Post Top Ad
Kamis, 21 Mei 2015
Rotib Haddad Amalan Nusantara
Selasa, 21 April 2015
INDAHNYA PERBEDAAN PENDAPAT PADA MASA DAHULU
INDAHNYA PERBEDAAN PENDAPAT PADA MASA DAHULU
Kamis, 21 Februari 2013
Kisah Kemuliaan Guru Mulia al-Habib Umar bin Hafidz
Selasa, 13 Maret 2012
#IndonesiaTanpaJIL Melawan JIL ala Habib Munzir
Pertanyaan: Assalamualaikum
semoga dirimu diberi kesehatan dan keberrkahan selalu guruku yang mulia,
Saya mahasiswa UIN Jakarta, Bib,
saya mohon di kuatkan imtak saya, karena berbagai aliran sesat berkembang disana dan Islam liberal sangat pesat!!! saya takut terjebak dalam lingkup tersebut, apa yang harus saya lakukan?? teman-teman saya telah terjebak didalamnya? bagai,ama menyadarkannya???
Rabu, 19 Oktober 2011
Al Habib Ahmad bin Ali Assegaf (Majelis Ta'lim Annurl Kassyaf)
Senin, 14 Februari 2011
Maulid menurut Rasulullah SAW, Sahabat Ra, dan para Imam dan Muhadist
Ketika kita membaca kalimat di atas maka di dalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).
Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta,
mabuk - mabukkan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan
lainnya, demikian adat istiadat di seluruh dunia.
Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
Sabtu, 31 Juli 2010
( صحيح البخاري )
Datang seseorang (Abu Dzarr ra) kepada Nabi saw dan bertanya :
“wahai Rasulullah, sedekah yang seperti apa yang paling besar pahalanya?”,
Sabda Rasulullah saw : “Yaitu Kau bersedekah sedangkan kau dalam keadaan sangat menjaga hartamu, sedang berhemat, sedang takut miskin, sedang ingin kaya dan berkecukupan, maka jangan kau tunda (menahan sedekah jika sedang demikian itu), hingga jika sudah sampai di akhir nafasmu di tenggorokanmu (disaat kematian) baru kau katakan hartaku untuk si fulan sekian, untuk si fulan sekian (saat itu sedekah sangat kecil pahalanya) (Shahih Bukhari)
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلّمَّ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِيْ هَذَا الْجَمْعِ اْلعَظِيْمِ
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata'ala yang Maha luhur, yang Maha membuka gerbang gerbang keluhuran, yang demikian berpijar
Kamis, 08 Juli 2010
Hadist Dho’if dan hadis “Janganlah kamu menulis hadits, Tuliskanlah Alqur’an”
Sebagian dari kaum muslimin mendudukan hadist dho’if seperti halnya hadist maudhu’ atau buatan lantas bagaimana kedudukan hadist itu sendiri dalam hukum islam dan bagaimana kita menyikapi hadist dho’if itu?
Jawab:
Hadits dho’if tidaklah sama dengan hadits maudhu’. Hadits dho’if adalah hadits yang bersumber dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, bukan hadits yang dikarang-karang atau yang dibuat-buat oleh sembarang manusia. Hanya saja salah satu pemangkunya (sanadnya) ada yang terputus sehingga hadits itu menjadi dhoif, tapi tetap saja hadits dhoif bukan hadits palsu!
Kamis, 01 Juli 2010
Nabi saw Mi'raj Ke Langit
لَمَّا عُرِجَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِلَى السَّمَاءِ، قَالَ رسول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَتَيْتُ عَلَى نَهَرٍ، حَافَتَاهُ قِبَابُ اللُّؤْلُؤِ، مُجَوَّفًا فَقُلْتُ مَا هَذَا يَا جِبْرِيلُ..؟، قَالَ هَذَا الْكَوْثَرُ
( صحيح البخاري )
Dari Anas ra berkata :
" Ketika nabi saw diangkat untuk Mikraj ke Langit, bersabda Rasulullah saw : aku telah mengunjungi sebuah sungai, yg dikelililingi kubah kubah Mutiara yg berongga rongga” ". ( Shahih Al Bukhari )
Selasa, 08 Juni 2010
Shalat Rasulullah Yang Terakhir Sebelum Wafat
(صحيح البخاري)
Sungguh Abdullah bin Umar ra berkata :
Nabi saw mengimami kami shalat Isya yang terakhir dalam hidup beliau saw, ketika selesai shalat, beliau saw berdiri dan bersabda: “Kalian lihatkan malam kalian ini?, maka sungguh 100 tahun yang akan datang, tak tersisa satupun di daratan bumi” (Shahih Bukhari)
Kamis, 21 Januari 2010
Sejarah Solawat Badar
Shalatullah salamullah ala toha rasulillah
Shalatullah salamullah ala yasin habibillah…
Hampir bisa dipastikan semua orang Nahdlatul Ulama kenal dengan shalawat ini – Shalawat Badar. Shalawat ini adalah shalawat yang banyak sekali faedahnya, menjadi sumber kekuatan dan pertolongan dan wasilah kepada Rasulullah SAW. Tetapi tak banyak yang tahu bahwa shalawat ini diilhamkan kepada seorang Kyai asli Indonesia dari NU, yakni Kyai Ali Mansur, yang semasa hidupnya menjabat sebagai pengurus NU Banyuwangi, Jatim.
Senin, 11 Januari 2010
Sejuta Pemuda Putihkan Jakarta Bersama Guru Mulia
Sunday, 10 January 2010
Dua perhelatan spektakuler digelar secara marathon oleh Majelis Shalawat dan Dzikir pemuda terbesar di Jakarta yaitu Majelis Rasulullah SAW. Sebuah Majelis yang sangat aktif membina para pemuda untuk selalu mengedepankan kedamaian dan keluhuran dalam setiap aktifitasnya. Dan sudah seringkali membuat acara-acara Dzikir dan Shalawat Akbar bukan hanya di seantero wilayah Jabodetabek bahkan hingga jauh ke pelosok kota luar Jabodetabek.
Sabtu, 31 Oktober 2009
Berpindah-pindah Madzhab?Bolehkah?
Sudah menjadi issue masalah berpindah-pindah Madzhab dlm fiqih sering menjadi perdebatan. Sering dikatakan Talfiq. Dan sering ditentang. Apakah Talfiq sama dengan berpindah-pindah madzhab? Apakah berpindah-pindah madzhab boleh?
Sebenarnya apa dan bagaimana Talfiq, mengapa ditentang?
Artikel berikut ini memberikan penambahan wawasan dlm kajian fiqih yg telah dirumuskan oleh para fuqoha. Artikel ini dinukil dari Taudhihul Adillah, kompilasi 100 tanya-jawab masalah agama, karya ulama besar Betawi, alm. Mu'allim KH M Syafi'i Hadzami.
Intinya boleh berpindah-pindah madzhab, tapi jangan dlm 1 topik/masalah apalagi penggabungan tsb bersifat kontradiktif.
Hanya saja, banyak saudara-saudara kita, terutama di kalangan Nahdhiyyin dan yg sepemahaman.....cenderung tidak ingin berpindah-pindah atau menggabung-gabungkan madzhab dlm fiqih, karena kehati-hatian, juga sebagai adab penghormatan thd para pemuka madzhab, serta untuk mencari barokah.
Dan ini masuk akal sekali, mengingat para pemuka madzhab yg merumuskan madzhab/methodologi tsb mempunyai kapasitas yg luar biasa dlm keilmuan keagamaan, dan mempunyai pengetahuan yg komprehensif, serta mereka adalah generasi yg terdekat dgn para salafus-sholih (generasi sahabat, tabi'in, dan tabi'ut-tabi'in).
Berbeda dengan saudara-saudara kita yg lain, terutama di kalangan Muhammadiyah, Persis, dll...cenderung melakukan tarjih - mencari yg paling baik/kuat/utama dari beberapa pendapat..mencari dalil yg terunggul. Karena diutamakan mencari dan melakukan yg terbaik, yg paling utama, yg paling unggul. Terlebih bila ada kemampuan utk mewujudkan hal tsb.
Dan tarjih tsb pun umumnya dilakukan oleh mereka yg punya kompetensi ('alim 'ulama, fuqoha), bukan macam orang awam seperti kita. Serta juga mereka menyadari bahwa jangan sampai terjadi kontradiksi atau ketidaksesuaian antar pendapat (fatwa) mereka, terutama thd masalah yg saling terkait (misal: sholat dan thoharoh, lebih spesifik antara berwudhu dan topik terkait hadats plus najis dsb).
Semoga menambah wawasan. Dan semoga mendewasakan kita, sehingga kita tidak larut dlm perdebatan yg sia-sia terkait masalah furu'iyyah. Semoga bisa meningkatkan husnudz-Dzhoon kita thd yg berbeda pendapat.
Walloohu A'lam bis-showab.
Astaghfirullooh lii wa lakum.
Wassalam,
Nugon
(notes utk moderator milis mualafindonesia, jika topik ini dianggap boleh dikonsumsi mualaf, mohon diposting ke milis)
Kebanyakan sumber permasalahan adalah cara berkomunikasi!!!
http://nugon19.blogs.
http://nugon19.multiply.com/
Minggu, 05 Juli 2009
Waspada! Pengaruh Liberalisme dan Sekulerisme di Era Digital
Gambar Zaman Modern
Liberalisme dan Sekulerisme di Tengah Gempuran Informasi
Di era digital yang dipenuhi dengan arus informasi yang deras, kita harus semakin waspada terhadap pengaruh liberalisme dan sekulerisme yang dapat menyusup ke dalam kehidupan kita. Liberalisme, dengan penekanannya pada kebebasan individu tanpa batas, dan sekulerisme, yang memisahkan agama dari kehidupan publik, dapat menggerus nilai-nilai agama dan moralitas.
Media Sosial: Antara Manfaat dan Mudarat
Teknologi, khususnya media sosial, memiliki peran ganda. Di satu sisi, media sosial memudahkan kita untuk berkomunikasi, mengakses informasi, dan bahkan belajar agama. Namun di sisi lain, media sosial juga menjadi sarana penyebaran konten negatif, seperti pornografi, kekerasan, dan paham-paham yang menyimpang, termasuk liberalisme dan sekulerisme.
Filter Informasi: Peran Orang Tua dan Pendidikan
Orang tua dan lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam membimbing generasi muda untuk memanfaatkan teknologi dengan bijak. Orang tua perlu mengajarkan anak-anak untuk menyaring informasi, memilih konten yang bermanfaat, dan membatasi penggunaan media sosial.
Pendidikan agama yang kuat juga menjadi tameng bagi generasi muda agar tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham yang menyimpang. Sekolah dan lembaga pendidikan agama harus mampu membekali siswa dengan pemahaman agama yang komprehensif dan relevan dengan tantangan zaman.
Majelis Taklim: Oase di Tengah Kekeringan Spiritual
Menyeimbangkan Dunia Maya dan Dunia Nyata
Kesimpulan
Di era digital ini, kita harus lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi. Mari kita manfaatkan teknologi untuk kebaikan, seperti belajar agama, berdakwah, dan mempererat silaturahmi. Kita juga perlu memperkuat pendidikan agama dan memakmurkan majelis taklim sebagai benteng dari pengaruh liberalisme, sekulerisme, dan paham-paham menyimpang lainnya.
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-
konten lama
Indonesia Negara Liberal dan Sekuler?
Secara sadar atau tidak sadar kita menuju kepada pemikiran Liberal dan Sekuler
mengapa saya menulis demikian? bukankah negara kita ini negara yang agamis?
sesuai dengan Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa?
ya semenjak dekade reformasi dan sebelumnya kita telah dicekoki oleh informasi-informasi yang sangat menjurus kepada faham liberalisme dan sekulerisme, dilihat dari apa yang masuk di rumah kita melalui alat informasi yang bernama televisi, sudah banyak dari kita mengetahui bahwa jarang sekali acara televisi menyajikan acara yang agamis, yang disiarkan hanya acara yang banyak mengumbar aurat, sinetron tentang percintaan, kehidupan yang bebas seperti kaum liberal dan sekuler lainnya.
anak-anak dijejali dengan film anak-anak / kartun mulai jam 18.00 sampai 19.00 bahkan lewat,
acara malam hari yang penuh dengan maksiat mata, goyangan birahi dan percintaan. bagaimana kita bisa mengajarkan anak-anak kita ilmu agama pada jam tersebut, jika mereka asyik dengan tontonan yang bukan tuntunan? demikian dari rumah saja anak-anak kita akan mengikuti pikiran para kaum liberal dan sekuler.
lalu ditambah dengan sekolah-sekolah negeri gratis yang minim sekali pendidikan agamanya, yang mengakibatkan madrasah swasta dan pesantren swasta semakin lama muridnya akan semakin sedikit dan bahkan tidak ada murid sama sekali, bangkrutlah madrasah dan pesantren tersebut. madrasah negeri juga tidak banyak di negeri ini, dan saya belum pernah mendengar pesantren negeri di negeri yang kita cintai ini!
bagaimana kita menyikapi sebagian dari perantara-perantara pemikiran kaum liberal dan sekuler tersebut?
mungkin yang hanya bisa saya katakan hanya ini, ajak saudara dan keluarga kita ke majelis-majelis taklim dan zikir untuk membendung dan menetralisir pemahaman-pemahaman Liberalisme dan Sekulerisme memasukin rumah kita.
kita bisa memakmurkan majelis taklim untuk lebih mensyiarkan agama Islam yang beberapa tahun ini mulai berkembang berkat kegigihan para dai dan Habaib muda dan atas berkat dorongan dari guru-guru mereka untuk berjuang mengenalkan Allah, Rasulullah SAW dan juga mengenalkan Islam ahlussunah waljamaah. seperti Majelis Rasulullah SAW(Hb. Munzir bin Fuad Al Musawa), Nurul Musthofa(Hb. Hasan bin ja'far assegaf), Al Anwar(Hb. Muhammad Syahab) dan majelis lainnya.
kita bisa juga mengajak saudara-saudara lainnya untuk meminta/berkirim email/telephone kepada redaksi stasiun televisi-televisi di indonesia untuk menyiarkan majelis-majelis yang telah saya sebut di atas untuk di siarkan langsung di televisi. kenapa saya berkata seperti ini? Alhabib Munzir bin Fuad Al Musawa pernah bertanya kepada salah satu redaksi stasiun televisi, mereka menyiarkan acara sesuai minat para pemirsa di rumah, jika pemirsa ingin tayangan pornografi maka televisi menyiarkan tayangan goyang erotis, film yang mengumbar aurat. oleh karena itu dengan banyak permintaan dari pemirsa untuk menyiarkan tayangan yang agamis seperti siaran langsung majelis taklim dan tayangan agamis lainnya, mau tidak mau media akan menyiarkannya/menyesuaikan dengan pemirsa juga. (bersambung)
alafwaminkum wassalamu'laikum wr. wb.
Selasa, 02 Juni 2009
Menjawab Fitnah Agama Wahhaby Terhadap Blog Salafytobat (I-a)
Kini sekte sesat wahhaby, penyebar ajaran bid'ah "anti madzab" tidak henti-hentinya menghancurkan sendi-sendi agama. Mereka tidak heni-hentinya menyesatkan dan mengkafirkan amalan moyoritas muslim ahlusunnah (sunni). Tidak heran sehingga munculah ulama-ulama dan da'i yang mencoba membongkar kesesatan mereka, tapi ulama-ulama dan da'i-da'i yang haq ini terus mendapat tantangan dan fitnah dari sekte wahhaby yang mengaku-ngaku sebagai "salafy/darul hadits".
Pada tulisan ini kami akan membantah fitnah wahhaby terhadap blog ahlusunnahwww.salafytobat.wordpress.com.
I. Wahhaby katakan bahwa : "Tidak dalil (hadits) adanya ilmu laduni".
Jawaban :
Semua ilmu adalah dari Allah Swt., makhluq tidak akan memperoleh atau memiliki ilmu kalau tidak diberi oleh Allah SWT oleh karena itu hakikat semua ilmu adalah pemberian khusus dari Allah SWT, jadi semua ilmu adalah laduni/mauhub/pemberian khusus dari Allah Swt..
Melalui al-quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. asbab untuk mendapatkan ilmu bermacam-macam, yang paling utama ialah belajar. Belajar dengan ilmu agama hukumnya wajib sebagaimana dalam banyak diterangkan dalam hadits shahih dan ayat –ayat alqur'an. Selain dengan asbab "belajar", Allah juga berkuasa untuk memberikan ilmu tanpa belajar! Tapi dengan asbab yang lain.
A. Dalil-dalil ayat Al-qur'an tentang ilmu laduni/mauhub
1. "Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian" (Qs. Al baqarah ayat 282)
2. "Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami (jalan-jalan petunjuk). Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (QS Al'ankabut [69] ayat 69).
3. "Katakanlah (hai Muhammad Saw.) Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (QS Thaha [10] ayat 113).
4. "Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul. "(QS. Al-qashash [28], ayat 7).
5. "Dan kami telah ajarkan kepadanya (Nabi khidhir) dari sisi Kami suatu ilmu". (Al Kahfi: 65).
B. Hadits-hadits tentang ilmu mauhub/laduni
1. Hadits Bukhari -Muslim :
"Dahulu ada beberapa orang dari umat-umat sebelum kamu yang diberi ilham. Kalaulah ada satu orang dari umatku yang diberi ilham pastilah orang itu Umar."(Muttafaqun 'alaihi)
2. Hadits At Tirmidzi :
"Ini bukan bisikan-bisikan syaithan, tapi ilmu laduni ini merubah firasat seorang mukmin, bukankah firasat seorang mukmin itu benar? Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam: "Hati-hati terhadap firasat seorang mukmin. Karena dengannya ia melihat cahaya Allah". (H.R At Tirmidzi).
3. Hadits riwayat Ali bin Abi Thalib Ra:
"Ilmu batin merupakan salah satu rahasia Allah 'Azza wa Jalla, dan salah satu dari hukum-hukum-Nya yang Allah masukkan kedalam hati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya".
4. Hadits riwayat Abu Dawud dan Abu Nu'man dalam kitab Al-Hilyah :
Nabi Muhammad Saw. bersabda yang maksudnya : "Barangsiapa mengikhlashkan dirinya kepada Allah (dalam beribadah) selama 40 hari maka akan zhahir sumber-sumber hikmah daripada hati melalui lidahnya". (HR. Abu Dawud dan Abu Nu'man dalam alhilyah).
5. Dalam kitab syarah al-hikam
Nabi SAW bersabda :" Barangsiapa Yang Mengamalkan Ilmu
6. Dalam hadits majmu (Himpunan) hadist qudsy
Allah berfirman kepada Isa: "Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakaltanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan hati) dan 'ilm [1]." Isa bertanya: "Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan 'ilm?" Allah menjawab: "Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan 'ilmKu."
7. Dalam hadits qudsy (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn 'Abd al-Hakam wafat 257 H).
Allah mewahyukan kepada Isa As. untuk mengirimkan pendakwah ke para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat menyanggupinya, tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: "Saya tidak bisa berbicara dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya." Isa As. berkata: "Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut." Allah berfirman kepada Isa: "Aku akan mengatasi masalahmu ini." Maka Allah membuat para murid Isa bisa berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus
C. Cara mendapatkan ilmu dari Allah Swt.
Adapun asbab diberikannya ilmu /kefahaman oleh Allah adalah :
1. Belajar
Termasuk bertanya dengan para ulama. Hendaknya belajar dengan guru mursyid yang menjaga dzikir dan sunnah Nabi Muhammad SAW.
2. Takut Kepada Allah
kitab alhikam, syaikh ibnu athoillah alasykandary (kepala madrasah alazhar-asyarif abad 7 hijriah) menyebutkan nukilan ayat dari alqur'anulkarim :
"wataqullaha wayu'alimukumullah"
artinya : "Dan Takutlah kepada Allah niscaya Allah akan mengajari kalian"(Qs. Al baqarah ayat 282)
3. Mengamalkan ilmu yang diketahui
Sebuah hadits dalam syarah kitab Al-hikam menyebutkan bahwa nabi muhammad saw bersabda :
"man 'amila bimaa 'alima waratshullahu 'ilma maa lam ya'lam"
Artinya : Nabi SAW bersabda :" Barangsiapa Yang Mengamalkan Ilmu
Dalam hadis qudsi, Nabi Isa as. Juga bersabda:
"Isa As. berkata: "Buat kalian tidak ada gunanya mendapat ilmu yang belum kalian ketahui, selama kalian tidak beramal dengan ilmu yang telah kalian ketahui. Terlalu banyak ilmu hanya menumbuhkan kesombongan kalau kalian tidak beramal sesuai dengannya." [ Diriwayatkan oleh (Abu 'Abdallah Ahmad bin Muhammad al-Syaibani) Ibn Hanbal (... – 241 H), Kitab al-Zuhd, 327. Dan (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad) Al-Ghazali (... - 505 H), Ihya' 'Ulum al-Din, 1:69-70].
4. Tidak Mencintai Dunia
'alammah suyuti rah. berkata :"kamu menganggap bahwa ilmu mauhub adalah diluar kemampuan manusia. Namun hakikatnya bukanlah demikian, bahkan cara untuk menghasilkan ilmu ini adalah dengan beberapa asbab. Melalui ini Allah swt. telah menjanjikan ilmu tersebut. Asbab-asbab itu adalah seperti : beramal dengan ilmu yang diketahui, tidak mencintai dunia dan lain-lain…."
Sebagaimana dalam sebuah hadits, bahwa Nabi SAW bersabda yang artinya : "Barang siapa yang zuhud pada dunia (tidak cinta dunia), maka akan Allah berikan kepadanya ilmu tanpa Belajar" (Fadhilatusshadaqat). Cinta dunia adalah penyakit yang akan menghijab masuknya ilmu ke dalam hati. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. :
"Hubbudun-ya ra'su 'alu kulli khati'ah"
artinya : Cinta dunia adalah induk dari segala keburukan (perbuatan dosa).
5. Berdoa
Semua itu datang bagi Allah, maka Rasulullah mencontohkan kepada kita agar senantiasa berdoa agar diberikan ilmu dan hidayah dari Allah swt. , sebagaimana dalam al-qur'an disebutkan :
"Wa qul rabbi zidnii ilma"
Artinya : Allah Swt. Berfirman : "Katakanlah (hai Muhammad Saw.) Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan" (QS Thaha [10] ayat 113)
6. Berdakwah
Jika kita berdakwah (amr bil ma'ruf wa nahya 'anil munkar) atau mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran maka Allah akan berikan kepada kita 'ilm wa hilm ('ilmu dan kelembutan hati) langsung dari qudrat Allah swt. Sebagaimana Dalam
"Dan orang-orang yang berjuang di jalan kami (berjihad dan mendakwahkan agama) maka akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ihsan (muhsinin) (QS Al'ankabut [69] ayat 69).
Lafadz " subulana" atau "jalan-jalan kami" bermakna juga "jalan-jalan petunjuk dari Allah" atau "jalan-jalan hidayah (ilmu-ilmu islam yang haq)".
Sebagaimana juga dalam hadits qudsi (kurang lebih maknanya) tatkala Allah menceritakan keutamaan umat akhir zaman kepada Nabi isa as., mereka memakai sarung pada perut-perut mereka, jika mereka berjalan di tanah rata mereka berdzikir "alhamdulillah", ditanah yang menanjak mereka berdzikir "allahuakbar" ,jika berjalan ditanah yang menurun mereka berdzikir "subhanallah" dan mereka mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (berdakwah) , padahal mereka tidak ada hilm dan 'ilm.
maka Nabi isa as. bertanya : "Bagaimana mereka akan berdakwah padahal mereka tidak punya hilm(kelembutan hati) dan 'ilm?
Maka Allah firmankan :"Aku sendiri yang akan memberikan kepada mereka ilm dan hilm"
Dalam riwayat yang lain disebutkan :
Allah berfirman kepada Isa As. : "Aku akan mengirimkan satu umat setelahmu (ummat Muhammad Saw.), yang jika Aku murah hati pada mereka, mereka bersyukur dan bertahmid, dan jika Aku menahan diri, mereka sabar dan tawakal tanpa [harus] mempunyai hilm (kemurahan hati) dan 'ilm ." Isa bertanya: "Bagaimana mereka bisa seperti itu ya Allah, tanpa hilm dan 'ilm?" Allah menjawab: "Aku memberikan mereka sebagian dari hilmKu dan 'ilmKu." [Ucapan Nabi Isa as dalam kisah-kisah literature umat islam, Tarif Khalidi]
Mengenai kisah dakwah kaum hawariyyin (pengikut Nabi Isa as.) :
- Allah mewahyukan kepada Isa As. untuk mengirimkan pendakwah ke para raja di dunia. Dia mengirimkan para muridnya. Murid-muridnya yang dikirim ke wilayah yang dekat menyanggupinya, tetapi yang dikirim ke tempat yang jauh berkeberatan untuk pergi dan berkata: "Saya tidak bisa berbicara dalam bahasa dari penduduk yang engkau mengirimkan aku kepadanya." Isa berkata: "Ya Allah, aku telah memerintahkan murid-muridku apa yang Kau perintahkan, tetapi mereka tidak menurut." Allah berfirman kepada Isa: "Aku akan mengatasi masalahmu ini." Maka Allah membuat para murid Isa bisa berbicara dalam bahasa tempat tujuan mereka diutus. (Kitab Futuh Mishr wa Akhbaruha, Ibn 'Abd al-Hakam wafat 257 H).
http://salafytobat.wordpress.
II. Wahhaby katakan bahwa "Boleh mensifati Allah dengan sifat makhluq yaitu "sifat bertempat/memerlukan tempat/bersemayam/istiqrar"
Jawaban :
Allah Tanpa Tempat dan Arah
1. 1. Benda Lathif: sesuatu yang tidak dapat dipegang oleh tangan, seperti cahaya, kegelapan, ruh, angin dan sebagainya.
2. 2. Benda Katsif: sesuatu yang dapat dipegang oleh tangan seperti manusia, tanah, benda-benda padat dan lain sebagainya.
Adapun sifat-sifat benda adalah seperti bergerak, diam, berubah, bersemayam, berada di tempat dan arah, duduk, turun, naik dan sebagainya. Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa Allah ta'ala tidak menyerupai makhluk-Nya, bukan merupakan al Jawhar al Fard, juga bukan benda Lathif atau benda Katsif. Dan Dia tidak boleh disifati dengan apapun dari sifat-sifat benda. Ayat tersebut cukup untuk dijadikan sebagai dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan arah. Karena seandainya Allah mempunyai tempat dan arah, maka akan banyak yang serupa dengan-Nya. Karena dengan demikian berarti ia memiliki dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Sedangkan sesuatu yang demikian, maka ia adalah makhluk yang membutuhkan kepada yang menjadikannya dalam dimensi tersebut.
Al Imam Abu Hanifah dalam kitabnya al Fiqh al Absath berkata:
"Allah ta'ala ada pada azal (keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada tempat, Dia ada sebelum menciptakan makhluk, Dia ada dan belum ada tempat, makhluk dan sesuatu dan Dia pencipta segala sesuatu".
Al Imam Fakhruddin ibn 'Asakir (W. 620 H) dalam risalah aqidahnya mengatakan : "Allah ada sebelum ciptaan, tidak ada bagi-Nya sebelum dan sesudah, atas dan bawah, kanan dan kiri, depan dan belakang, keseluruhan dan bagian-bagian, tidak boleh dikatakan "Kapan ada-Nya ?", "Di mana Dia ?" atau "Bagaimana Dia ?", Dia ada tanpa tempat".
Maknanya: "Engkau azh-Zhahir (yang segala sesuatu menunjukkan akan ada-Nya), tidak ada sesuatu di atas-Mu dan Engkaulah al Bathin (yang tidak dapat dibayangkan) tidak ada sesuatu di bawah-Mu" (H.R. Muslim dan lainnya).
Hadits Jariyah
Al Imam Malik dan al Imam Ahmad meriwayatkan bahwasanya salah seorang sahabat Anshar datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam dengan membawa seorang hamba
Al Hafizh al Haytsami (W. 807 H) dalam kitabnya Majma' az-Zawa-id Juz I, hal. 23 mengatakan: "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih". Riwayat inilah yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan dasar ajaran Islam, karena di antara dasar-dasar Islam bahwa orang yang hendak masuk Islam maka ia harus mengucapkan dua kalimat syahadat, bukan yang lain.
Senada dengan hadits yang diriwayatkan oleh al Bukhari di atas perkataan sayyidina Ali ibn Abi Thalib -semoga Allah meridlainya-:
Maknanya: "Allah ada (pada azal) dan belum ada tempat dan Dia (Allah) sekarang (setelah menciptakan tempat) tetap seperti semula, ada tanpa tempat" (Dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al Baghdadi dalam kitabnya al Farq bayna al Firaq h. 333).
Karenanya tidak boleh dikatakan Allah ada di satu tempat atau di mana-mana, juga tidak boleh dikatakan Allah ada di satu arah atau semua arah penjuru. Syekh Abdul Wahhab asy-Sya'rani (W. 973 H) dalam kitabnya al Yawaqiit Wa al Jawaahir menukil perkataan Syekh Ali al Khawwash: "Tidak boleh dikatakan bahwa Allah ada di mana-mana".
Aqidah yang mesti diyakini bahwa Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat.
Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- juga mengatakan yang maknanya:"Sesungguhnya yang menciptakan ayna (tempat) tidak boleh dikatakan bagi-Nya di mana (pertanyaan tentang tempat), dan yang menciptakan kayfa (sifat-sifat makhluk) tidak boleh dikatakan bagi-Nya
Maknanya: Menurut ulama tauhid yang dimaksud al mahdud (sesuatu yang berukuran) adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk baik kecil maupun besar. Sedangkan pengertian al hadd (batasan) menurut mereka adalah bentuk baik kecil maupun besar. Adz-Dzarrah (sesuatu yang
Al Imam Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- berkata yang maknanya:"Barang siapa beranggapan (berkeyakinan) bahwa Tuhan kita berukuran maka ia tidak mengetahui Tuhan yang wajib disembah (belum beriman kepada-Nya)" (diriwayatkan oleh Abu Nu'aym (W. 430 H) dalam Hilyah al Auliya', juz I hal. 72).
Al Imam As-Sajjad Zayn al 'Abidin 'Ali ibn al Husain ibn 'Ali ibn Abi Thalib (38 H-94 H) berkata : "Engkaulah Allah yang tidak diliputi tempat", dan dia berkata: "Engkaulah Allah yang Maha suci dari hadd (benda, bentuk, dan ukuran)", beliau juga berkata : "Maha suci Engkau yang tidak bisa diraba maupun disentuh" yakni bahwa Allah tidak menyentuh sesuatupun dari makhluk-Nya dan Dia tidak disentuh oleh sesuatupun dari makhluk-Nya karena Allah bukan benda. Allah Maha suci dari sifat berkumpul, menempel, berpisah dan tidak berlaku jarak antara Allah dan makhluk-Nya karena Allah bukan benda dan Allah ada tanpa arah. (Diriwayatkan oleh al Hafizh az-Zabidi dalam al Ithaf dengan rangkaian sanad muttashil mutasalsil yang kesemua perawinya adalah Ahl al Bayt; keturunan Rasulullah).
Al Imam Abu Hanifah -semoga Allah meridlainya- berkata : "Barangsiapa yang mengatakan saya tidak tahu apakah Allah berada di langit ataukah berada di bumi maka dia telah kafir". (diriwayatkan oleh al Maturidi dan lainnya).
Maknanya: "Sesungguhnya orang yang mensifati Allah dengan tempat dan arah maka ia adalah Musyabbih (orang yang menyerupakan Allah dengan Makhluk-Nya) dan Mujassim (orang yang meyakini bahwa Allah adalah jisim: benda) yang tidak mengetahui sifat Allah".
"Sesungguhnya kaum Musyabbihah dan Mujassimah adalah mereka yang mensifati Allah dengan tempat padahal Allah maha suci dari tempat".
Al Imam Abu Hanifah –semoga Allah meridlainya- dalam kitabnya al Washiyyah berkata yang maknanya: "Bahwa penduduk surga melihat Allah ta'ala adalah perkara yang haqq (pasti terjadi) tanpa (Allah) disifati dengan sifat-sifat benda, tanpa menyerupai makhluk-Nya dan tanpa (Allah)berada di suatu arah"
Dzat Allah Tidak Bisa Dibayangkan
Syekh Ibn Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam al Minhaj al-Qawim h. 64, mengatakan: "Ketahuilah bahwasanya al Qarafi dan lainnya meriwayatkan perkataan asy-Syafi'i, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah -semoga Allah meridlai mereka- mengenai pengkafiran mereka terhadap orangorang yang mengatakan bahwa Allah di suatu arah dan dia adalah benda,
Al Imam Abu Ja'far ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227-321 H) berkata: "Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupunbesar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya).
Al Imam ath-Thahawi juga mengatakan:
Begitu juga orang yang meyakini Hulul dan Wahdah al Wujud telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
Al Imam Abu al Hasan al Asy'ari (W. 324 H) –semoga Allah meridlainya- berkata: "Sesungguhnya Allah ada tanpa tempat" (diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam al Asma wa ash-Shifat).Beliau juga mengatakan: "Tidak boleh dikatakan bahwa Allah ta'ala di satu tempat atau di semua tempat". Perkataan al Imam al Asy'ari ini dinukil oleh al Imam Ibnu Furak (W. 406 H) dalam karyanya al Mujarrad.
Ini adalah salah satu bukti yang menunjukkan bahwa kitab al Ibanah yang dicetak dan tersebar sekarang dan dinisbatkan kepada al Imam Abu al Hasan al Asy'ari telah banyak dimasuki sisipan-sisipan palsu dan penuh kebohongan, maka hendaklah dijauhi kitab tersebut.
Ayat Muhkamat dan Mutasyabihat
Di antara ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak boleh diambil secara zhahirnya adalah firman Allah ta'ala (
Dengan ini diketahui bahwa tidak boleh berpegangan kepada "al Qur'an dan Terjemahnya" yang dicetak oleh Saudi Arabia karena di dalamnya banyak terdapat penafsiran dan terjemahan yang menyalahi aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah seperti ketika mereka menerjemahkan istawa dengan bersemayam, padahal Allah maha suci dari duduk, bersemayam dan semua sifat makhluk. Mereka juga menafsirkan Kursi dalam surat al Baqarah:255 dengan tempat letak telapak kaki-Nya, padahal Allah maha suci dari anggota badan, kecil maupun besar, seperti ditegaskan oleh al Imam ath-Thahawi dalam al 'Aqidah ath-Thahawiyyah.
Al Imam Ali –semoga Allah meridlainya- mengatakan: "Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya".
Maknanya: "Dan tidak boleh dikatakan bagaimana dan al kayf /bagaimana (sifat-sifat benda) mustahil bagi Allah". (diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dalam kitabnya al Asma wa ash-Shifat)
Penegasan Imam Syafi'i tentang Orang yang Berkeyakinan Allah duduk di atas 'Arsy
Jika orang itu mengambil zhahir ayat ini berarti maknanya: "ke arah manapun kalian menghadap, di belahan bumi manapun, niscayaAllah ada di
Akan tetapi makna ayat di atas bahwa seorang musafir yang sedang melakukan shalat sunnah di atas hewan tunggangan, ke arah manapun hewan tunggangan itu menghadap selama arah tersebut adalah arah tujuannya maka – فثم وجه الله – di sanalah kiblat Allah sebagaimana yang dikatakan oleh Mujahid (W. 102 H) murid Ibn Abbas. Takwil Mujahid ini diriwayatkan oleh al Hafizh al Bayhaqi dalam al Asma' Wa ash-Shifat.
Download kitab aqidah ini ada 111 halaman, dalam bhs
http://darulfatwa.org.au/
admin.darussalaf@*****.com