhu hilyatan talbasuunaha" dan kalian bisa mengeluarkan dari laut itu perhiasan – perhiasan yang kalian pakai berupa mutiara dan bentuk perhiasan yang indah lainnya; QS. An-Nahl : 14. Dan Allah jadikan sampai perhiasan kita pun dicipta oleh Allah di muka bumi. Emas, berlian, permata, mutiara dan lain sebagainya dihamparkan oleh Allah dimuka bumi dan disiapkan. Bukan hanya makanan dan minuman saja bahkan perhiasan pun Allah siapkan untuk kehidupan yang demikian sempurnanya. Lebih – lebih lagi, kehidupan akhirat.

Hadirin – hadirat, Sang Maha Dermawan selalu mengenalkan kepada kita Kasih Sayang-Nya. Sampailah kita kepada hadits mulia ini, dimana Rasul saw mengajarkan kepada kita untuk berobat dengan madu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu anh bahwa seorang lelaki datang kepada Rasul saw mengadukan bahwa saudaranya sakit perut. Rasul saw berkata "beri ia minum madu". Maka orang itu mengikuti saran Sang Nabi Saw. Tidak lama datang lagi untuk yang kedua kalinya orang yang sama bahwa saudaranya belum sembuh, malah makin parah. Maka Rasul saw berkata "beri ia minum madu". Kali yang ketiga ia datang, "ya Rasulullah masih belum sembuh juga", Rasul saw berkata"beri ia minum madu", maka ia berkata "aku sudah perbuat itu 2X tapi tidak sembuh – sembuh". Rasul saw berkata "shadaqallahu wa kadzaba badhnu akhiika" Allah Maha Benar, jangan benarkan apa – apa yang terjadi pada saudaramu. Maka diberilah minuman madu itu untuk ketiga kalinya maka ia pun sembuh.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Allah Swt berfirman didalam QS. An-Nahl yang diwahyukan kepada lebah
"wa awhaa Rabbuka illannahli anittakhidzii minal jibali buyutan waminasysyajari wa mimma ya'risyuuna; tsumma kulii min kullisysyamarati faslukii subula Rabbiki dzululan yakhruju mim buthuuniha syarabun mukhtalifun alwaanuhu, fiihi syifaa'ullinnaas, inna fidzalika la ayatalliqaumin yatafakkarun" QS. An-Nahl : 68 – 69

"wa awhaa Rabbuka illa annahli" Dan Tuhanmu telah mewahyukan (memerintahkan) kepada lebah (tawon); "anittakhidzii minal jibali buyutan" agar mengambil rumah – rumahnya (sarang- sarangnya) di gunung – gunung, jangan di tempat manusia. jadikanlah gunung – gunung itu rumah kalian, wahai lebah dan di pohon – pohon dan kalian boleh bersarang juga pada bangunan yang disiapkan manusia untuk mengambil madu kalian. Indahnya perintah Allah kepada lebah untuk berbakti kepada manusia. Allah berkata "anittakhidzii minal jibali buyutan, waminassyajari, wamimmaa ya'risyuun" wahai lebah, kalian tinggal di gunung – gunung atau di pohon – pohon, atau ditempat yang dibangun manusia untuk kalian", sudah diperintah oleh Allah.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
"Tsumma kulii min kullisysyamarati" lantas kalian (lebah) boleh makan semua buah – buahan dan bunga – bunga dari segala jenis. "Faslukii subula Rabbiki dzululan" jalankan perintah – perintah Tuhanmu yang memilikimu wahai lebah dengan tunduk dan patuh, maka lebah itu pun tunduk dan patuh. Ia hanya makan daripada sari buah – buahan.
"Yakhruju mim buthuuniha syarabun mukhtalifun alwaanuhu" keluarlah dari perut lebah itu minuman atau cairan yang berbeda warna. Yaitu ada madu yang putih, madu kuning dan madu yang agak gelap menghitam. Mempunyai cairan yang beragam warna. "Mukhtalifun alwaanuhu fiihi syifaullinnaas" madu itu cairan yang keluar dari lebah yang mengandung penyembuh bagi manusia. "Inna fidzalika la ayatalliqaumin yatafakkarun" didalam kejadian itu terdapat tanda – tanda kebesaran Allah bagi mereka yang mau berfikir.

Al Imam Ibn Hajar didalam Fathul Baari bisyarh Shahih Bukhari mensyarahkan hadits yang kita baca tadi bahwa berkaitan dengan ayat ini. Rasul saw berkata "shadaqallahu wa kadzaba badhnu akhi", Allah sudah berfirman bahwa pada cairan yang keluar dari lebah itu terdapat penyembuhan."Syifaulinnaas" (penyembuh bagi manusia), maka Rasul Saw berkata "shadaqallahu wa kadzaba badhnu akhiik" Allah Yang Maha Benar, jangan percaya pada penyakit saudaramu. Beri terus minum madu, minum madu tambah sakit perutnya, Rasul saw berkata "beri lagi minum madu, beri lagi". Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa didalam riwayat thibbun nabawiy (pengobatan – pengobatan Nabi Saw) madu itu mempunyai 1 kemampuan untuk membunuh bakteri – bakteri dan virus. Semakin dahsyat bakteri dan virus yang menyerang seseorang, semakin ia butuh madu lebih banyak. Oleh sebab itu Rasul saw perintahkan untuk minum lagi, lagi. Maksudnya dosisnya belum cukup untuk penyakit saudaramu, tambahkan lagi madu sampai cukup dan sembuh. Demikian Hujjatul Islam wabarakatul anam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani didalam Fathul Baari bisyarh Shahih Bukhari.

Dan para ilmuwan kita menemukan 1 keajaiban pada lebah yang memproduksi madu,. Banyak hewan – hewan yang ada di permukaan bumi memang dicipta dan diperintah oleh Allah untuk memproduksi lebih dari produksinya, lebih dari kebutuhannya karena itu disiapkan untuk manusia. Lebah memproduksi madunya lebih banyak dari kebutuhannya, jauh lebih banyak dari kebutuhannya. Kebutuhan lebah tidak seberapa tetapi ia memproduksinya sangat banyak karena sudah diperintah oleh Allah. Demikian pula ayam, demikian pula sapi. Yang ayam itu bertelur hampir setiap hari 1 butir dan itu tidak dibutuhkannya, demikianlah sapi yang memproduksi susunya lebih banyak dari kebutuhan anak – anaknya. Demikian indahnya pengaturan dan kesempurnaan ekosistem yang diatur oleh Yang Maha Tunggal dan Maha Abadi.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Para ilmuwan juga menemukan bahwa kesempurnaan lebah yang betul – betul diatur oleh Allah itu, mereka menjaga kelembapan madu karena diperintah oleh Allah untuk berkhidmah kepada keturunan Adam dengan madunya maka mereka pun menjaganya walaupun berlebihan yang disimpan di sarangnya. Bahkan suhunya pun dijaganya oleh para lebah itu. Dikatakan oleh para ilmuwan kita, Prof. Dr. Harun Yahya bahwa pada sarang – sarang madu itu ada pintu – pintunya untuk lebah – lebah yang tugasnya menjaga agar suhunya tetap 35°Celcius selama 10 bulan. Apabila cuaca didalam sarang itu dingin maka mereka mengibaskan sayapnya ke arah luar, agar udara yang ada disarang itu keluar sehingga suhu panasnya naik hingga 35°Celcius, namun sebaliknya apabila cuaca didalam sarang panas maka ia mengibaskan sayapnya menghadap ke arah dalam, agar udara masuk kedalam sarang dan suhu terjaga agar tetap 35°Celcius.

Demikian dahsyatnya lebah dengan perintah Rabbul Alamin Jalla Wa Alla dan ternyata juga pada lebah itu juga terdapat suatu zat yang sudah dijelaskan oleh Allah. "Yakhruju mim buthuuniha syarabun mukhtalifun alwaanuhu" cairan yang keluar dari lebah itu beraneka warna; QS. An-Nahl : 69. Bukan hanya madu tapi ada cairan lain yang dikenal dengan sebutan "propolis". Propolis adalah salah satu antibiotik terkuat yang ada di muka bumi. Munculnya dari lebah bukan berupa madu tapi ia merupakan cairan antibiotik yang diproduksi oleh lebah untuk menjaga sarang –sarang tawonnya. Apabila datang bakteri – bakteri yang merusak maka lebah itu mengeluarkan cairan propolisnya dan membunuh bakteri. Dan ternyata propolis itu bisa diambil oleh manusia dijadikan antibiotik yang paling kuat dan tidak membawa efek samping bagi manusia. "Fiihi syifaullinnaas" pada cairan yang keluar darinya itu (lebah) membawa kesembuhan bagi manusia. Dan hal itu semua sudah diketahui oleh Sayyidina Muhammad Saw. Beliau sudah memahaminya, seraya berkata"shadaqallahu wa kadzaba badhnu akhiik" Allah Yang Maha Benar, jangan percaya pada penyakit saudaramu yang sakit perut makin sakit perutnya, beri madu lagi, beri minuman lagi dari lebah. Inilah karena beliau mengetahui betul kandungan – kandungan yang ada pada cairan – cairan yang keluar dari lebah, pada cairan yang keluar dari serangga, apa yang ada di sayap seekor lalat. Kesemuanya sudah diketahui dengan jelas oleh Nabiyyuna Muhammad Saw. Semakin kita ikuti sunnah semakin sempurna kehidupan kita, semakin dalam kesehatan wal afiah.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Inilah Nabi agung, idolaku dan idola kalian dan beruntunglah orang yang mencintai beliau saw. Sebagaimana sabda beliau saw
"almar u ma'a man ahab" seseorang bersama dengan orang yang ia cintai, demikian riwayat Shahih Bukhari. Dan hadirin – hadirat, hadits ini memanggil semua jiwa untuk mau atau tidaknya mereka bersama Sayyidina Muhammad Saw, maukah kita bersama Rasulullah Saw? Hadits ini telah membuka gerbang luas agar kita bersama Muhammad Rasulullah Saw. Cintailah Nabi kita Muhammad Saw.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Manusia yang paling sempurna, manusia yang paling indah untuk dipanut, ialah Sayyidina Muhammad Saw. Berkata Abu Hurairah radiyallahu anh ketika sedang duduk memandang wajah Sang Nabi saw seraya berkata
"ya Rasulullah, idza ra;aynaaka raqqat quluubinaa" ya Rasulullah jika kami memandang wajahmu terangkat jiwa kamikepada kekhusyu'an. Hadirin – hadirat, bisakah kau bayangkan memandang satu wajah yang membuatmu semakin khusyu'..?. Itulah wajah seindah – indah ciptaan Allah yaitu Sayyidina Muhammad Saw.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Rasul saw bersabda, diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad
"alaa unabbi'ukum bi khiyarikum? Humul ladzina idza ru-uu dzukirallah"maukah kalian kuberitahu orang – orang yang mulia diantara kalian? Orang yang jika kalian lihat wajahnya, membuat kalian ingat kepada Allah dan berdzikir kepada Allah. Merekalah para shalihin, kalau para shalihin saja demikian maka lebih – lebih pemimpin para shalihin yaitu Sayyidina Muhammad Saw. Hadirin, demikian keadaan para sahabat. Mereka (radiyallahu anhum) bukan ahlul ghaflah, mereka ahlul khusyu' yang siang harinya penuh ibadah, malam hari penuh ibadah, siang dan malamnya penuh sujud, tasbih, dzikir dan munajat. Semua itu mereka dalam puncak kekhusyu'an, dan kekhusyu'an mereka ternyata lebih memuncak ketika memandang wajah Sayyidina Muhammad Saw.

Diriwayatkan didalam Shahih Bukhari, berkata Anas bin Malik "ma ra aina mandharan, a'jab min wajhinnabiy Saw" belum pernah kami melihat pemandangan yang lebih menakjubkan dari wajah Sayyidina Muhammad Saw. Demikian berkata Sayyidina Anas bin Malik. Hadirin – hadirat, pemandangan yang menakjubkan berupa matahari, bulan, lautan, dan lainnya. Seraya berkata "tidak ada pemandangan yang lebih menakjubkan yang kami temukan melebihi dari wajah Sayyidina Muhammad Saw". Wajah yang paling berhak dicintai dari semua wajah, wajah yang paling ramah, wajah yang paling berkasih sayang dari semua makhluknya Allah, yang Allah katakan "wa innaka la'alaa khuluqin adhim, sungguh kau (Nabi Saw) berada pada akhlak yang agung" (QS. Al Qalam : 4). (juga Allah berfirman bahwa sang Nabi saw adalah) Sirajan Munira (pelita yang terang – benderang) Sayyidina Muhammad Saw.

Hingga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrad, salah seorang sahabat ketika wafatnya Nabi saw seraya berdoa kepada Allah"Allahumma khudz bashari hatta.." wahai Allah butakan mataku, aku tidak mau melihat lagi setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Maka ia dibutakan oleh Allah. Ia dijenguk oleh para sahabat diantaranya Ibn Abbas dan Ibn Umar radiyallahu anhuma "kenapa kau ini buta?", ia berkata "aku berdoa minta buta kepada Allah", "kenapa?","aku tidak butuh melihat lagi setelah wajah Sayyiidina Muhammad Saw tidak ada lagi dimuka bumi". Demikian hadirin – hadirat, seraya berkata "tidak berarti bagiku pemandangan dari kijang – kijang indah dan semua yang ada di alam ini dan kehidupan dunia ini tidak berarti kalau aku sudah tidak lagi melihat wajah Nabiku Muhammad Saw".

Inilah cinta, inilah mahabbah, dan Rasul saw telah bersabda "aku merindukan saudara – saudaraku". Siapa mereka? Sebagaimana riwayat Shahih Muslim "humul ladziin ya'isyuuna ba'di, yawaddu ahaduhum law ra'ani bi ahlihi wamaalihi" mereka yang hidup setelah aku wafat sangat ingin melihat wajahku dari segala – galanya.

Hadirin, semoga aku dan kalian berada didalam kelompok yang dirindukan Rasulullah Saw yang airmata beliau menangis, mendengar dari Allah, gema dari matnya yang rindu setelah ia wafat dan sangat ingin melihat wajah beliau. Semoga namaku disampaikan kehadirat Sang Nabi saw dan juga nama - nama kalian, nama orang yang merindukan jumpa Sang Nabi Saw dan dirindukan oleh Sang Nabi saw.Mereka yang kurindukan itu, kata Rasul saw. Mereka yang hidup setelah aku wafat namun mereka sangat ingin melihat wajahku lebih dari harta dan keluarganya. Rabbiy Rabbiy jadikan kami orang – orang yang dirindukan oleh Rasulullah Saw.

Ya Rahman Ya Rahim, muliakan kami demi Keagungan Anugerah-Mu siang dan malam yang tiada pernah terputus dalam kehidupan kami, dalam terbit dan terbenamnya matahari. Pastikan kami selalu dalam keridhoan-Mu, pastikan kami selalu dalam Cahaya Pengampunan-Mu, pastikan kami selalu dalam Cahaya Kebahagiaan-Mu, singkirkan dari kami segala musibah, singkirkan dari kami segala kesulitan, gantikan dengan kemudahan. Wahai Yang Maha Memudahkan segala yang sulit, mudahkan untuk kami segala yang sulit dan mudahkan bagi kami yang telah mudah dan tambahkan untuk kami.

Rabbiy, jangan Kau siksa kami jika kami berbuat salah dan dosa, maafkan segala dosa – dosa kami, jangan bebani kami dengan beban yang kami tidak mampu mengangkatnya. Wahai Allah, dan kasih sayangilah kami, dan maafkanlah kami, ampunilah kami, kami titipkan seluruh dosa kami pada gerbang pengampunan-Mu. Kami titipkan usia kami pada gerbang Pengampunan-Mu, kami titipkan sisa usia kami pada gerbang Pengampunan-Mu, kami titipkan akhir hidup kami pada gerbang kerinduan pada-Mu, pastikan kami wafat kelak dalam puncak kerinduan kehadirat-Mu. "Man ahabba liqa'i ahbabtu liqa'ahu" barangsiapa yang rindu jumpa dengan-Ku, Aku pun rindu jumpa dengannya. Pastikan kami melewati hari – hari kami semakin rindu pada-Mu, semakin jauh dari dosa – dosa, semakin dekat kepada pahala, limpahkan kami kemakmuran dunia akhirat.

Faquuluuu jamii'an (ucapkanlah bersama sama) Ya Allah, Ya Allah..Ya Allah..Ya Allah..
Faquuluuu jamii'an (ucapkanlah bersama sama)
Laillahailallah Laillahailallah Laillahailallah Muhammadurrasulullah

Ya Dzaljalali wal ikram, Ya Dzaththauli wal in'am. Tidak lupa kita mendoakan saudara – saudara kita yang terjebak dalam narkotika, yang terjebak dalam perzinahan, perjudian dan segala kerusakan aqidah agar Allah Swt melimpahkan kepada mereka hidayah. Ya Rahman Ya Rahim, kita lanjutkan dengan doa bersama untuk mendoakan seluruh muslimin – muslimat dan munculnya pemimpin yang membawa kedamaian, memrangi kedhaliman, menindas kelemahan, membela shalihin. Amin Allahumma amin. Tafadhol masykura.

Hadirin –hadrirat yang dimuliakan Allah,
Muncul pertanyaan kepada saya tentang hukumnya mengikuti tarekat. Ini banyak sekali ditanyakan. Tentunya tarekat itu mengambil dari kaliamat thariqah yaitu metode untuk mencapai kekhusyu'an dan kedekatan kepada Allah Swt. Jadi tarekat itu ada yang bathil dan ada yang haq. Ada yang berjalan dengan kebenaran, ada yang berjalan dengan kesesatan maka pandai – pandailah memilih. Mengenai yang dijalankan di sebagian besar Indonesia ini adalah Thariqah Alawiyyah yaitu thariqah yang para habaib dan para ulama kita. Thariqah Alawiyyah dinamakan induk dari semua thariqah. Karena thariqah ini memadukan haqiqah dan syari'ah. Hakekat dan syari'at dipadu dalam thariqah alawiyyah. Hingga yang diajarkan didalam thariqah alawiyyah adalah sesuai dengan sunnah Sang Nabi saw. Apa diantaranya ajaran – ajaran thariqah alawiyyah? Diantaranya Ratib Al Aththas, Ratib Al Haddad, kesemuanya dari hadits – hadits Rasulullah Saw. Thariqah Alawiyyah tidak ada hal yang keluar dari sunnah Sang Nabi saw, oleh sebab itu disebut thariqah induk dari semua thariqah karena menyatukan syari'ah dan haqiqah. Hakekat dan syari'ah dipadu menjadi satu dalam tuntunan thariqah alawiyyah.

Berbeda dengan sebagian thariqah yang hanya mengambil ma'rifah dan haqiqah saja tanpa memperdulikan syari'atnya. Tentunya hal itu baik, akan tetapi kalau ia meninggalkan syari'ah secara keseluruhan tentunya bertentangan dengan tuntunan Sang Nabi saw. Karena Sang Nabi saw dibangkitkan untuk mengajarkan syari'at dan hakekat. Kesemuanya diajarkan. Syari'at adalah hukum – hukum dalam kehidupan kita, hal – hal yang bersifat jasadiyyah seperti hukum ibadah, hukum tijarah, hukum dagang, hukum nikah. Kalau haqiqah, ma'rifah adalah ilmu yang mendekatkan kita dengan lebih khusyu' kepada Allah Swt. Sekali lagi pemahaman tentang Allah itu dipadu dalam thariqah alawiyyah. Oleh sebab itu para habaib kita berjalan dengan thariqah alawiyyah, seperti banyak sekali Guru Mulia kita Al Musnid Al Habib Umar bin Hafidh juga Guru Mulia kita Al Habib Zein bin Ibrahim bin Smeith, Madinah, Guru Mulia kita Al Habib Salim bin Abdullah Syatiri, Tarim, Guru Mulia Kita Syekh Muhammad bin Alwi Al Maliki, dan juga para Kyai kita KH. Abdullah Syafi'ie, Muallim KH. Syafi'i Hadzami, KH. Nawawi Al Banteni alaihim rahmatullah ajmain, mereka didalam thariqah alawiyyah. Demikian para ulama dan habaib terdahulu. Luarbatang, kwitang, empang bogor dan lain sebagainya. Kesemuanya didalam thariqah alawiyyah. Mengikuti thariqah yang lainnya boleh – boleh saja, kalau tidak bertentangan dengan syari'ah Nabi Muhammad Saw, kalau bertentangan jangan diikuti. Demikian hadirin –hadirat yang dimuliakan Allah, jawaban dari saya dan kita lanjutkan dengan doa penutup dengan kalimat talqin dari Guru kita fadhilatul Sayyid Adda'iillaAllah Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Aththas. Tafadhol masykura

Washollallahu ala Sayyidina Muhammad Nabiyyil Ummiy wa Shohbihi wa Sallam.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sumber: Habib Munzir bin Fuad Al Musawa

www.majelisrasulullah.org

Read More

Senin, 01 Juni 2009

Menjawab Fitnah Agama Wahhaby Terhadap Blog Salafytobat (I-a)

20.17.00 0

Kini sekte sesat wahhaby, penyebar ajaran bid'ah "anti madzab" tidak henti-hentinya menghancurkan sendi-sendi agama. Mereka tidak heni-hentinya menyesatkan dan mengkafirkan amalan moyoritas muslim ahlusunnah (sunni). Tidak heran sehingga munculah ulama-ulama dan da'i yang mencoba membongkar kesesatan mereka, tapi ulama-ulama dan da'i-da'i yang haq ini terus mendapat tantangan dan fitnah dari sekte wahhaby yang mengaku-ngaku sebagai "salafy/darul hadits".

Pada tulisan ini kami akan membantah fitnah wahhaby terhadap blog ahlusunnahwww.salafytobat.wordpress.com.

I. Wahhaby katakan bahwa : "Tidak dalil (hadits) adanya ilmu laduni".

Jawaban :

Semua ilmu adalah dari Allah Swt., makhluq tidak akan memperoleh atau memiliki ilmu kalau tidak diberi oleh Allah SWT oleh karena itu hakikat semua ilmu adalah pemberian khusus dari Allah SWT, jadi semua ilmu adalah laduni/mauhub/pemberian khusus dari Allah Swt..

Melalui al-quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. asbab untuk mendapatkan ilmu bermacam-macam, yang paling utama ialah belajar. Belajar dengan ilmu agama hukumnya wajib sebagaimana dalam banyak diterangkan dalam hadits shahih dan ayat –ayat alqur'an. Selain dengan asbab "belajar", Allah juga berkuasa untuk memberikan ilmu tanpa belajar! Tapi dengan asbab yang lain.

A. Dalil-dalil ayat Al-qur'an tentang ilmu laduni/mauhub

1. "Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian" (Qs. Al baqarah ayat 282)

2. "Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami (jalan-jalan petunjuk). Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (QS Al'ankabut [69] ayat 69).

3. "Katakanlah (hai Muhammad Saw.) Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (QS Thaha [10] ayat 113).

4. "Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. "(QS. Al-qashash [28], ayat 7).

5. "Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu". (Al Kahfi: 65).

B. Hadits-hadits tentang ilmu mauhub/laduni

1. Hadits Bukhari -Muslim :

"Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar."(Muttafaqun 'alaihi)

2. Hadits At Tirmidzi :

"Ini bukan bisikan-bisikan syaithan, tapi ilmu laduni ini merubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam: "Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya Allah". (H.R At Tirmidzi).

3. Hadits riwayat Ali bin Abi Thalib Ra:

"Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah 'Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya".

4. Hadits riwayat Abu Dawud dan Abu Nu'man dalam kitab Al-Hilyah :

Nabi Muhammad Saw. bersabda yang maksudnya : "Barangsiapa mengikhlashkan dirinya kepada Allah (dalam beribadah) selama 40 hari maka akan zhahir sumber-sumber hikmah daripada hati melalui lidahnya". (HR. Abu Dawud dan Abu Nu'man dalam alhilyah).

5. Dalam kitab syarah al-hikam

Nabi SAW bersabda :" Barangsiapa Yang Mengamalkan Ilmu Yang Ia Ketahui Maka Allah Akan Memberikan Kepadanya Ilmu Yang Belum Ia Ketahui".

6. Dalam hadits majmu (Himpunan) hadist qudsy

Allah berfirman kepada Isa: "Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakaltanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan hati) dan 'ilm [1]." Isa bertanya: "Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan 'ilm?" Allah menjawab: "Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan 'ilmKu."

7. Dalam hadits qudsy (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn 'Abd al-Hakam wafat 257 H).

Allah mewahyukan kepada Isa As. untuk mengirimkan pendakwah ke para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat menyanggupinya, tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: "Saya tidak bisa berbicara dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya." Isa As. berkata: "Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut." Allah berfirman kepada Isa: "Aku akan mengatasi masalahmu ini." Maka Allah membuat para murid Isa bisa berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus

C. Cara mendapatkan ilmu dari Allah Swt.

Adapun asbab diberikannya ilmu /kefahaman oleh Allah adalah :

1. Belajar

Termasuk bertanya dengan para ulama. Hendaknya belajar dengan guru mursyid yang menjaga dzikir dan sunnah Nabi Muhammad SAW.

2. Takut Kepada Allah

kitab alhikam, syaikh ibnu athoillah alasykandary (kepala madrasah alazhar-asyarif abad 7 hijriah) menyebutkan nukilan ayat dari alqur'anulkarim :

"wataqullaha wayu'alimukumullah"

artinya : "Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian"(Qs. Al baqarah ayat 282)

3. Mengamalkan ilmu yang diketahui

Sebuah hadits dalam syarah kitab Al-hikam menyebutkan bahwa nabi muhammad saw bersabda :

"man 'amila bimaa 'alima waratshullahu 'ilma maa lam ya'lam"

Artinya : Nabi SAW bersabda :" Barangsiapa Yang Mengamalkan Ilmu Yang Ia Ketahui Maka Allah Akan Memberikan Kepadanya Ilmu Yang Belum Ia Ketahui".

Dalam hadis qudsi, Nabi Isa as. Juga bersabda:

"Isa As. berkata: "Buat kalian tidak ada gunanya mendapat ilmu yang belum kalian ketahui, selama kalian tidak beramal dengan ilmu yang telah kalian ketahui. Terlalu banyak ilmu hanya menumbuhkan kesombongan kalau kalian tidak beramal sesuai dengannya." [ Diriwayatkan oleh (Abu 'Abdallah Ahmad bin Muhammad al-Syaibani) Ibn Hanbal (... – 241 H), Kitab al-Zuhd, 327. Dan (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad) Al-Ghazali (... - 505 H), Ihya' 'Ulum al-Din, 1:69-70].

4. Tidak Mencintai Dunia

'alammah suyuti rah. berkata :"kamu menganggap bahwa ilmu mauhub adalah diluar kemampuan manusia. Namun hakikatnya bukanlah demikian, bahkan cara untuk menghasilkan ilmu ini adalah dengan beberapa asbab. Melalui ini Allah swt. telah menjanjikan ilmu tersebut. Asbab-asbab itu adalah seperti : beramal dengan ilmu yang diketahui, tidak mencintai dunia dan lain-lain…."

Sebagaimana dalam sebuah hadits, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya : "Barang siapa yang zuhud pada dunia (tidak cinta dunia), maka akan Allah berikan kepadanya ilmu tanpa Belajar" (Fadhilatusshadaqat). Cinta dunia adalah penyakit yang akan menghijab masuknya ilmu ke dalam hati. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. :

"Hubbudun-ya ra'su 'alu kulli khati'ah"

artinya : Cinta dunia adalah induk dari segala keburukan (perbuatan dosa).

5. Berdoa

Semua itu datang bagi Allah, maka Rasulullah mencontohkan kepada kita agar senantiasa berdoa agar diberikan ilmu dan hidayah dari Allah swt. , sebagaimana dalam al-qur'an disebutkan :

"Wa qul rabbi zidnii ilma"

Artinya : Allah Swt. Berfirman : "Katakanlah (hai Muhammad Saw.) Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (QS Thaha [10] ayat 113)

6. Berdakwah

Jika kita berdakwah (amr bil ma'ruf wa nahya 'anil munkar) atau mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran maka Allah akan berikan kepada kita 'ilm wa hilm ('ilmu dan kelembutan hati) langsung dari qudrat Allah swt. Sebagaimana Dalam surat al-'ankabut ayat terakhir :

"Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (QS Al'ankabut [69] ayat 69).

Lafadz " subulana" atau "jalan-jalan kami" bermakna juga "jalan-jalan petunjuk dari Allah" atau "jalan-jalan hidayah (ilmu-ilmu islam yang haq)".

Sebagaimana juga dalam hadits qudsi (kurang lebih maknanya) tatkala Allah menceritakan keutamaan umat akhir zaman kepada Nabi isa as., mereka memakai sarung pada perut-perut mereka, jika mereka berjalan di tanah rata mereka berdzikir "alhamdulillah", ditanah yang menanjak mereka berdzikir "allahuakbar" ,jika berjalan ditanah yang menurun mereka berdzikir "subhanallah" dan mereka mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (berdakwah) , padahal mereka tidak ada hilm dan 'ilm.

maka Nabi isa as. bertanya : "Bagaimana mereka akan berdakwah padahal mereka tidak punya hilm(kelembutan hati) dan 'ilm?

Maka Allah firmankan :"Aku sendiri yang akan memberikan kepada mereka ilm dan hilm"

Dalam riwayat yang lain disebutkan :

Allah berfirman kepada Isa As. : "Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakal tanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan hati) dan 'ilm ." Isa bertanya: "Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan 'ilm?" Allah menjawab: "Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan 'ilmKu." [Ucapan Nabi Isa as dalam kisah-kisah literature umat islam, Tarif Khalidi]

Mengenai kisah dakwah kaum hawariyyin (pengikut Nabi Isa as.) :

- Allah mewahyukan kepada Isa As. untuk mengirimkan pendakwah ke para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat menyanggupinya, tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: "Saya tidak bisa berbicara dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya." Isa berkata: "Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut." Allah berfirman kepada Isa: "Aku akan mengatasi masalahmu ini." Maka Allah membuat para murid Isa bisa berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus. (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn 'Abd al-Hakam wafat 257 H).

http://salafytobat.wordpress.com/2008/09/09/menjawab-fitnah-wahaby-1-ilmu-laduni-ilmu-mauhub/

II. Wahhaby katakan bahwa "Boleh mensifati Allah dengan sifat makhluq yaitu "sifat bertempat/memerlukan tempat/bersemayam/istiqrar"

Jawaban :

Allah Tanpa Tempat dan Arah

Allah ta'ala berfirman: "Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya (baik dari satu segi maupun semua segi), dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya". (Q.S. as-Syura: 11)

Ayat ini adalah ayat yang paling jelas dalam al Qur'an yang menjelaskan bahwa Allah sama sekali tidak menyerupai makhluk-Nya. Ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa alam (makhluk Allah) terbagi atas dua bagian; yaitu benda dan sifat benda. Kemudian benda terbagi menjadi dua, yaitu benda yang tidak dapat terbagi lagi karena telah mencapai batas terkecil (para ulama menyebutnya dengan al Jawhar al Fard), dan benda yang dapat terbagi menjadi bagian-bagian (jisim).

Benda yang terakhir ini terbagi menjadi dua macam;

1. 1. Benda Lathif: sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, ruh, angin dan sebagainya.

2. 2. Benda Katsif: sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat dan lain sebagainya.

Adapun sifat-sifat benda adalah seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada di tempat dan arah, duduk, turun, naik dan sebagainya. Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah ta'ala tidak menyerupai makhluk-Nya, bukan merupakan al Jawhar al Fard, juga bukan benda Lathif atau benda Katsif. Dan Dia tidak boleh disifati dengan apapun dari sifat-sifat benda. Ayat tersebut cukup untuk dijadikan sebagai dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah. Karena seandainya Allah mempunyai tempat dan arah, maka akan banyak yang serupa dengan-Nya. Karena dengan demikian berarti ia memiliki dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Sedangkan sesuatu yang demikian, maka ia adalah makhluk yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam dimensi tersebut.

Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda: "Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya". (H.R. al Bukhari, al Bayhaqi dan Ibn al Jarud).

Makna hadits ini bahwa Allah ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan), tidak ada sesuatu (selain-Nya) bersama-Nya. Pada azal belum ada angin, cahaya, kegelapan, 'Arsy, langit, manusia, jin, malaikat, waktu, tempat dan arah. Maka berarti Allah ada sebelum

terciptanya tempat dan arah, maka Ia tidak membutuhkan kepada keduanya dan Ia tidak berubah dari semula, yakni tetap ada tanpa tempat dan arah, karena berubah adalah ciri dari sesuatu yang baru (makhluk).

Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata:

"Allah ta'ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada tempat, Dia ada sebelum menciptakan makhluk, Dia ada dan belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala sesuatu".

Al Imam Fakhruddin ibn 'Asakir (W. 620 H) dalam risalah aqidahnya mengatakan : "Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan "Kapan ada-Nya ?", "Di mana Dia ?" atau "Bagaimana Dia ?", Dia ada tanpa tempat".

Maka sebagaimana dapat diterima oleh akal, adanya Allah tanpa tempat dan arah sebelum terciptanya tempat dan arah, begitu pula akal akan menerima wujud-Nya tanpa tempat dan arah setelah terciptanya tempat dan arah. Hal ini bukanlah penafian atas adanya Allah.

Al Imam al Bayhaqi (W. 458 H) dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat, hlm. 506, mengatakan: "Sebagian sahabat kami dalam menafikan tempat bagi Allah mengambil dalil dari sabda Rasulullah shalllallahu 'alayhi wa sallam:

Maknanya: "Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah al Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-Mu" (H.R. Muslim dan lainnya).



Jika tidak ada sesuatu di atas-Nya dan tidak ada sesuatu di bawah-Nya berarti Dia tidak bertempat".

Hadits Jariyah

Sedangkan salah satu riwayat hadits Jariyah yang zhahirnya member persangkaan bahwa Allah ada di langit, maka hadits tersebut tidak boleh diambil secara zhahirnya, tetapi harus ditakwil dengan makna yang sesuai dengan sifat-sifat Allah, jadi maknanya adalah Dzat yang

sangat tinggi derajat-Nya sebagaimana dikatakan oleh ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah, di antaranya adalah al Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim. Sementara riwayat hadits Jariyah yang maknanya shahih adalah:

Al Imam Malik dan al Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya salah seorang sahabat Anshar datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam dengan membawa seorang hamba

sahaya berkulit hitam, dan berkata: "Wahai Rasulullah sesungguhnya saya mempunyai kewajiban memerdekakan seorang hamba sahaya yang mukmin, jika engkau menyatakan bahwa hamba sahaya ini mukminah maka aku akan memerdekakannya, kemudian Rasulullah berkata kepadanya:Apakah engkau bersaksi tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah?Ia (budak) menjawab: "Ya", Rasulullah berkata kepadanya: Apakah engkau bersaksi bahwa saya adalah Rasul (utusan) Allah? Ia menjawab: "Ya", kemudian Rasulullah berkata: Apakah engkau beriman terhadap hari kebangkitan setelah kematian? ia menjawab : "Ya", kemudian Rasulullah berkata: Merdekakanlah dia".

Al Hafizh al Haytsami (W. 807 H) dalam kitabnya Majma' az-Zawa-id Juz I, hal. 23 mengatakan: "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih". Riwayat inilah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan dasar ajaran Islam, karena di antara dasar-dasar Islam bahwa orang yang hendak masuk Islam maka ia harus mengucapkan dua kalimat syahadat, bukan yang lain.

Tidak Boleh dikatakan Allah ada di atas 'Arsy atau ada di mana-mana

Senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhari di atas perkataan sayyidina Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya-:

Maknanya: "Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat" (Dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al Baghdadi dalam kitabnya al Farq bayna al Firaq h. 333).

Karenanya tidak boleh dikatakan Allah ada di satu tempat atau di mana-mana, juga tidak boleh dikatakan Allah ada di satu arah atau semua arah penjuru. Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'rani (W. 973 H) dalam kitabnya al Yawaqiit Wa al Jawaahir menukil perkataan Syekh Ali al Khawwash: "Tidak boleh dikatakan bahwa Allah ada di mana-mana".

Aqidah yang mesti diyakini bahwa Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat.

Al Imam Ali -semoga Allah meridlainya- mengatakan yang maknanya:"Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy (makhluk Allah yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya" (diriwayatkan oleh Abu Manshur

al Baghdadi dalam kitab al Farq bayna al Firaq, hal. 333)

Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- juga mengatakan yang maknanya:"Sesungguhnya yang menciptakan ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaan tentang tempat), dan yang menciptakan kayfa (sifat-sifat makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya

bagaimana" (diriwayatkan oleh Abu al Muzhaffar al Asfarayini dalam kitabnya at-Tabshir fi ad-Din, hal. 98).

A llah Maha suci dari Hadd

Maknanya: Menurut ulama tauhid yang dimaksud al mahdud (sesuatu yang berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang

terlihat dalam cahaya matahari yang masuk melalui jendela) mempunyai ukuran demikian juga 'Arsy, cahaya, kegelapan dan angin masing-masing mempunyai ukuran.

Al Imam Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- berkata yang maknanya:"Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)" (diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W. 430 H) dalam Hilyah al Auliya', juz I hal. 72).

Maksud perkataan sayyidina Ali tersebut adalah sesungguhnya berkeyakinan bahwa Allah adalah benda yang kecil atau berkeyakinan bahwa Dia memiliki bentuk yang meluas tidak berpenghabisan merupakan kekufuran.

Semua bentuk baik Lathif maupun Katsif, kecil ataupun besar memiliki tempat dan arah serta ukuran. Sedangkan Allah bukanlah benda dan tidak disifati dengan sifat-sifat benda, karenanya ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah mengatakan: "Allah ada tanpa tempat dan arah serta tidak mempunyai ukuran, besar maupun kecil". Karena sesuatu yang memiliki tempat dan arah pastilah benda. Juga tidak boleh dikatakan tentang Allah bahwa tidak ada yang mengetahui

tempat-Nya kecuali Dia. Adapun tentang benda Katsif bahwa ia mempunyai tempat, hal ini jelas sekali. Dan mengenai benda lathif bahwa ia mempunyai tempat, penjelasannya adalah bahwa ruang kosong yang diisi oleh benda lathif, itu adalah tempatnya. Karena definisi tempat adalah ruang kosong yang diisi oleh suatu benda.

Al Imam As-Sajjad Zayn al 'Abidin 'Ali ibn al Husain ibn 'Ali ibn Abi Thalib (38 H-94 H) berkata : "Engkaulah Allah yang tidak diliputi tempat", dan dia berkata: "Engkaulah Allah yang Maha suci dari hadd (benda, bentuk, dan ukuran)", beliau juga berkata : "Maha suci Engkau yang tidak bisa diraba maupun disentuh" yakni bahwa Allah tidak menyentuh sesuatupun dari makhluk-Nya dan Dia tidak disentuh oleh sesuatupun dari makhluk-Nya karena Allah bukan benda. Allah Maha suci dari sifat berkumpul, menempel, berpisah dan tidak berlaku jarak antara Allah dan makhluk-Nya karena Allah bukan benda dan Allah ada tanpa arah. (Diriwayatkan oleh al Hafizh az-Zabidi dalam al Ithaf dengan rangkaian sanad muttashil mutasalsil yang kesemua perawinya adalah Ahl al Bayt; keturunan Rasulullah).

Hal ini juga sebagai bantahan terhadap orang yang berkeyakinan Wahdatul Wujud dan Hulul.

Bantahan Ahlussunnah terhadap Keyakinan Tasybih; bahwa Allah bertempat, duduk atau bersemayam di atas 'Arsy.

Al Imam Abu Hanifah -semoga Allah meridlainya- berkata : "Barangsiapa yang mengatakan saya tidak tahu apakah Allah berada di langit ataukah berada di bumi maka dia telah kafir". (diriwayatkan oleh al Maturidi dan lainnya).

Al Imam Syekh al 'Izz ibn 'Abd as-Salam asy-Syafi'i dalam kitabnya "Hall ar-Rumuz" menjelaskan maksud Imam Abu Hanifah, beliau mengatakan : "Karena perkataan ini memberikan persangkaan bahwa Allah bertempat, dan barang siapa yang menyangka bahwa Allah bertempat maka ia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan

makhluk-Nya)". Demikian juga dijelaskan maksud Imam Abu Hanifah ini oleh al Bayadli al Hanafi dalam Isyarat al Maram.

Al Imam al Hafizh Ibn al Jawzi (W. 597 H) mengatakan dalam kitabnya Daf'u Syubah at-Tasybih :

Maknanya: "Sesungguhnya orang yang mensifati Allah dengan tempat dan arah maka ia adalah Musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan Makhluk-Nya) dan Mujassim (orang yang meyakini bahwa Allah adalah jisim: benda) yang tidak mengetahui sifat Allah".

Al Hafizh Ibnu Hajar al 'Asqalani (W. 852 H) dalam Fath al Bari Syarh Shahih al Bukhari mengatakan :

"Sesungguhnya kaum Musyabbihah dan Mujassimah adalah mereka yang mensifati Allah dengan tempat padahal Allah maha suci dari tempat".



Di dalam kitab al Fatawa al Hindiyyah, cetakan Dar Shadir, jilid II, h. 259 tertulis sebagai berikut: "Adalah kafir orang yang menetapkan tempat bagi Allah ta'ala ".

Juga dalam kitab Kifayah al Akhyar karya al Imam Taqiyyuddin al Hushni (W. 829 H), Jilid II, h. 202, Cetakan Dar al Fikr, tertulis sebagai berikut : "… hanya saja an-Nawawi menyatakan dalam bab Shifat ash-Shalat dari kitab Syarh al Muhadzdzab bahwa Mujassimah adalah kafir, Saya (al Hushni) berkata: "Inilah kebenaran yang tidak dibenarkan selainnya, karena tajsim (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan meyakini bahwa Allah adalah jisim –benda-) jelas menyalahi al Qur'an. Semoga Allah memerangi golongan Mujassimah dan Mu'aththilah (golongan yang menafikan sifat-sifat Allah), alangkah beraninya mereka menentang Allah yang berfirman tentang Dzat-Nya (Q.S. asy-Syura : 11) :

Maknanya: "Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan Dia disifati dengan sifat pendengaran dan penglihatan yang tidak menyerupai pendengaran dan penglihatan makhluk-Nya". Ayat ini jelas membantah kedua golongan tersebut".

Imam Abu Hanifah Mensucikan Allah dari Arah

Al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya- dalam kitabnya al Washiyyah berkata yang maknanya: "Bahwa penduduk surga melihat Allah ta'ala adalah perkara yang haqq (pasti terjadi) tanpa (Allah) disifati dengan sifat-sifat benda, tanpa menyerupai makhluk-Nya dan tanpa (Allah)berada di suatu arah"

Ini adalah penegasan al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya- bahwa beliau menafikan arah dari Allah ta'ala dan ini menjelaskan kepada kita bahwa ulama salaf mensucikan Allah dari tempat dan arah.

Imam Malik Mensucikan Allah dari sifat Duduk, Bersemayam atau semacamnya

Al Imam Malik –semoga Allah meridlainya– berkata: "Ar-Rahman 'ala al 'Arsy istawa sebagaimana Allah mensifati Dzat (hakekat)-Nya dan tidak boleh dikatakan bagaimana, dan kayfa (sifat-sifat makhluk) adalah mustahil bagi-Nya" (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma' Wa ash-Shifat).

Maksud perkataan al Imam Malik tersebut, bahwa Allah maha suci dari semua sifat benda seperti duduk, bersemayam, berada di suatu tempat dan arah dan sebagainya.nSedangkan riwayat yang mengatakan wa al Kayf Majhul adalah tidak benar dan Al Imam Malik tidak pernah mengatakannya.

Dzat Allah Tidak Bisa Dibayangkan

Al Imam asy-Syafi'i -semoga Allah meridlainya– berkata: "Barang siapa yang berusaha untuk mengetahui pengatur-Nya (Allah) hingga meyakini bahwa yang ia bayangkan dalam benaknya adalah Allah, maka dia adalah musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), kafir. Dan jika dia berhenti pada keyakinan bahwa tidak ada tuhan (yang mengaturnya) maka dia adalah mu'aththil -atheis- (orang yang meniadakan Allah). Dan jika berhenti pada keyakinan bahwa pasti ada pencipta yang menciptakannya dan tidak menyerupainya serta mengakui bahwa dia tidak akan bisa membayangkan-Nya maka dialah muwahhid (orang yangmentauhidkan Allah); muslim". (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dan lainnya)

Al Imam Ahmad ibn Hanbal dan al Imam Tsauban ibn Ibrahim Dzu an-Nun al Mishri, salah seorang murid terkemuka al Imam Malik -semoga Allah meridlai keduanya- berkata: "Apapun yang terlintas dalam benakmu (tentang Allah) maka Allah tidak menyerupai itu (sesuatu yang

terlintas dalam benak)" (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi dan al Khathib al Baghdadi)

Hukum Orang yang meyakini Tajsim; bahwa Allah adalah Benda

Syekh Ibn Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam al Minhaj al-Qawim h. 64, mengatakan: "Ketahuilah bahwasanya al Qarafi dan lainnya meriwayatkan perkataan asy-Syafi'i, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah -semoga Allah meridlai mereka- mengenai pengkafiran mereka terhadap orangorang yang mengatakan bahwa Allah di suatu arah dan dia adalah benda,

mereka pantas dengan predikat tersebut (kekufuran)".

Al Imam Ahmad ibn Hanbal –semoga Allah meridlainyamengatakan:

"Barang siapa yang mengatakan Allah adalah benda, tidak seperti benda-benda maka ia telah kafir" (dinukil oleh Badr ad-Din az-Zarkasyi (W. 794 H), seorang ahli hadits dan fiqh bermadzhab Syafi'I dalam kitab Tasynif al Masami' dari pengarang kitab al Khishal dari

kalangan pengikut madzhab Hanbali dari al Imam Ahmad ibn Hanbal). Al Imam Abu al Hasan al Asy'ari dalam karyanya an-Nawadir mengatakan : "Barang siapa yang berkeyakinan bahwa Allah adalah benda maka ia telah kafir, tidak mengetahui Tuhannya".

As-Salaf ash-Shalih Mensucikan Allah dari Hadd, Anggota badan, Tempat, Arah dan Semua Sifat-sifat Makhluk

Al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227-321 H) berkata: "Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupunbesar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya).

Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut".

Perkataan al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi di atas merupakan Ijma' (konsensus) para sahabat dan Salaf (orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama hijriyah).

Diambil dalil dari perkataan tersebut bahwasanya bukanlah maksud dari mi'raj bahwa Allah berada di arah atas lalu Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam naik ke atas untuk bertemu

dengan-Nya, melainkan maksud mi'raj adalah memuliakan Rasulullah shalalllahu 'alayhi wasallam dan memperlihatkan kepadanya keajaiban makhluk Allah sebagaimana dijelaskan dalam al Qur'an surat al Isra ayat 1. Juga tidak boleh berkeyakinan bahwa Allah mendekat kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam sehingga jarak antara keduanya dua hasta atau lebih dekat, melainkan yang kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam di saat mi'rajadalah Jibril 'alayhissalam, sebagaimana diriwayatkan oleh al Imam al Bukhari (W. 256 H) dan lainnya dari as-Sayyidah 'Aisyah -semoga Allah meridlainya-, maka wajib dijauhi kitab Mi'raj Ibnu 'Abbas dan Tanwir al Miqbas min Tafsir Ibnu 'Abbas karena keduanya adalah kebohongan belaka yang dinisbatkan kepadanya.

Sedangkan ketika seseorang menengadahkan kedua tangannya ke arah langit ketika berdoa, hal ini tidak menandakan bahwa Allah berada di arah langit. Akan tetapi karena langit adalah kiblat berdoa dan merupakan tempat turunnya rahmat dan barakah. Sebagaimana apabila seseorang ketika melakukan shalat ia menghadap ka'bah. Hal ini tidak berarti bahwa Allah berada di dalamnya, akan tetapi karena ka'bah adalah kiblat shalat. Penjelasan seperti ini dituturkan oleh para ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah seperti al Imam al Mutawalli (W. 478 H) dalam kitabnya al Ghun-yah, al Imam al Ghazali (W. 505 H) dalam kitabnya Ihya 'Ulum ad-Din, al Imam an-Nawawi (W. 676 H) dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim, al Imam Taqiyy ad-Din as-Subki (W.

756 H) dalam kitab as-Sayf ash-Shaqil dan masih banyak lagi.

Perkataan al Imam at-Thahawi tersebut juga merupakan bantahan terhadap pengikut paham Wahdah al Wujud yang berkeyakinan bahwa Allah menyatu dengan makhluk-Nya atau pengikut paham Hulul yang berkeyakinan bahwa Allah menempati makhluk-Nya. Dan ini adalah kekufuran berdasarkan Ijma' (konsensus) kaum muslimin sebagaimana dikatakan oleh al Imam as-Suyuthi (W. 911 H) dalam karyanya al Hawi li al Fatawi dan lainnya, juga para panutan kita ahli tasawwuf sejati seperti al Imam al Junaid al Baghdadi (W. 297 H), al Imam Ahmad ar-Rifa'i (W. 578 H), Syekh Abdul Qadir al Jilani (W. 561 H) dan semua Imam tasawwuf sejati, mereka selalu memperingatkan masyarakat akan orang-orang yang berdusta sebagai pengikut tarekat tasawwuf dan meyakini aqidah Wahdah al Wujud dan Hulul.

Al Imam ath-Thahawi juga mengatakan:

"Barangsiapa menyifati Allah dengan salah satu sifat manusia maka ia telah kafir".

Di antara sifat-sifat manusia adalah bergerak, diam, turun, naik, duduk, bersemayam, mempunyai jarak, menempel, berpisah, berubah, berada pada satu tempat dan arah, berbicara dengan huruf, suara dan bahasa dan sebagainya. Maka orang yang mengatakan bahwa bahasa

Arab atau bahasa-bahasa selain bahasa Arab adalah bahasa Allah atau mengatakan bahwa kalam Allah yang azali (tidak mempunyai permulaan) dengan huruf, suara atau semacamnya, dia telah

menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Dan barang siapa yang menyifati Allah dengan salah satu dari sifat-sifat manusia seperti yang tersebut di atas atau semacamnya ia telah terjerumus dalam kekufuran.

Begitu juga orang yang meyakini Hulul dan Wahdah al Wujud telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.

Aqidah Imam Abul Hasan al Asy'ari

Al Imam Abu al Hasan al Asy'ari (W. 324 H) –semoga Allah meridlainya- berkata: "Sesungguhnya Allah ada tanpa tempat" (diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma wa ash-Shifat).Beliau juga mengatakan: "Tidak boleh dikatakan bahwa Allah ta'ala di satu tempat atau di semua tempat". Perkataan al Imam al Asy'ari ini dinukil oleh al Imam Ibnu Furak (W. 406 H) dalam karyanya al Mujarrad.

Ini adalah salah satu bukti yang menunjukkan bahwa kitab al Ibanah yang dicetak dan tersebar sekarang dan dinisbatkan kepada al Imam Abu al Hasan al Asy'ari telah banyak dimasuki sisipan-sisipan palsu dan penuh kebohongan, maka hendaklah dijauhi kitab tersebut.

Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat

Al Imam Ahmad ar-Rifa'i (W. 578 H) dalam al Burhan al Muayyad berkata:"Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yang mutasyabihat sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran".

Mutasyabihat artinya nash-nash al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam yang dalam bahasa arab mempunyai lebih dari satu arti dan tidak boleh diambil secara

zhahirnya, karena hal tersebut mengantarkan kepada tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), akan tetapi wajib dikembalikan maknanya sebagaimana perintah Allah dalam al Qur'an pada ayat-ayat yang Muhkamat, yakni ayat-ayat yang mempunyai satu makna dalam bahasa Arab, yaitu makna bahwa Allah tidak menyerupai segala sesuatu dari makhluk-Nya.

Ayat Istiwa'

Di antara ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak boleh diambil secara zhahirnya adalah firman Allah ta'ala (surat Thaha: 5):

Ayat ini tidak boleh ditafsirkan bawa Allah duduk (jalasa) atau bersemayam atau berada di atas 'Arsy dengan jarak atau bersentuhan dengannya. Juga tidak boleh dikatakan bahwa Allah duduk tidak seperti duduk kita atau bersemayam tidak seperti bersemayamnya kita, karena duduk dan bersemayam termasuk sifat khusus benda sebagaimana yang dikatakan oleh al Hafizh al Bayhaqi (W. 458 H), al Imam al Mujtahid Taqiyyuddin as-Subki (W. 756 H) dan al Hafizh Ibnu Hajar (W. 852 H) dan lainnya. Kemudian kata istawa sendiri dalam bahasa Arab memiliki 15 makna. Karena itu kata istawa tersebut harus ditafsirkan dengan makna yang layak bagi Allah dan selaras dengan ayat-ayat Muhkamat.

Berdasarkan ini, maka tidak boleh menerjemahkan kata istawa ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa lainnya karena kata istawa mempunyai 15 makna dan tidak mempunyai padan kata (sinonim) yang mewakili 15 makna tersebut. Yang diperbolehkan adalah menerjemahkan maknanya, makna kata istawa dalam ayat tersebut adalah qahara (menundukkan atau menguasai).

Dengan ini diketahui bahwa tidak boleh berpegangan kepada "al Qur'an dan Terjemahnya" yang dicetak oleh Saudi Arabia karena di dalamnya banyak terdapat penafsiran dan terjemahan yang menyalahi aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah seperti ketika mereka menerjemahkan istawa dengan bersemayam, padahal Allah maha suci dari duduk, bersemayam dan semua sifat makhluk. Mereka juga menafsirkan Kursi dalam surat al Baqarah:255 dengan tempat letak telapak kaki-Nya, padahal Allah maha suci dari anggota badan, kecil maupun besar, seperti ditegaskan oleh al Imam ath-Thahawi dalam al 'Aqidah ath-Thahawiyyah.

Al Imam Ali –semoga Allah meridlainya- mengatakan: "Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya".

Maka ayat tersebut di atas (surat Thaha: 5) boleh ditafsirkan dengan qahara (menundukkan dan menguasai) yakni Allah menguasai 'Arsy sebagaimana Dia menguasai semua makhluk-Nya. Karena al Qahr adalah merupakan sifat pujian bagi Allah. Dan Allah menamakan dzat-Nya al Qahir dan al Qahhar dan kaum muslimin menamakan anak-anak mereka 'Abdul Qahir dan 'Abdul Qahhar. Tidak seorangpun dari umat Islam yang menamakan anaknya 'Abd al jalis (al jalis adalah nama bagi yang duduk). Karena duduk adalah sifat yang sama-sama dimiliki oleh manusia, jin, hewan dan malaikat. Penafsiran di atas tidak berarti bahwa Allah sebelum itu tidak menguasai 'arsy kemudian menguasainya, karena al Qahr adalah sifat Allah yang azali (tidak

mempunyai permulaan) sedangkan 'arsy adalah merupakan makhluk yang baru (yang mempunyai permulaan). Dalam ayat ini, Allah menyebut 'arsy secara khusus karena ia adalah makhluk Allah yang paling besar bentuknya. Riwayat yang Sahih dari Imam Malik tentang Ayat Istiwa' Al Imam Malik ditanya mengenai ayat tersebut di atas, kemudian beliau menjawab:

Maknanya: "Dan tidak boleh dikatakan bagaimana dan al kayf /bagaimana (sifat-sifat benda) mustahil bagi Allah". (diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat)

Maksud perkataan al Imam Malik tersebut, bahwa Allah maha suci dari semua sifat benda seperti duduk, bersemayam dan sebagainya. Sedangkan riwayat yang mengatakan wal Kayf Majhul

adalah tidak benar.

Penegasan Imam Syafi'i tentang Orang yang Berkeyakinan Allah duduk di atas 'Arsy

Ibn al Mu'allim al Qurasyi (W. 725 H) menyebutkan dalam karyanya Najm al Muhtadi menukil perkataan al Imam al Qadli Najm ad-Din dalam kitabnya Kifayah an-Nabih fi Syarh at-Tanbih bahwa ia menukil dari al Qadli Husayn (W. 462 H) bahwa al Imam asy-Syafi'I menyatakan kekufuran orang yang meyakini bahwa Allah duduk di atas 'arsy dan tidak boleh shalat (makmum) di belakangnya.

Ulama Ahlussunnah yang Mentakwil Istiwa'

Kalangan yang mentakwil istawa dengan qahara adalah para ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah. Di antaranya adalah al Imam 'Abdullah ibn Yahya ibn al Mubarak (W. 237 H) dalam kitabnya

Gharib al Qur'an wa Tafsiruhu, al Imam Abu Manshur al Maturidi al Hanafi (W. 333 H) dalam kitabnya Ta'wilat Ahlussunnah Wal Jama'ah, az-Zajjaj, seorang pakar bahasa Arab (W. 340 H) dalam kitabnya Isytiqaq Asma Allah, al Ghazali asy-Syafi'i (W. 505 H) dalam al Ihya, al Hafizh Ibn al Jawzi al Hanbali (W. 597 H) dalam kitabnya Daf'u Syubah at-Tasybih, al Imam Abu 'Amr ibn al Hajib al Maliki (W. 646 H) dalam al Amaali an-Nahwiyyah, Syekh Muhammad Mahfuzh at-Termasi al Indonesi asy-Syafi'i (W. 1285-1338 H) dalam Mawhibah dzi al Fadll, Syekh Muhammad Nawawi al Jawi al Indonesi asy-Syafi'i (W. 1314 H-1897) dalam kitabnya at-Tafsir al Munir dan masih banyak lagi yang lainnya. Inkonsistensi Orang yang Memahami Ayat Istiwa' secara Zhahirnya Dan orang yang mengambil ayat mutasyabihat ini secara zhahirnya, apakah yang akan ia katakan tentang ayat 115 surat al Baqarah.

Jika orang itu mengambil zhahir ayat ini berarti maknanya: "ke arah manapun kalian menghadap, di belahan bumi manapun, niscayaAllah ada di sana". Dengan ini berarti keyakinannya saling bertentangan.

Akan tetapi makna ayat di atas bahwa seorang musafir yang sedang melakukan shalat sunnah di atas hewan tunggangan, ke arah manapun hewan tunggangan itu menghadap selama arah tersebut adalah arah tujuannya maka – فثم وجه الله – di sanalah kiblat Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid (W. 102 H) murid Ibn Abbas. Takwil Mujahid ini diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dalam al Asma' Wa ash-Shifat.Rata Kanan

Download kitab aqidah ini ada 111 halaman, dalam bhs indonesia, penerbit syahamah press dgn kata pengantar ulama2 sunni :

http://darulfatwa.org.au/languages/Indonesian/Kitab_Al-%5EAqidah_print3.pdf

admin.darussalaf@*****.com

Read More

Post Top Ad