CUPI CRYPTO: Manakib

Crypto & Blockchain Business Practitioner ➡️ https://linktr.ee/cupi | SEO Expert ➡️ majelis.info | Let's collaborate and achieve success together!

ads

Hot

Post Top Ad

Tampilkan postingan dengan label Manakib. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manakib. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Juni 2009

Dua Matahari Rahmat Ilahi

10.01.00 0
Oleh Al Habib Munzir bin Fuad Al Musawa

ImageImageAhad 21 Juni 2009, selepas subuh dan dzikir saya meluncur ke Bandara Soekarno hatta menuju Malang Jawa Timur keberangkatan Garuda pk 6.30 pagi, tidak lain karena panggilan keluhuran untuk menghadiri Haul Al Al Hafidh Al Musnid Alhabib Abdullah bin Abdulqadir Balfaqih, dan haul ayahandanya yaitu Al Hafidh Al Musnid Alhabib Abdulqadir bin Ahmad Balfaqih, penerbangan lancar dan tepat waktu, perjalanan Jakarta Malang ditempuh dalam waktu 1.25 menit, dalam perjalanan saya melihat Kekarnya Gunung Bromo dari atas pesawat dan pemandangan indah lainnya yg sangat cocok untuk tamasya dan tafakkur alam walau hanya dari atas pesawat.

Saya tiba pk 8.00 pagi di Bandara Angkatan Udara Abdurrahman Saleh, Malang Jawa Timur

Saya singgah terlebih dahulu di kediaman Hb Husein Mauladdawilah yg sangat dekat dg posisi acara, lalu meneruskan ke acara di Ma;had Darul Hadits Alfaqihiyyah yg dihadiri lebih dari 50 ribu hadirin dari pelbagai wilayah, Denpasar, Jakarta, Malaysia, Banjarmasin, Madura, dan banyak lagi.

Acara demi acara berlanjut, sampai waktu menunjukkan pk 11.15 wib, saya direncanakan untuk memberikan ceramah pula, namun saya melihat teriknya matahari siang itu, lebih lagi waktu sudah mulai mencapai puncak panas, saya merasa kurang berkenan menyampaikan tausiah,

Namun panitya tetap meneruskan rencananya agar saya menyampaikan tausiyah, saya menuju podium dg hati yg galau, hadirin tentu sudah kepanasan, bagaimana saya menyampaikan tausiah pula, namun ketika saya mulai berdiri di podium, seakan akan dihadapan saya muncul dua matahari yg sangat terang benderang dan dua matahari itu membentuk wajah Al Hafidh Al Musnid Alhabib Abdullah dan ayahandanya.

Maka semua rencana materi yg akan saya sampaikan hilang, saya hanya terus mengikuti lisan untuk berbicara sekenanya tentang indahnya dua matahari tsb, (dua ulama agung tsb) pewaris Matahari Risalah, sayyidina Muhammad saw.

Putra Mahkota dari Al Habib Abdullah Balfaqih adalah Assayyid Abdulqadir, Assayyid Muhammad, dan Assayyid Abdurrahman, ketiganya hadir dan menyemerakkan acara tsb.

Diantara penjelasan dalam ringkasan Manakib yg dibacakan adalah bahwa Alhabib Abdullah dan ayahnya (alaihima Rahmatullah) adalah Mursyid Thariqah Alawiyyah, maka murid muridnya pun dituntun untuk mengikuti Thariqah Alawiyyah, yg sejalan dg Alqur'an dan sunnah.

Acara selesai beberapa menit sebelum adzan dhuhur, ribuan massa mengerubuti karung dosa ini., dan saya kembali ke kediaman hb Husein Mauladdawilah dg tubuh seakan hancur sebab kerubutan massa, Hb Husein menyediakan kamar khusus, saya berwudhu dan saya rasakan air yg sangat sejuk, maka selepas wudhu saya rebahkan diri di kamar tsb krn kelelahan dan kira kira 50 menit terlelap , saya keluar kamar dan sudah ditunggu banyak tamu yg ingin beramah tamah sesaat dan foto bersama, lalu pk 13.30 wib menuju Bandara Abdurrahman Saleh untuk kembali ke Jakarta.

Risalah ini saya tulis diatas ketinggian ribuan meter dari permukaan, disampingku gumpalan gumpalan awan dan gunung gunung kokoh sebagai lambang kekuatan Allah swt, bagaikan para wali Allah dan Ulama yg bagaikan gunung gunung penguat ummat, sebagai lambang kekuatan Allah swt di dunia dan akhirat.

Rabbiy Munajat dan Doaku untuk para putra mahkota yg menjadi tonggak tonggak harapan di Ma'had Darul Hadits Al Faqihiyah, Alhabib Abdulqadir bin Abdullah, Alhabib Muhammad bin Abdullah, Alhabib Abdurrahman bin Abdulllah, jadikan mereka pelopor kebangkitan pembenahan dakwah Sayyidina Muhammad saw di wilayah Malang khususnya dan diseluruh wilayah muslimin,

Rabbiy sungguh dua matahari Mu disana telah kau pulangkan ke pangkuan Kasih Sayang Mu, namun jadikan rahmat Mu yg terbit pada kami dari keberadaan mereka tetap abadi pada kami, menuntun kami menuju keluhuran dan kebahagiaan, dunia dan akhirat, amiin

Amiin.


















Your Ad Here






Read More

Kamis, 20 November 2008

Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki (1365-1425 H / - 2004M)

07.13.00 0

Sayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki, dekat Bab As-salam.Ayah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Al-Maliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”. Begitu pula ayah beliau adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.Setelah wafat Sayyid Alwi Almaliki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universitas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim dan pondok di rumah beliau.Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama. Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 beliau yang masuk ke dalam pemerintahan.Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula beliau telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengan thariqahnya. Dalam kehidupannya beliau selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Beliau tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka.Tulisan BeliauDi samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll. Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus buah kitab. Beliau telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, social serta sejarah, dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang: Aqidah:1. Mafahim Yajib an Tusahhah 2. Manhaj As-salaf fi Fahm An-Nusus 3. At-Tahzir min at-Takfir 4. Huwa Allah 5. Qul Hazihi Sabeeli 6. Sharh ‘Aqidat al-‘Awam Tafsir:1. Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an 2. Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la 3. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran 4. Hawl Khasa’is al-Quran Hadith:1. Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif 2. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith 3. Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi 4. Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik Sirah:1. Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil 2. Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah 3. ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif 4. Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah 5. Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah 6. Zikriyat wa Munasabat 7. Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra Usul:1. Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh 2. Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh 3. Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah Fiqh:1. Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha 2. Labbayk Allahumma Labbayk 3. Al-Ziyarah al-Nabawiyyah bayn al-Shar‘iyyah wa al-Bid‘iyyah 4. Shifa’ al-Fu’ad bi Ziyarat Khayr al-‘Ibad 5. Hawl al-Ihtifal bi Zikra al-Mawlid al-Nabawi al-Sharif 6. Al-Madh al-Nabawi bayn al-Ghuluww wa al-Ijhaf Tasawwuf:1. Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar 2. Abwab al-Faraj 3. Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar 4. Al-Husun al-Mani‘ah 5. Mukhtasar Shawariq al-Anwar Lain-lain:1. Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah) 2. Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis) 3. Nazrat al-Islam ila al-Riyadah (Sukan dalam Islam) 4. Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Teknik Dawah) 5. Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga) 6. Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam) 7. Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman) 8. Kashf al-Ghumma (Ganjaran Membantu Muslimin) 9. Al-Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan) 10. Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan) 11. Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah) 12. Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi) 13. Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk beliau, As-Sayyid Abbas) 14. Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa beliau, As-Sayyid Alawi) 15. Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah) 16. Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah) Daftar buku di atas merupakan beberapa kitab As-Sayyid Muhammad yang telah dihasilkan dan diterbitkan. Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan banyak penghasilan turath yang telah dikaji, dan diterbitkan buat pertama kali, dengan nota kaki dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat berguna. Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka. Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf. Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri“ di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah“, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.Pada tg 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.Beliau wafat meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alwi, Ali, al- Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu disini .Beliau wafat hari jumat tg 15 ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulallah Khadijah binti Khuailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat.Semoga kita bisa meneladani beliau.Amien.Sayyid Al-Maliki: Pembina Ulama di IndonesiaPengantar Redaksi:Berbicara tentang pesantren di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, serta para kyai dan ulama pengasuhnya, tak bisa dilepaskan dari sang ‘aliim dari Makkah ini, (Almarhum) as-Sayyid As-Syaikh Muhammad ibn ‘Alawi ibn ‘Abbas al-Maliki al-Hasani al-Makki. Seorang ‘aliim yang mewarisi pekerjaan dakwah ayahanda dan kakekndanya, membina para santri dari berbagai daerah dan negara di dunia Islam, di tanah suci ummat Islam, Makkah al-Mukarromah. Ayahanda (atau mungkin Kakeknda) beliau adalah salah satu guru dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari, KH. Abdullah Faqih Langitan, dan lain-lain. Dunia Islam kehilangan salah satu ulama terbesarnya di abad ini, setelah wafatnya beliau medio Ramadan tahun 1425H yang lalu. Muslimdelft.nl menampilkan biografi beliau, sebagai ulama pertama dari luar Indonesia yang kami muat di rubrik biografi ini. Insya Allah, kita akan membaca beberapa kenangan dan kisah hidup beliau dari beberapa murid dan santri yang pernah mendapatkan ilmu dan barakah lewat beliau. Selamat membaca dan menikmati!Tentang as-Sayyid Muhammad ibn ‘Alawioleh Dr. G. F. HaddadAs-Syaikh as-Sayyid Dr. Muhammad ibn as-Sayyid ‘Alawi ibn as-Sayyid ‘Abbas ibn as-Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asY-Syadzili adalah seorang pendidik Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan cahaya dari Rumah Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam di zaman kita saat ini, seorang ‘alim kontemporer dalam ilmu hadits, ‘alim mufassir (penafsir) Quran, Fiqh, doktrin (‘aqidah), tasawwuf, dam biografi Nabawi (sirah), beliau saat ini adalah otoritas yang paling dihormati di kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah di Ibu dari segala kota. Baik ayahandanya (wafat 1971 CE) maupun kakek beliau adalah para imam dan pimpinan para khatib (penceramah) di Kota Suci Makkah., seperti juga Sayyid Muhammad sendiri sejak permulaan 1971 hingga 1983, saat mana beliau dicekal dari kedudukannya setelah penerbitan kitab beliau Mafahim Yujib an Tusahhah.Sayyid Muhammad dididik semenjak kecil oleh ayahanda beliau dalam sumber-sumber keislaman, selain pula oleh ulama-ulama Makkah terkemuka lainnya, seperti Sayyid Amin Kutbi, Hassan Masshat, Muhammad Nur Sayf, Sa’id Yamani, dan lain-lain. Beliau memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadits dengan penghargaan tertinggi dari Jami’ al-Azhar di Mesir, saat beliau baru berusia dua puluh lima tahun. Beliau kemudian melakukan perjalanan dalam rangka mengejar studi Hadits ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, Yaman, dan juga anak benua Indo-Pakistani, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazat) dan rantai transmissi (isnad) dari Imam Habib Ahmad Mashhur al-Haddad, Syaikh Hasanayn Makhluf, Ghumari bersaudara dari Marokko, Syaikh Dya’uddin Qadiri di Madinah, Mawlana Zakariyya Kandihlawi, dan banyak lainnya.Shaykh Sayyid Muhammad telah mengarang lebih dari seratus buku, monograf, dan artikel-artikel dan bahasa Arab tentang berbagai topic dalam ilmu-ilmu keislaman. Di antara karya-karya beliau yang paling terkenal, adalah:• Abwab al-Faraj (“Gerbang-gerbang Pengiriman”) [Kairo: Dar al-Ja’fari, tanpa tahun], sebuah manual yang mendeskripsikan tentang doa munajah, dan bacaan untuk berbagai situasi dari Qur’an, Sunnah, dan para Imam Islam, disertai deskripsi akan adab/tata cara bagi sang pendoa. Buku ini berisi pula resep yang berharga untuk membaca Fatihah secara sering.• Al Anwar al-Bahiyyah min Isra’ wa Mi’raj Khayr al-Bariyya (“Cahaya-cahaya Menakjubkan dari Perjalanan Malam dan Naiknya Sang Ciptaan Terbaik”) [edisi kedua, Riyadh: tanpa penerbit, 1998], sebuah monograph yang mengumpulkan seluruh riwayat-riwayat sahih tentang perjalanan malam (Isra’) Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam serta naiknya beliau ke langit (Mi’raj) dalam suatu narasi tunggal.• Al-Bayan wa at-Ta’rif fi Dzikra al-Mawlid as-Syarif (“Penjelasan dan Definisi Perayaan Mawlid yang Mulia”) [diterbitkan as-Sayyid Muhammad Alawi 1995], sebuah antologi singkat akan teks dan sya’ir yang terkait dengan subjek Mawlid.• Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi as-Syarif (“Berkaitan dengan Peringatan Hari Kelahiran Nabi sall-allahu ‘alaihi wasallam”) [ed. 10, Cairo: Dar Jawami’ al-Kalim, 1998], kumpulan detail dari bukti dan dalil yang diajukan ulama akan kebolehan merayakan mawlid. [untuk topik ini, lihat pula kitab karya ‘Izz ad-Din Husayn as-Syaikh, al-Adilla as-Syar’iyya fi Jawaz al-Ihtifal bi Milad Khayrul Bariyya] (1993).• Al-Husun al-Mani’a (“Benteng-genteng Tak Terkalahkan”), sebuah buklet tentang ibadah harian yang dipilih dari Sunnah dan praktek para Salaf.• Huwa Allah (“(Dia adalah Allah)”), sebuah statement akan doktrin Sunni untuk menolak penyimpangan kaum anthropomorphisme (mujassimah).• Khulasa Shawariq al-Anwar min Ad’iya as-Sada al-Akhyar (“Ringkasan Cahaya-cahaya yang Terbit dari Doa-doa Shuyukh Terpilih”), sebuah manual munajat diambil dari Sunnah dan para Imam Islam. Berisi antara lain doa-doa bernilai tinggi, seperti hizb Imam an-Nawawi yang dimulai dengan kata-kata:Dengan nama Allah, Allah Maha Besar! Aku berkata atas diriku, agamaku, istri-istriku, anak-anakku, hartaku, teman-temanku, Agama mereka, dan harta mereka, seribu kali “Tak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah Yang Tinggi Yang Agung.”• Al-Madh an-Nabawi Bayn al-Ghuluww wa al-Insaf (“Pujian pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, Antara Berlebihan dan Kepantasan”) [Kairo: Dar Wahdan, tanpa tanggal], sebuah studi dengan contoh-contoh dari Qur’an, Hadits, Komentar-komentar, dan sya’ir menunjukkan bahwa memuji Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam adalah bagian dari kesempurnaan Islam seseorang, dan bukannya sebagaimana kalian mereka yang dengki, berlawanan dengan hadits: “Jangan memujiku berlebihan (laa tutruunii) seperti kaum Kristen memuji berlebihan ‘Isa bin Maryam [yaitu dengan menuhankannya].” [diriwayatkan dari ‘Umar oleh Bukhari, Ahmad, Malik, dan ad-Darimi].• Mafahim Yujib an Tusahhah (“Koreksi-koreksi yang Perlu atas Beberapa Kesalahpahaman”) [ed. 10, Madinah 1999], mungkin adalah pernyataan kontemporer paling penting dari Ahl as-Sunnah atas ajaran-ajaran “Salafi”. Dalam buku ini, Syaikh Muhammad ibn ‘Alawi menuliskan bukti-bukti dan posisi dari Imam-Imam AhlusSunnah terhadap topik-topik seperti tasawwuf, tawassul, syafa’at Nabi Sall-Allahu ‘alaihi wasallam, peringatan hari kelahiran beliau atau Mawlid, mazhab Asy’ari, dan lain-lain dengan dokumentasi yang ekstensif, termasuk dari sumber-sumber yang diklaim sebagai autoritatif bagi Salafi sendiri.• Mafhum at-Tatawwur wa at-Tajdid fi Shari’a al-Islamiyya (“Apa yang Dimaksud dengan Pertumbuhan dan Pembaharuan dalam Hukum Islam”).• Manhaj as-Salaf fi Fahm an-Nusus Bayn an-Nazariyya wa at-Tatbiq (“Metodologi para Pendahulu dalam Memahami Teks: Teori dan Praktik”), karya terakhir beliau, sebuah kelanjutan dan update dari Mafahim.• Muhammad sall-allahu ‘alayhi wasallam al-Insan al-Kamil (“Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam Manusia Sempurna”) [ed. 4 Madina: Matabi’ ar-Rasyid, 1990], suatu ringkasan komprehensif akan sifat-sifat (atribut) Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam dengan penyampaian seperti kitab-kitab Syamail [e.g. at-Tirmidzi, as-Syama’il; al-Qadi ‘Iyad, as-Syifa’; al-Baghawi, al-Anwar fi Syama’il an-Nabi al-Mukhtar; Abu Nu’aym, al-Bayhaqi, dan lainnya: Dala’il an-Nubuwwah, al-Qastallani, al-Mawahib al-Laduniyya dan komentarnya oleh az-Zurqani; as-Suyuti, al-Khasa’is al-Kubra dan ar-Riyad an-Aniqa; Syams ad-Din Muhammad ibn Yusuf as-Shami as-Salihi, Subul al-Huda wa al-Rashad fi Sira Khayr al-‘Ibad, dikompilasi dari lebih tiga ratus sumber; an-Nabahani, Shawahid al-Haqq; Shaykh ‘Abd Allah Siraj ad-Din, Sayyiduna Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, dan lain sebagainya]. Bab-babnya memiliki judul-judul antara lain:“Kesempurnaan Keutamaan-keutamaan Beliau dan Sifat-sifat Sucinya.”“Kesempurnaan akan Kesuciannya dari Cacat dan Aspek-aspek yang Dipertanyakan, dan Penjagaan Allah atas Beliau dari Musuh-musuh, Setan dan Serangan serta Gangguan.”“Kesempurnaan Keutamaannya yang Mulia dan Karakter Pribadinya yang Tak Tertandingi”“Kesempurnaan Kebijaksanaanya dalam Pemerintahan dam Kepemimpinan Militer.”“Kesempurnaan Perilakunya dalam Pemerintahan dan Pendidikan Ummatnya, dan Interaksi Penuh Perhatian darinya dengan Mereka secara Umum, dan dengan Keluarga Beliau dan Sahabat-Sahabatnya secara khusus.”“Kesempurnaan Hukum Beliau dan Pemenuhannya atas Kebutuhan Manusia serta Kebersesuaian dengan Semangat Waktu tanpa Adanya Perubahan ataupun Penggantian.”• Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyya (“Orientalis Antara Kejujuran dan Prasangka”) [Jeddah: Matabi’ Sahar, 1982], sebuah survey singkat akan celah kekurangan literature tentang Islam oleh non-Muslim.• Al-Qawa’id al-Asasiyya fi ‘Ulum al-Qur’an (“Kaidah-kaidah Mendasar dalam Ilmu-ilmu Al-Quran”) [Makkah: diterbitkan pengarang, 1999], sebuah pendahuluan atas kitab karya Dr. Nur al-Din ‘Itr, ‘Ulum al-Quran al-Kariim (“Ilmu-ilmu Quran Mulia”). [edisi ke-6, Damascus: Matba’a al-Sabah, 1996].• Al-Qawa’id al-Asasiyya fi Usul al-Fiqh (“Kaidah-kaidah Mendasar dalam Usul Fiqh-Prinsip-prinsip Hukum”) [Makkah, diterbitkan penerbit, 1999], sebuah pendahuluan dan pengenalan akan buku dua jilid karya Dr. Wahba al-Zuhayli, Usul al-Fiqh al-Islami [Damascus: Dar al-Fikr, 1986].• Al-Qudwa al-Hasana fi Manhaj ad-Da’wah ila Allah (“Teladan Luhur dalam Metode Da’wah Memanggil Orang Lain menuju Allah”) [ed. 10, Madinah, 1999].• Qul Hadzihi Sabili (“(Katakan: Inilah Jalanku) (12:108)”), sebuah manual ringkas tentang doktrin dan akhlaq Islami.• Ar-Risala al-Islamiyya Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha (“Pesan Islam: Kesempurnaannya, Keabadiannya, dan Keuniversalannya”) [Editor: Najih Maymun al-Indonisi. Jeddah: Matabi’ Sahar, 1990]• Shifa’ al-Fu’ad bi Ziyara Khayr al-‘Ibad (“Penyembuh Hati berkenaan dengan Ziyarah Sebaik-baik Manusia”), yang menerangkan bukti-bukti dan posisi para Imam Ahlus Sunna akan subjek bepergian mengunjungi Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam, dengan tujuan untuk memperoleh barakah (tabarrukan) dan syafa’ah (tasyaffu’an).• At-Tali’ as-Sa’id al-Muntakhab Min al-Musalsalat wa al-Asanid (“Bulan Baru Kebahagiaan: Pilihan atas Hadits-hadits dan Isnad-isnad Serupa”). [edisi ke-2. Makkah: Matabi’ al-Safa, 1992]• Tarikh al-Hawadits wa al-Ahwal an-Nabawiyya (“Peristiwa-peristiwa Bersejarah dan Penanda dalam Kehidupan Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam”) [ed 12. Jeddah: Matabi’ Sahar, 1996],• Al-‘Uqud al-Lu’lu’iyya bi al-Asanid al-‘Alawiyya (“Kalung Mutiara: Isnad-isnad ‘Alawi”) [edisi 2], sang Syaikh mencantumkan rantai transmisi yang beliau terima dari ayahnda beliau, as-Sayyid ‘Alawi ibn ‘Abbas al-Maliki.• Wa Huwa bi al-Ufuq al-A’la (“(Dan Dia di Cakrawala yang Paling Tinggi) (53:7)”), sebuah komentar paling komprehensif hingga saat ini akan perjalanan malam dan naikna (Isra’ Mi’raj) Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, berisi lebih dari empat puluh karya yang khusus tentang subjek tersebut. Sebuah karya sandingan dari karya Syaikh lainnya al-Anwar al-Bahiyya, buku ini berisi komentar detail atas ayat-ayat yang terkait dengan melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dokumentasi lengkap atas riwayat-riwayat releven yang sahih.Sayyid Muhammad ibn ‘Alawi amat dicintai oleh penduduk Makkah, Madinah, dan Hijaz. Setelah pencekalan beliau dari pengajaran umum dan khutbah, beliau mendedikasikan dirinya dalam pendidikan secara privat atas ratusan murid-murid dalam studi Islam, dengan penekanan atas orang-orang Asia Tenggara, di kediaman danmasjid beliau di jalan al-Maliki di distrik Rusayfa di Makkah. Dr. Zuhayr Kutbi dari Makkah menulis biografi beliau yang diterbitkan di Mesir tahun 1995. [dengan catatan yang dituylis oleh Syaikh Fakhruddin Owaisi al-Madani, semoga Allah membalas kebaikan padanya atas hal ini]. as-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki:Pembina Calon Ulama’ Indonesia (2) Oleh: DHB WicaksonoBismilahirrahmanirrahim Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…Sebelum Meninggal Kumpulkan Santri, In Memoriam Sayid MuhammadTahashshontu Bidzil Mulki Walmalakuut. Wa’tasomtu Bidzil ‘Izaati Waljabaruut. Watawakkaltu ‘alal Maliki…SETIDAK-TIDAKNYA saya mendapatkan ijazah tiga hizib dari Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas Al-Maliki Alhasani Makkah, ketika sowan kali pertama, musim haji tahun 2003. Potongan bait di atas adalah Hizib Nashor atau “Hizbun Nashor”. Dua hizib yang lain yaitu “Hizbun Nawawi” dan “Hizbul Bahr”. Ketiganya termuat dalam kitab kecil karya Sayid Muhammad “Syawariqul Anwar”. Selain memuat hizib, dalam kitab tersebut juga terdapat catatan “Istighfar Alkabir”, “Alwirdul Latif”, “Ratibul Imam” dan lain-lain.Ketika sowan Sayid di rumahnya, Jalan Al Maliki, kawasan Rusyaifah, sekitar 8 km arah Selatan Masjidil Haram, Makkah, saya ditemani KH Maemun Zubair, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Karangmangu, Sarang, Rembang dan Drs HM Chabib Thoha MA, Kakanwil Depag Jateng.Nama Sayid Muhammad di kalangan kiai dan ulama Indonesia sangat akrab. Bahkan Kiai Maemun menuturkan pernah menjadi santri ayah Sayid Muhammad yaitu Sayid Abbas. Maka kabar meninggalnya Sayid Muhammad, Jumat dini hari lalu (29/10/2004) mengagetkan para kiai dan ulama.Sejumlah kiai yang tengah menunaikan umroh Ramadan tidak kalah kagetnya. “Kami berencana sowan Kamis malam. Bahkan sudah janjian lewat santri Sayid di rumahnya. Belum sempat sowan, Jumat dini hari sudah dipanggil Allah Subhanahu Wataala,” tutur KH Abdul Wahid Zuhdi sambil terbata-bata melalui telepon.Wakil Rois Syuriyah PWNU Jateng yang kini memimpin pesantren di Bandungsari Grobogan itu, pernah menjadi santri di rubat (pesantren) milik Sayid Muhammad. “Tolong diumumkan di Indonesia dan shalat ghaib untuk Sayid,” pesan Gus Wahid.Agar DiamalkanKiai Maemun Zubair berpesan agar hizib dan doa-doa yang diijazahkan Sayid diamalkan. “Insya Allah bermanfaat Gus,” katanya. Ketika mendengar Sayid Muhammad meninggal, saya hanya bisa menangis sambil mendekat erat-erat Kitab “Syawariqul Anwar”-nya Sayid.Menurut Mbah Maemun, hizib-hizib itu mempunyai fungsi yang berbeda- beda. Pengaruhnya menjadi sangat luar biasa tergantung dari sasaran dan tujuannya. Makanya di kalangan pesantren, tidak sembarangan kiai memberikan ijazah hizib kepada santrinya. Untuk mendapatkannya, ada yang harus melewati ritual seperti puasa, riyadhah dan lain-lain.Sebelum meninggal, kata Gus Rouf (Abdul Rouf), putra KH Maemun Zubair yang masih menjadi santri Sayid Muhammad, ulama terkemuka di Makkah itu seolah-olah tahu akan dipanggil Sang Khalik. Buktinya beberapa jam sebelumnya Sayid sempat mengumpulkan para santri dan memberikan wejangan.Ratusan santrinya, sebagian besar berasal dari Indonesia. Menurut Mbah Maemun, mereka tidak dipungut biaya serupiah pun. Bahkan tiap santri mendapat uang saku sari Sayid tiap bulan 200 real (sekitar Rp 500.000).Yang menarik lagi, hampir setiap tamu yang bersilaturahim ke rumah, pulangnya pasti diberi oleh-oleh. Mungkin kitab-kitab atau makanan bahkan uang.Kali kedua bertemu Sayid Muhammad, Ramadan tahun lalu saya sudah lebih percaya diri. Kalau kunjungan pertama ditemani Mbah Maemun Zubair dan Drs HM Chabib Thoha MA, kunjungan kedua diantar Gus Wahid.Saya merasa lebih senang dan tidak lagi deg-degan seperti kunjungan pertama. Mengapa? Karena di dekat saya ada 80 kiai NU dan pengasuh Pondok Pesantren se-Jateng yang jagoan berkomunikasi dalam Bahasa Arab. (Agus Fathuddin Yusuf-33) dari Suara MerdekaSayid Muhammad Meninggal DuniaSEMARANG - Innalillahi wa Inna Ilaihi Rajiun. Ulama Besar Makkah (Min Kibaril Ulamail Makkah) Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas Almaliki Alhasani, Jumat pagi (Waktu Arab Saudi) wafat. Sejumlah kiai dan ulama dari Jateng yang tengah menunaikan ibadah umrah Ramadan, bertakziah ke rumah duka, kawasan Rusyaifah, Jl Maliki, sekitar 8 km dari Masjidil Haram, Makkah.Pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, Suburan Mranggen, KH Hanif Muslih Lc melalui telepon internasional kepada Suara Merdeka menjelaskan, Sayid Muhammad wafat sekitar pukul 04.00 (Waktu Arab Saudi). “Yang sangat luar biasa, beliau wafat hari Jumat di bulan suci Ramadan,” katanya.Kamis malam, sehari sebelum wafat, para kiai dipimpin KH Abdul Wahid Zuhdi (Gus Wahid) Bandungsari, Ngaringan, Grobogan, bermaksud silaturahmi ke kediaman Sayid. Namun, menurut salah seorang santrinya, Abdul Rouf (Gus Rouf) Sayid tengah pergi ke suatu tempat yang dirahasiakan. Gus Rouf adalah putra KH Maemun Zubair yang telah menjadi santri kepercayaan Sayid Muhammad di Makkah beberapa tahun lamanya. Gus Wahid sendiri pernah menjadi santri Sayid selama tiga tahun sebelum pulang memimpin pondok di Bandungsari, Grobogan. (B13, amp-63) dari Suara Merdekaas-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki:Pembina Calon Ulama’ Indonesia (3)Bismilahirrahmanirrahim Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…“AS-SAYYID MUHAMMAD BIN ALWI AL-MALIKI”oleh Hasan Husen AssagafMakkah dan dunia Islam menangis, jumat 15 Ramadhan. Setelah azan subuh dikumandangkan dan sholat subuh didirikan di Masjidil Haram- Makkah, tersiarlah berita bahwa Sayyid Mohammad bin Alwi Almaliki, wafat. Beliau meninggal sekitar pukul 6 pagi di salah satu rumah sakit di Makkah, setelah beberapa jam saja berjuang melawan penyakit yang datang secara mendadak. Berita itu membuat cukup kabut keluarga, murid-muridnya, dan masyarakat Makkah yang tengah menunggu kepulihan kembali kesehatan beliau. Tapi sebaliknya berita yang didengar adalah wafatnya beliau. Ini benar-benar yang membuat mereka menjadi kalang kabut.Begitu mendengar berita duka dari mulut ke mulut, ribuan masyarakat pencinta beliau panik. Mereka kalang-kabut dan berbondong-bondong menyerbu rumah kediaman beliau untuk menyaksikan kebenaran wafatnya beliau yang secara mendadak. Karena mereka hampir tidak percaya dengan berita itu. Suasana pun tambah panik lagi pagi itu setelah jasad Almarhum dibawa dari rumah sakit ke rumah beliau.Ribuan orang berduyun-duyun ke rumah beliau ingin menyaksikan jenazah Almarhum secara langsung.Kepanikan warga Makkah itu membuat macet lalu-lintas. Jalan menuju Hay al Rashifah, rumah kediaman beliau, dipadati kendaraan dan manusia. Itulah sekedar info yang saya dapatkan dari kawan-kawan saya di Makkah disaat kepulangan Sayyid Muhammad Almaliki ke rahmatullah pada hari Jumat lalu.Beberapa jam sebelum kepulangan beliau ke rahmatullah, tidak sedikit masyarakat dan santri datang seperti biasa ke rumahnya di hay Rashifah Makkah untuk mendengarkan wejangan dan ceramah Ramadhan yang biasa di berikan setiap hari usai sholat tarawih. Mereka semua menunggu ceramah dan nafahat ramadhaniyah khususnya ceramah tentang perang Badar yang dijanjikan beliau akan diutarakannya pada pertengahan bulan yang suci Ramadhan.Akan tetapi Allah telah merencanakan kematian beliau di hari itu yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Pada saat itu Sayyid Mohammad bin Alwi al Maliki mendapatkan serangan jantung secara mendadak dan segera dibawa kerumah sakit.Hanya beberapa jam saja beliau tinggal di rumah sakit dan dengan kesedihan yang dalam diberitakan beliau telah menghembuskan nafasnya yang terakhir.Untuk mengenang jasa-jasa beliau yang begitu besar bagi umat Islam, saya ringkaskan dibawah ini sekelumit kisah beliau yang diketahui, adapun yang tidak diketahui lebih banyak dari yang diketahui.Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki lahir di makkah tahun 1365H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah –Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki yang tempatnya sangat masyhur dekat Bab As salamAyah beliau, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”. Begitu pula ayah beliau adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat beliau adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.Sebagaimana adat para Sadah [1] dan Asyraf [2] ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Beliau selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.Setelah wafat Sayyid Alwi Almaiki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah. Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universiatas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim dan pondok di rumah beliau.Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumah beliau tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama. Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan murid beliau, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah sayid Muhammad Almaliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid2 beliau yang masuk ke dalam pemerintahan.Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula beliau telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.Sayid Muhammad Almaliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengan thariqahnya. Dalam kehidupannya beliau selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirianya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Beliau tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka.Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.Pada tg 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.Di samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermangfaat bagi agama, beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll.Beliau wafat meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alwi, Ali, al- Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu disini .Beliau wafat hari jumat tg 15 ramadhan 1425 dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulallah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat.Selamat tinggal ayah yang berhati baik. Selamat tinggal sosok tubuh yang pernah menanamkan hikmah, ilmu, teladan dihati hati kami. Selamat tinggal pemimpin umat yang tak bisa kami lupakan dalam pendiriannya dan keikhlasannya. Selamat tinggal pahlawan yang jujur, ikhlas dalam amal dan perbuatanya. Selamat jalan… selamat jalan,.. kebaikan dan kemulyaan kamu telah meliputimu semasa hidupmu dan disaat wafatmu. Kamu telah hidupi hari hari mu didunia dengan mulia, dan sekarang kamu telah terima imbalannya disaat wafatmu pula dengan mulia. Jika sekarang kita telah berpisah untuk sementara, maka kami pasti akan menyusulmu Insya Allah dan kita pasti akan bertemu dan berkumpul kembali.AssalamualaikumHasan Husen Assagaf.20 Ramadhan 1425HCatatan Kaki:[1] Sadah, bentuk plural (jamak) dari Sayyid, di daerah Hijaz, khususnya Makkah Madinah berarti keturunan Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wa aalihi wasahbihi wasallam, yang biasa menjadi ‘aliim ulama’.[2] Asyraf, bentuk plural (jamak) dari Syarif, di daerah Hijaz, khususnya Makkah Madinah, berarti keturunan Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wa aalihi wasahbih wasallam, yang biasa menjadi penguasa/pimpinan (sebelum munculnya Dinasti Sa’ud).as-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki: Pembina Calon Ulama’ Indonesia (4) Bismilahirrahmanirrahim Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…Sayid Muhammad Al-Maliki Ulama Kenamaan MakkahBerita dukacita datang dari kota suci Mekkah. Sayid Muhammad Bin Alwi Bin Abbas Alhasani, wafat pada 15 Ramadhan 1425 H, bertepatan dengan tanggal 29 Oktober 2004. Meninggalnya ulama kelahiran Mekkah tahun 1943 (1362H) cukup mengejutkan warga kota Mekkah, khususnya para mukimin Indonesia yang tinggal di Kota Suci itu. Karena, ulama yang menjadi panutan para kyai di banyak negara ini, sebelum menghembuskan nafas terakhir masih menunaikan shalat subuh di kediamannya.Ketika jenazah Sayid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan sejumlah warga Afrika banyak yang menangis dan histeris. Sementara toko-toko di sekitar Masjidul Haram yang dilewati jenazah mematikan lampu sebagai tanda dukacita.Jenazah almarhum di makamkan di pemakaman Ma’la di Mekkah, berdekatan dengan makam Sayidatina Khadijah, istri pertama Rasulullah SAW. Harian Arab Saudi Okaz sengaja mengetengahkan tiga halaman suratkabarnya untuk memuat kegiatan, aktivitas, dan biografi almarhum.Kebesaran Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia Tenggara. Ayahnya Sayid Alwi Al Maliki adalah guru dari pendiri NU, KH Hasyim Ashari. Dia juga pernah menjadi guru besar di Masjidil Haram pada 1930-an dan 40-an. Banyak ulama sepuh dari Nahdlatul Ulama (NU) yang menimba ilmu dari Sayid Alwi Al-Maliki. Sepeninggal Sayid Alwi, kiprahnya dilanjutkan oleh Sayid Muhammad Al-Maliki.Sayid Alwi juga pernah mengajar di Masjidil Haram, Makkah. Almarhum ayahnya ini dulu tinggal di Aziziah, yang tidak jauh dari Masjidil Haram. Di masjid yang dijadikan sebagai kiblat umat Islam ini, Sayid Alwi mengajar murid-muridnya yang datang dari berbagai negara, termasuk para jamaah dari Indonesia. Warga Betawi sendiri pada masa-masa itu, banyak mengirimkan anak-anak mereka belajar ke tanah Hejaz (sebutan Kerajaan Arab Saudi kala itu).Ketika dua tahun lalu saya berkunjung di kediamannya di Rushaifah sekitar empat kilometer dari Masjidil Haram, terlihat ratusan muridnya yang berdiam di pesantren dan sekaligus kediamannya. Banyak diantara mereka yang berasal dari Indonesia. Di samping dari Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan sejumlah negara di Afrika.Ketua Umum DPP PAN Amien Rais pernah berkunjung ke Sayid Muhammad Al-Maliki. Demikian pula Hamzah Haz saat masih menjabat sebagai wakil presiden. Banyak ulama Indonesia, saat melaksanakan ibadah haji dan umrah, selalu sowan ke rumah Al Maliki.Almarhum yang telah beberapa kali ke Indonesia dan murid-muridnya mempunyai banyak pesantren di pulau Jawa, Sulawesi dan Sumatera, punya perhatian khusus pada Indonesia. Seperti saat Hamzah Haz tahun lalu mengunjunginya, di hadapan para ulama Mekkah dan berbagai negara Islam, ia berdoa agar bangsa Indonesia dipersatukan Allah, dan tidak bercerai berai.Di depan kediamannya, terdapat sebuah masjid cukup besar. Sementara di bagian dalam, terdapat sebuah lapangan yang biasa digunakan untuk menerima tamu dalam jumlah besar. Boleh dikata Al-Maliki tidak pernah sepi menerima banyak tamu tiap hari. Al-Maliki yang murah senyum dan berwajah tampan, ketika itu, tengah mengadakan pertemuan dengan sejumlah ulama, di antaranya dari Afrika dan Eropa. Pertemuan silaturahmi semacam ini hampir tiap malam dilakukan.Dalam pertemuan itu dibacakan maulid Nabi Muhammad SAW, yang boleh dikatakan jarang terjadi di Arab Saudi. Menurut keterangan, di antara murid-muridnya itu banyak para mukimin asal Indonesia yang telah menjadi warga Arab Saudi. Biasanya, setelah shalat Isya para tamu kemudian makan bersama berupa nasi kebuli. Satu nampan besar umumnya dihidangkan untuk 5 hingga 6 orang. Almarhum yang pada tahun 1970-an dan 1980-an kerap berkunjung ke Indonesia. Ia singgah di berbagai pesantren dan perguruan Islam di Indonesia. Ia juga pernah beberapa kali berkunjung ke Majelis Taklim Kwitang, Attahiriyah, dan Assyafiiyah.Tak henti belajarSayid Muhammad Al Maliki memulai pendidikan di Masjidil Haram, tempat ayahnya pernah mengajar. Kemudian dilanjutkan di sekolah Tahfidil Quran. Masih dalam usia muda, Sayid yang tidak pernah bosan menempa ilmu itu kemudian berkeliling ke India dan Pakistan. Di sini ia belajar di kota Bombay, Hederabad, dan Karachi dari ulama di kota-kota tersebut.Ia kemudian melanjutkan pelajarannya di Universitas Al-Azhar Bidang Usuluddin dan mendapat gelar doktor. Dari Al-Azhar ia melanjutkan pendidikan ke Maroko dan beberapa negara Afrika Utara. Setelah ayahnya wafat, pada 1971 ia menjadi guru besar di Masjidil Haram. Sebelumnya menjadi dosen syariah di Universitas Makkah Mukarommah. Ia juga pernah dipilih sebagai ketua penelitian internasional dalam perlombaan MTQ pada pertengahan tahun 1970-an. Sayid Muhammad Al Maliki mendirikan tidak kurang 30 buah pesantren dan sekolah di Asia Tenggara. Karangannya mencapai puluhan kitab mengenai usuluddin, syariah, fikih dan sejarah Nabi Muhammad. Ia mendapat gelar profesor dari Universitas Al-Azhar pada tanggal 6 Mei 2000. Ratusan murid yang menampa pendidikan di pesantrennya, biaya makan dan pemondokan ditanggungnya, alias gratis.Menurut Habib Abdurahman A Basurrah, wakil sekjen Rabithah Alawiyah yang lama mukim di Arab Saudi, di Indonesia di antara murid-murid Al-Maliki banyak yang menjadi ulama terkenal dan pendiri dari berbagai pesantren. Murid-muridnya itu antara lain Habib Abdulkadir Alhadad, pengurus Al-Hawi di Condet, Jakarta Timur; Habib Hud Baqir Alatas pimpinan majelis taklim As-Shalafiah; Habib Saleh bin Muhammad Alhabsji; Habib Naqib Bin Syechbubakar yang memimpin majelis taklim di Bekasi; Novel Abdullah Alkaff yang membuka pesantren di Parangkuda, Sukabumi.Di antara ulama Betawi lainnya yang pernah menimba ilmu di Makkah adalah KH Abdurahman Nawi, yang kini memiliki tiga buah madrasah/pesantren masing-masing di Tebet, Jakarta Timur, dan dua di Depok. Masih belasan pesantren dan madrasah di Indonesia yang pendirinya adalah alumni dari Al-Maliki. Seperti KH Ihya Ulumuddin yang memiliki pesantren di Batu, Malang. Demikian pula Pesantren Riyadul Solihin di Ketapang (Probolinggo), dan Pondok Pesantren Genggong, juga di Probolinggo.(alwi shahab )Sumber: Harian Republika As-Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki: Pembina Calon Ulama’ Indonesia (5-TAMMAT) Bismilahirrahmanirrahim Walhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin Wassholatu Wassalamu `Ala Rasulillah, Wa’ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah amma ba’du…Mengenang As-Sayyid Muhammad `Alawi al-Maliki al-Hasani ‘Allamah daerah al-Hijaz Sebuah kenangan pribadi oleh Shafiq MortonSaat berita itu muncul bahwa Nabi Muhammad (s) telah wafat karena demam di Madinah, timbul ketidakpercayaan di antara para Sahabat. Sayyidina ‘Umar yang ketika itu hendak berangkat menuju Syria, mula-mula menolak untuk mempercayai berita bahwa Nabi (s) telah wafat.Sungguh, rasa duka dapat mengambil beragam bentuk penyangkalan, amarah, keputusasaan, dan tentu saja, kerusakan. Malaikat Maut adalah sesosok makhluk yang tak dapat diduga. Keterkejutan diri kita akan mendadaknya maut, suatu hal yang paling pasti setelah peristiwa kelahiran, adalah suatu bagian kemanusiaan diri kita.Mungkin, karena insting pertama kita adalah untuk survive dan yang kedua adalah kenyamanan dari dunia ini. Kita memiliki pekerjaan, kita memiliki rumah, kita memiliki anak-anak, kita memiliki suatu kehidupan dan kita ingin hidup itu terus berlanjut. Singkat kata, kita tak ingin meninggalkan semua itu!Namun pada Jumat, 14 Ramadan (1425 H, red.), sang daun telah gugur dari pohon Sayyid Muhammad al-Maliki dan Sang Malaikat Maut telah datang untuk mengambil satu di antara ulama terbesar di era modern ini.Sayyid Muhammad adalah Grand-Shaikh saya, dan ketika berita wafatnya mulai menyeruak ke Cape Town di Jumat pagi, saya pun tak mempercayai apa yang baru saya dengar. Tak mungkin!Saat kebenaran itu muncul di hadapan saya, saya pun amat terpukul. Kehilangan seorang Syaikh, mata air pengetahuan Anda dan penjaga jiwa Anda, adalah seperti kehilangan orang tua Anda.Saya hanyalah seorang murid yang paling hina, namun ketika saya menulis ini, hati saya dipenuhi dengan citra yang lebih besar daripada kehidupan, citra Sayyid Muhammad… pemurah, menyejukkan dan bijaksana – sungguh suatu miniatur kopi dari kakek moyang beliau yang seorang Nabi – Sayyid Muhammad demikian baik pada diri saya walau beliau tak mengenal saya, dan demikian pemurah sekalipun di saat beliau tak mesti melakukannya bagi diri saya.Nama-nama para Syaikh beliau di Makkah yang hebat-hebat pun melintas di hadapan mata saya, namun saya tak mampu memaksa diri saya menuliskan nama-nama itu. Merekalah otoritas (bidang agama, red.) di zaman mereka, dan mereka semua memberkati kejeniusan Sayyid Muhammad dengan totalitas barakah mereka. Dan pada gilirannya, pada barakah beliau-lah, saya ingin mengikatkan diri ini.Judul-judul buku dan kitab karangan beliau (lebih dari seratus judul) berenang dalam alam kesadaran diri saya. Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan, salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan oleh ‘rumah Najd’ dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah.Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ‘ilm (pengetahuan) dan tasawwuf. Saat kaum Salafi-Wahhabi mendiskreditkan beliau, beliau pun menulis lebih banyak buku dan mendirikan Zawiyyah beliau sendiri yang menjadi “United Nations” (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dari para ‘Ulama.Akhirnya, protes dari dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan usaha mereka memeti-eskan sang ‘aliim kontemporer yang paling terkenal dalam mazhab Maliki ini. Beberapa di antara mereka bahkan mulai mendukung beliau, dan yang lain membenci beliau bahkan lebih dalam lagi.Kedengkian mereka sebenarnya didorong oleh fakta bahwa Sayyid Muhammad al-Maliki jauh lebih unggul dari sekedar tandingan mereka. Hampir secara sendirian saja, beliau mengambil Islam Sunni dari klaim tangan-tangan Neo-Khawarij Salafi-Wahhabi dan menempatkannya kembali ke tangan mayoritas ummat ini.Melalui berbagai karya-karyanya yang menonjol, beliau menyuntikkan kepercayaan diri yang amat dibutuhkan dalam per‘debat’an saat kaum jahil dan pseudo-tradisionalis yang mengandalkan ijtihad-pribadi mulai meracuni mainstream Islam.Saya dapat menuliskan lebih banyak dan lebih banyak lagi tentang hal ini. Sayyid Muhammad telah mencapai banyak hal dalam 60 tahun hidupnya yang singkat bersama kita. Hidupnya tentu saja tidaklah hanya berisi peperangan intelektualnya melawan kaum Wahabi. Adalah kemampuannya untuk melihat kebaikan yang demikian menyentuh hati.Saat waktu-waktu fajar mulai terbit, saya pun berjuang mencari kata-kata. Ingatan akan Sayyid Muhammad tetap memenuhi ruangan saya. Seakan-akan beliau tengah melihat melalui bahu saya, dengan tongkat yang terpegang di satu tangan, dan tasbih hitam di tangan yang lain, senyumannya, wajahnya yang bercahaya dibingkai oleh lilitan turban hijau.Saya tahu diri saya egois, namun saya hanya mampu mengekspresikan kehilangan atas beliau dengan becermin tentang arti beliau bagi diri hina ini. Semata ini karena Sayyid Muhammad selalu menyirami diri saya, yang bukan siapa-siapa sama sekali ini, dengan berbagai hadiah kapan pun saya berkunjung menemui beliau.Tentu saja, itu bukan karena favoritisme – jauh dari hal itu sama sekali – melainkan itulah Sunnah dari Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam. Bagi seseorang yang baru masuk dalam Islam seperti saya, Sayyid Muhammad demikian dalam perhatiannya sebagaimana sang Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam melakukan hal yang sama bagi mereka yang baru memeluk Din ini.Namun, adalah karena sifat dari hadiah itu yang demikian bermakna, dan di waktu yang sama, sangat tipikal dari seseorang seperti Sayyid Muhammad.Saya memandangi hadiah-hadiah itu dengan penuh ketakjuban. Mereka bersama-sama datang bagi diri ini untuk mensimbolisasikan sesuatu yang demikian agung, karena melalui hadiah-hadiah beliau, beliau telah memberikan pada saya suatu dunia. Beliau mestilah kini tengah tersenyum di alam barzakh saat saya menggosokkan jari-jari ini pada kebenaran! (tentang hadiah-hadiah itu, red.Saya teringat akan sepotong kain kiswah (kain penutup ka’bah, red.) yang tersimpan dalam secarik amplop. Saat saya pandang jahitan-jahitan hitam gelapnya, saya tersadar bahwa kain hitam ini bermakna bagaikan arah, untuk Qiblah yang harus ada dalam hati saya. Saya membuka halaman-halaman Quran wangi hadiah beliau. Inilah al-Furqan, Kriteria yang mesti saya bawa selama hidup ini.Saya pun teringat akan jubah dan fez Maroko yang tersimpan dalam lemari, inilah pakaian-pakaian Perlindungan yang mesti saya kenakan. Di atas meja saya, “kitab hijau” berisi doa-doa karya beliau yang demikian terkenal, Syawariq ul-Anwar (Lampu-lampu yang Bersinar) adalah Sarana-sarana. Dalam laci saya, tersimpar pena emas yang beliau berikan pada diri saya, suatu alat Senjata yang jauh lebih tajam daripada sebilah pedang.Saya terkesima akan kebijaksanaannya. Sebuah e-mail tiba dari Saudi Arabia. Fakhruddin Owaisi al-Madani melukiskan janazah Sayyid Muhammad dengan detail yang mengharukan. Demikian besar proses pemakaman beliau hingga prosesi janazah tersebut memanjang dari Masjidil Haram hingga pekuburan Jannat ul-Ma’la. [Dikatakan lebih dari 300.000 orang menghadiri salat jenazah beliau.]“Makkah menangis baginya, Arabia tengah menangisi kepergiannya… seluruh dunia Islam menangis bagi dirinya,” tulis Fakhruddin, “semoga Allah mengkaruniakan padanya (Sayyid Muhammad) Jannah tertinggi di samping kakenda tercinta beliau, Sayyidina Rasulullah sallaAllahu ‘alayhi wasallam.”Ketika saya telan kembali air mata yang tengah berguguran ini, yang bisa saya ucapkan hanyalah “Aamiiin!”حدثنا هارون بن اسحاق الهمداني، أخبرنا عبدة بن سليمان عن هشام بن عروة، عن أبيه، عن عبد اللّه بن عمرو بن العاص قال: قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم: إن اللّه لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من الناس ولكن يقبض العلم بقبض العلماء، حتى إذا لم يترك عالما اتخذ الناس رؤوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا “. (رواه البخاري في كتاب العلْم و مسلْم)Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr ibn al-‘As bahwa Nabi SallAllahu ‘alayhi wasallam bersabda:“Allah tak akan mencabut ilmu dari hati para ulama, tapi Ia mencabut para ulama tersebut (mereka wafat). Tak akan ada lagi ulama tersisa untuk mengambil alih tempat mereka sehingga manusia akan mengambil orang-orang yang amat jahil sebagai pemimpinnya. Pemimpin-pemimpin jahil itu akan ditanyai masalah-masalah, dan mereka akan memberikan fatwa tanpa pengetahuan (ilmu). Mereka tersesatkan dan menyesatkan yang lainnya.” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Kitab ul-’ilmi dan Riwayat MuslimTAMMATWallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq Sumber:http://www.almihrab.com/http://muslimdelft.nl/titian_ilmu/biografi/assayyid_muhammad_ibn_alawi_almaliki_pembina_calon_ulama_indonesia_3.phphttp://www.asyraaf.com/v2/manaqib.php?op=2&id=15Mengenang Sayyid M.Alawi Al-Maliki Al-HAsaniMinggu, 10 Februari 08 (16:07) - oleh : junaidiSEKILAS TENTANG BELIAU: Syekh M.bin Alawi bin Abbas al-Maliki al-Makki al-Hasani lahir di Mekah tahun 1362H (1943M). Silsilah nasab beliau bersambung sampai Rasulullah SAW melalui Sayyiduna al-Hasan RA.Beliau belajar di halaqah-halaqah Masjidil-Haram dan pernah sekolah di madrasah al-Falah kemudian Madrasah Tahfiz al-Qur’an. Kemudian beliau menuntut ilmu di luar negeri seperti India dan Pakistan.Beliau meraih gelar MA dan Doctor dari Kuliyah Usuluddin Universitas al-Azhar. Kemudian beliau ke Maroco untuk menuntut ilmu dari ulama-ulama yang terkenal di situ.Beliau pernah mengajar di Kuliyah Syari’ah Makkah al-Mukarramah tahun 1390H. (1970M) kemudian menjadi guru di Masjid al-Haram tahun 1391H setelah meninggalnya ayah beliau dan ketika itu beliau menjadi guru di Universitas al-Malik Abdul-Aziz.Beliau sering mengisi ceramah dan pengajian di siaran radio dan diskusi-diskusi umum baik dalam dan di luar Saudi. Dan beliau terpilih menjadi ketua pertama Lajnah Tahkim Internasional untuk Musabaqoh Qur’an Karim tahun 1399H, 1400H dan 1401H.Beliau telah mengunjungi negara-negara Islam dan mendirikan lebih dari 30 Ma’had dan 30 Madrasah di Asia bagian timur dan selatan.Berdasarkan karya-karya beliau dan pengalaman beliau dalam berakwah di berbagai negara Islam, maka Universitas al-Azhar memberikan gelar Profesor kepada beliau pada tanggal 2 safar 1421H (6 Mei 2000)Telah terbit sebuah buku yang mengumpulkan ilmu-ilmu, kehidupan, pemikiran dan pengaruh beliau. Buku ini berjudul al-Maliki Alimul-Hijaz karangan Zuhair Jamil Kutbi.GURU-GURU BELIAU:Beliau banyak meriwayatkan hadits dari Syekh Hasanain bin M.Makhluf mufti Mesir, Syekh Hasan al-Ahdal al-Yamani, Syekh M.As’ad al-Abji Mufti Mazhab Syafii di Halab, Syekh M.Syafi’ Mufti Pakistan dan lain-lain. Namun guru-guru beliau yang sangat berpengaruh dan berarti dalam kehidupan beliau dalam periwayatan Hadits adalah:1) Ayah kandung beliau, yaitu Assayyid Alawi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (wafat 1391H.)2) Syekh M.Yahya bin Assyekh Aman (wafat 1387H.)3) Syekh M.al-Arabi Attubbani (wafat 1390H)4) Syekh Hasan bin Sa’id Yamani (wafat 1392H)5) Syekh M.al-Hafidz Attijani, Ahli Hadits Mesir (wafat 1398H)6) Syekh Hasan bin M.al-Massyath (wafat 1399)7) Syekh M.Nur Saef bin Hilal al-Makki (wafat 1403H) Syekh Abdullah bin Sa’id Allahji (wafat 1410H)9) Syekh M.Yasin al-Fadani (wafat 1410H).KARANGAN-KARNGAN BELIAU:Sebagian besar kitab-kitab karangan beliau dicetak di Imarat dan Mesir, karena tidak boleh dicetak di Saudi. Di antara karangan beliau adalah:1) Attashawwuf2) Mafahim Yajibu An Tushahhah (buku ini meluruskan faham wahabi yang sesat dan membela faham-faham sufi)3) Al-Insan al-Kamil (berbicara tentang Khususiat Rasulullah SAW)4) Tahqiq al-Amal fima yanfa’ul-mayyit Minal-A’mal (mengandung amalan-amalan yang dapat memberi manfaat buat mayit)5) Tarikh al-Hawadits Annabawiyyah6) Adzzakhair al-Muhammadiyyah.7) Al-Madh Annabawi Bainal-Guluwwi wal-Inshaf. Fadhlul-Muwattha’ wa Inayatul Ummah al-Islamiyyah Bihi (keutamaan kitab al-Muwattha’)9) Zubdatul-Itqan fi Ulumil-Qur’an.10) Labbaik Allahumma Labbaik (buku tentang ibadah Haji)11) Dan lain-lainMENGAPA BELIAU DIBENCI KAUM WAHABI:Perlu diketahui bahwa beliau sama halnya seperti ulama-ulama yang berjasa menyebarkan dakwah Islam di Saudi Arabia seperti Syekh Yasin al-Fadani, Syekh M.Amin al-Kutbi, Syekh Hasan Masyyath dan lain-lain. Namun karena mereka tergolong ulama Tashawwuf dan kebetulan yang menguasai Saudi adalah orang-orang yang berfahamkan Wahabi, maka mereka diusahakan agar tidak dikenal oleh dunia. Mereka hanya mengangkat ulama-ulama mereka yang Tasyaddud dalam agama dan suka mengkafirkan faham-faham yang bertentangan dengan faham mereka seperti Saleh. Ulama-ulama Wahabi yang kami maksud adalah al-Utsaimin, Abdul.Aziz bin Baz, al-Albani dan konco-konconya. Dan Berikut ini beberapa alasan mengapa Syekh M.Alawi al-Maliki dibenci oleh tokoh dan kaum Wahabi:1) Beliau merayakan dan membolehkan perayaan hari kelahiran nabi SAW. Sebagaimana yang beliau tegaskan dalam kitab (Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il). Al-Albani bercerita bahwa ia pernah diundang oleh ayah Syekh M.Alawi al-Maliki. Kemudian al-Albani menemukan mereka sedang merayakan Mawlid. Maka al-Albani mengingkari hal tersebut.2) Beliau membela faham Sayyidi Ibnu Arabi RA.3) Beliau berakidahkan Asy’ariyyah dan membela faham Asy’ariyyah. Yang mana para wahabi menganggap faham Asy’ariyyah itu bertentangan dengan Ahlussunnah wal-Jamaah.4) Dalam kitab Syifa’ul Fu’ad beliau mengajak untuk ziarah maqam dan ber-Istigatsah (memohhon bantuan) kepada Rasulullah dan para Wali Allah.5) Mengarang kitab Dzakha’ir al-Muhammadiyyah yang berisikan ajaran Tashawwuf dan pujian terhadap Rasulullah SAW.6) Berkeyakinan bahwa Rasulullah dan para pewarisnya bisa mengatur alam.7) Berkeyakinan bahwa Rasulullah hidup dan matinya sama saja, bisa menyaksikan dan mengetahui keadaan dan niat ummatnya. Sebagaimana ditegaskan dalam kitab beliau “Syifa’ul Fu’ad”. Menegaskan dalam kitab Adzzakhair al-Muhammadiyyah bahwa Rasulullah SAW adalah Makhluq yang pertama diciptakan oleh Allah SWT.9) Berkeyakinan bahwa roh Rasulullah SAW hadir dalam Halaqah Dzikir dan acara perayaan Mawlid.10) Berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW bisa dilihat bukan hanya lewat mimpi saja, tapi dalam keadaan terjaga juga. Bahkan tidak mustahil dilihat oleh ribuan ummat pada waktu yang sama.11) Pernah menziarahi Syekh Tarekat al-Ashabah al-Hasyimiyyah wa Assidnah al-Alawiyyah wa Assadah al-Hasaniyyah al-Husainiyyah. Kemudian menziarahi maqam Syekh Abul-Hasan Assyazili.12) Keyakinan beliau bahwa hari kelahiran Rasulullah Saw lebih mulia dan utama daripada Malam Lailatul-Qadar.13) Beliau membolehkan untuk mengecup dan mengusap-usap maqam Nabi atau Wali untuk menampakkan rasa cinta dan memperoleh keberkatan.14) Dan lain-lain.ORANG-ORANG YANG MEMBELA DAN MEMUJI BELIAU:1) Syekh M.al-Khazraji ketika menjabat sebagai menteri perwakafan Imarat, beliau mencetak dan memperbanyak beberapa buku karangan Syekh M.Alawi al-Maliki seperti “Mafahim Yajibu An Tushahhah” dan “Syifa’ul Fu’ad Fi Ziyarati Khairil-Ibad.”2) Syekh Isa bin Mani’ al-Humairi dalam muqaddimah kitabnya “Bulugul-Ma’mul fil-Ihtifa’I wal-Ihtifali bi-Mawlidirrasul” banyak memuji Syekh M.Alawi al-Maliki.3) Syekh Abdul-Aziz bin M.bin Shiddiq al-Gumari dari Maroco menulis dalam muqaddimah kitab “I’lamunnabil bima fi syarhil-Jaza’iri Minattalbisi Wattadhlil” membela Syekh M.Alawi Al-Maliki.4) Syekh Yusuf bin Hasyim Arrifa’I dari Kuwait pernah menulis buku “Arradu al-Muhkam al-Mani’ Ala Syubuhat Ibnu Mani’” untuk membela Syekh M.Alawi al-Maliki.5) DR. M.Abduh Yamani mengarang kitab yang berjudul “Allimu Awladakum Mahabbatarrasul SAW” yang banyak merujuk pada al-Maliki.6) Syekh Habib Ali Zainul Abidin al-Jufri7) Syekh Umar bin Hafiz dari Yaman Prof DR Ahmad Umar Hasyim Dosen al-Azhar9) Prof DR. Hasan al-Fatih Qaribullah Rektor Universitas Islam di Umdurman10) Syekh Sayyid ‘Iwadh yang pernah menjabat sebagai Mufti Sudan11) Sayid M.bin Abdurrahman sebagai Mufti Juzur al-Qamar12) Syekh M.Thayyib Annajjar Rektor Universitas al-Azhar13) Syekh Shalih al-Ja’fari Dosen di Uninersitas al-Azhar dan Syekh Tarekat Ja’fariyyah.14) Syekh M.Assyazili Dekan Fakultas Syariah Tunisia15) Syekh M.bin Yusuf al-Banuri wakil rektor Universitas Islam Pakistan16) Sayyid M.bin Abdul-Qadir Azad ketua majlis ulama Pakistan17) Syekh Ahmad bin M.Zabarah al-Hasani Mufti Yaman1 Syekh Abdul Hadi Ujail ketua Inqaz al-Islami di Yaman19) Habib Abdul-Qadir Assaqqaf Mufti Hadramaut20) Syekh DR M.Sa’id Ramadhan al-Buthi ulama SyiriaWAFATNYA BELIAUSyekh M.Alawi al-Maliki meninggal di pagi hari jumat tanggal 15 Ramadhan 1425H. yang mana dua jam sebelumnya beliau memberi pengajian kepada lebih dari 600 pelajar.Saudari-saudari beliau tidak dapat membantu memandikan jenazah beliau, bahkan mereka tidak dapat memasuki rumah beliau dikarenakan jumlah pengunjung yang begitu banyak. Mereka hanya bisa berdiam dan sarapan di dalam mobil.Setelah disolatkan di Masjidil-Haram oleh ribuan jemaah baik dari murid, para pelajar dan para pengikut beliau, jalan raya yang menuju ke pemakaman (al-Ma’lah) ditutup demi kelancaran pembawaan jenazah beliau.Semoga Allah merahmati beliau, amin.Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al Maliki: Jangan Kafirkan Sesama Muslim!Menyikapi maraknya aksi adu domba antara sesama Muslim yang dipropagandakan musuh-musuh Islam wal Muslimin, Guru Besar; Sayyid Muhammad Alawi Al- Maliki-rahimahullah- telah jauh-jauh mengingatkan umat Islam agar tidak tertipu dengan tipu muslihat mereka.Musuh-musuh Islam wal Muslimin selalu mendapatkan kesempatan untuk mengadu domba dan memecah belah kesatuan barisan Umat Islam melalui sekelompok orang/ulama/penulis yang hanya pandai menyebarkan fitnah di tengah-tengah Umat Islam.Beliau -rahimahullah- berkata:لَقَدْ ابْتٌلِيْنا بِجماعَةٍ تَخَصَّصَتْ في تَوْزِيْعِ الْكُفْرِ و الشِرْكِ وَ إِصْدارِ الأحكامِ بِأَلْقابٍ وَ أوْصافٍ لا يَصِحُّ ولا يَلِيْقُ أَنْ تُطْلَقَ على مًسْلِمٍ يَشْهَدُ أنْ لآإلَهَ إِلاَّ الله، وَ أَنَّ محمَّدًا رسولُ اللهِ، كقولِ بَعْضِهِمْ ِفيْمَنْ يَخْتَلِفُ في الرَّأْيِو الْمَذْهَبِ مَعَهُ: مُخَرِّفٌ… دجالٌ…مُشَعْوِذٌ… مُبْتَدِعٌ.. وَ فِيْ النهايَةِ مُشْرِكٌ… و كافِرٌ.وَلَقَدْ سَمِعْنا كَثْيْرًا مِنْ السُّفَهاءِ الذيْنَ يَنْسِبُونَ أَنْفُسَهُمْ إلى العقِيْدَةِ يَكِيْلُونَ مثْلَ هَذِهِ الألْفاظِ جُزافًا، و يزِيْدُ بَعْضُ جَهَلَتِهِمْ بقَوْلِهِ: داعِيَةُ الشرْكِ و الضلالِ في هذهِ الأزْمانِ، مُجَدِّدُ مِلَّةِ عمْرِو بْنِ لُحَيْ الْمَدْعُو بِفُلان.هكذا نَسْمَعُ بَعْضَ السُفَهاءِ يَكسلُ مثلَ هذا السَّبِّ و الشَّتْمِ ، و بِمِثْلِ هذه الألْفاظِ القَبِيْحَةِ التِيْ لا تَصْدُرُ إلاَّ عنِالسُوْقَةِ الذيْنَ لَمْ يُجِيْدُوا أسْلُوبَ الدعْوَةِ و طَرِيْقَةَ الأَدَبِ في النِّقاشِ.بِ في النِّقاشِ.“Kita benar-benar telah ditimpa bencana dengan sekelompok orang yang kerjanya khusus membagi-bagi tuduhan kafir dan syirik, dan mengeluarkan vonis dengan julukan-julukan dan sifat-sifat yang tidak layak untuk dituduhkan kepada seorang Muslim yang bersyahadah bahwa ‘Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah’, seperti ucapan sebagian dari mereka untuk orang yang berbeda pendapat atau berlainan madzhab‘ ‘ rusak akalnya… dajjâl/penipu… tukang sihir… ahli bid’ah… dan akhirnya musyrik … kafir.. .! Kita telah sering mendengar sebagian orang dungu yang mengaku-ngaku pembela akidah melontarkan tuduhan seperti itu dengan tanpa tanggung jawab, dan kaum bodoh dari mereka menambahkan dengan mengatakan: Penganjur kepada syirik dan kesesatan di zaman ini, pembaharu agama Amr bin Luhay yang bernama fulan!Begitulah kita mendengar dari sebagian orang dungu melontarkan caci-maki dan cercaan dengan kata-kata yang jelek yang tidak selayaknya muncul kecuali dari orang pasaran yang tidak pandai menjalankan metode da’wah dan sopan santun dalam berdialoq.” (At Tahdzîr Min al Mujâzafah Bi at Takfîr:8) Beliau -rahimahullah- juga menukil fatwa ad Dâ’i Ilallah, al Habib Ahmad Masyhûr al Haddâd yang mengingatkan kita agar menjauhkan diri dari mengafirkan Ahli Kiblah (kaum Muslimin): “Ijma’ telah tetap atas dilarangnya mengafirkan seorangpun dari Ahli Kiblah kecuali disebabkan mengingkari Allah, Dzat Maha Pencipta, atau kemusyrikan yang nyata yang tidak bias dita’wil, atau mengingkari kenabian atau mengingkari hal yang diketahui pasti dari agama, atau mengingkari yang pasti mutawâtir dari agama…”.(At Tahdzîr Min al Mujâzafah Bi at Takfîr:32 dari Syarh Asâs al Aqîdah al Islamiyah)Jadi pengkafiran sesama kaum Muslimin dari berbagai Mazdahib Islamiyah adalah hasil kerjaan musuh-musuh Islam!Dari madzhab manapun mereka adalah saudara kita, madzhab mereka adalah madzhab Islamiy.Belaiu-rahimahullah- memperkenalkan kepada kita madzhab nama saja yang masih tergolong madzhab Islamiy:فَإِنَّ كُتُبَ فِقْهِ الْمَذَاهِبِ الإسْلامِيَّةِ جَمْيْعَهَا مَشْحُوْنَةٌ و مَمْلُوءَةٌ ِهَذِهِ الْمَسْأَلَةِ، فَانْظُرْ إِنْ شِئْتَ كُتُبَ الفِقْهِ الحَنَفِيْ، وانْظُرْ إِنْ شِئْتَ كُتُبَ الفِقْهِ المالِكِيْ، وَ كُتُبَ الفِقْهِ الشَّافِعِيْ و الْحَنْبَلِيْ، وَ انْظُرْ إِنْ شِئْتَ كُتُبَ الفِقْهِ الزَيْدِيْ و ألأباضِيْ و الجَعْفََرِيْ فَإِنَّكَ تَجِدْهُمْ قَدْ عَقَدُوا بابًا مَخْصُوْصًا في الزِّيارَةِ بَعْدَ أَبْوابِ الْمناسِكِ.“Maka sebenarnya seluruh buku-buku fikih mazhab-mazhab Islamiyah penuh dengan masalah ini. Perhatikan, jika engkau mau buku-buku fikih (mazhab) Hanafi! Perhatikan, jika engkau mau buku-buku fikih (mazhab) Maliki, dan buku-buku fikih (mazhab) Syafi’i dan Hanbali! Perhatikan, jika engkau mau buku-buku fikih (mazhab) Zaidi, Abadhi atau mazhab Ja’fari, engkau pasti temukan mereka menyusun sebuah bab khusus tentang ziarah (makam Nabi saw.) setelah bab-bab manasik (haji).” (Mafâhim Yajibu An Tushahhah:186)Inilah madzhab-madzhab Islamiyah menurut beliau, dan seluruh penganut madzhab-madzhab ini adalah saudara kita sesama Muslimin.Al Allamah Sayyid al Maliki rh. Mengkritik WahabiDi antara kebodohan kaum Wahabi yang mendapat sorotan dan kritik tajam fadhilah Allamah Sayyid Muhammad Alawi al Maliki-Pembela dan Imam Ahlusunah Abad 21- adalah masalah tabarruk, mengambil berkah dari Nabi Muhammad saw. Kata beliau, karena kesempitan pandangan mereka dan karena kecupetan daya jangkau dan pikiran mereka, mereka sebagaimana kebiasaan mereka, selalu menganggap segala bentuk praktik mengalap barakah dari Nabi Muhammad saw. yang dilakukan umat Islam di sepanjang masa, sejak masa hidup beliau saw. adalah sebagai praktik syirik dan kesesatan, waliyazubillah.Kaum wahabi selalu mengaku berpegang dengan para Salafush Sholeh, para sahabat mulia dan para tabi’in. mereka mengatakan bahwa mengalap dan memburu berkah dari Nabi saw. tidak pernah dikalukan oleh para Salaf! Kecuali mungkin hanya Ibnu Umar, dan ia pun ditentang oleh para sahabat!Kata, Abuya al Maliki rh. anggapan kaum Wahabi itu adalah sebuah kebodohan. Atau mereka berbohong, seperti kebiasaan mereka. Atau mereka itu menipu dan memutar balikkan fakta, seperti sering mereka lakukan!Abuya berkata:وَ هذا جَهْلٌ أَو كِْذبٌ أو تَلْبيسٌ.Dan anggapan itu adalah kebodohan, atau kebohongan atau penipuan. (Mafâhim:156)Benar sekali apa yang dikatakan Abuya. Mereka memang pandai berbohong dan memutar balikkan fakta. Praktik itu telah dikalukan oleh banyak sahabat seperti: empat Khulafa’ Rasyidin, Ummu Salamah, Khalid bin Walîd, Watsilah bin al Asqa’, Salamah bin al Akwa’, Anas bin Malik, Ummu Sulaim, Usaid bin Khudhair, dll.Hai Anda yang tertipu dengan kebohongan kaum Wahabi, baca dan perhatikan bukti-bukti mu’tabarah yang disebutkan oleh Guru Besar Ulama’ Ahlusunnah Abad 21 yang hidup di tengah-tengah sarang Wahabi, agar Anda mengerti hujjah-hujjah Ahlusunnah! Dan sekaligus kepalsuan omongan ulama Wahabi Anda!Jangan Cuma bisa BBM (Baru Bisa Meniru) WahabiManaqib Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-MalikiSayyid Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid ‘Alawi ibn Sayyid ‘Abbas ibn Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki. Beliau juga belajar kepada ulama-ulama Makkah terkemuka lainnya, seperti Sayyid Amin Kutbi, Hassan Masshat, Muhammad Nur Sayf, Sa’id Yamani, dan lain-lain. Sayyid Muhammad memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadits dengan penghargaan tertinggi dari Jami’ al-Azhar di Mesir, pada saat baru berusia dua puluh lima tahun.Beliau kemudian melakukan perjalanan dalam rangka mengejar studi Hadits ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, Yaman, dan juga anak benua Indo-Pakistan, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazah) dan sanad dari Imam Habib Ahmad Mashhur al Haddad, Syaikh Hasanayn Makhluf, Ghumari bersaudara dari Marokko, Syekh Dya’uddin Qadiri di Madinah, Maulana Zakariyya Kandihlawi, dan banyak lainnya. Sayyid Muhammmad merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seorang ‘alim kontemporer dalam ilmu hadits, ‘alim mufassir (penafsir) Qur’an, Fiqh, doktrin (‘aqidah), tasawwuf, dan biografi Nabawi (sirah). Sayyid Muhammad al-Makki merupakan seorang ‘aliim yang mewarisi pekerjaan dakwah ayahanda, membina para santri dari berbagai daerah dan negara di dunia Islam di Makkah al-Mukarromah.Ayahanda beliau adalah salah satu guru dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Maimun Zubair dan lain-lain. Dalam meneruskan perjuangan ayahandanya, Sayyid Muhammad sebelumnya mendapatkan sedikit kesulitan karena beliau merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah melanjutkan studi dan ta’limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihannya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah.Disamping mengajar di Masjidil Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universitas tsb, sampai beliau memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka majlis ta’lim dan pondok di rumah beliau. Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjidil haram atau di rumah tidak bertumpu pada ilmu tertentu seperti di Universitas, akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan mencicipi apa yang diberikan Sayyid Muhammad Maka dari itu beliau selalu menitik beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah.Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya, beliau selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama. Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di Indonesia, India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dakwah Sayyid Muhammad al Maliki, ribuan murid murid beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit yang masuk ke dalam pemerintahan. Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari, beliau juga mengasuh pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar, para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama. Sayyid Muhammad al Maliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih- lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah. Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku, baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya. Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan memecahkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang benar bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Sayyid Muhammad tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram.Semua ini beliau terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati orang orang yang tidak sependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, mereka sangat pandai, di samping menguasai bahasa Arab, mereka juga menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan pegangan dan referensi di negara-negara mereka. Pada akhir hayat beliau saat terjadi insiden teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syekh sholeh bin Abdurahman Alhushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 DhulQo’idah 1424 H dengan judul “Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana beliau mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist (keras).Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas. Pada tg 11/11/1424 H, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah. Di samping tugas beliau sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau juga seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab-kitab beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll.Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka. Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan oleh ‘rumah Najd’ dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah.Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf. Saat kaum Salafi-Wahhabi mendiskreditkan beliau, beliau pun menulis lebih banyak buku dan mendirikan Zawiyyah beliau sendiri yang menjadi “United Nations” (Perserikatan Bangsa- Bangsa) dari para ‘Ulama. Akhirnya, protes dari dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan usaha mereka mem-peti es-kan sang ‘alim kontemporer’ yang paling terkenal dalam mazhab Maliki ini. Beberapa di antara mereka bahkan mulai mendukung beliau. Kedengkian mereka sebenarnya didorong oleh fakta bahwa Sayyid Muhammad al-Maliki jauh lebih unggul untuk dijadikan tandingan mereka. Dengan sendirian saja, beliau mengambil Islam Sunni dari klaim tangan-tangan Neo-Khawarij Salafi-Wahhabi dan menempatkannya kembali ke tangan mayoritas ummat ini. Melalui berbagai karya-karyanya yang menonjol, beliau menyuntikkan kepercayaan diri yang amat dibutuhkan dalam perdebatan saat kaum jahil yang mengandalkan ijtihad pribadi mulai meracuni pemikiran umat Islam. Beliau wafat hari jumat tgl 15 ramadhan 1425 H ( 2004 M) dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping makam istri Rasulallah Saw. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6 putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al- Hasan dan al-Husen dan beberapa putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu disini. Dan yang menyaksikan pemakaman beliau hampir seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri.Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, setelah disholatkan di Masjidil Haram ba’da sholat isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa dan melakukan `aza’. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat. Ketika jenazah Sayyid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram, ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan toko-toko di sekitar Masjidil Haram yang dilewati jenazah mematikan lampu sebagai tanda dukacita. Kebesaran keluarga Al Maliki, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia Tenggara. Jadi tidak heran dengan meninggalnya Sayyid Muhammad Al Maliki umat Islam telah kehilangan satu ulama yang telah mengoreskan tinta sejarah perjuangan menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini yang menjadi tauladan buat kita semua.

Sumber : http://www.almihrab.com/berita.php?opo=detail&kd_berita=120&head=Manaqib&menux=6

Read More

Kamis, 06 November 2008

Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas (Bungur)

16.35.00 0
Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas, beliau lebih dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur. Beliau merupakan rantai jaringan Ulama Betawi sampai sekarang ini. Beliau memiliki jasa yang sangat besar dalam menorehkan jejak langkah dakwah dikalangan masyarakat Betawi. Beliau menjadi rujukan umat di zamannya, Al-Habib Salim bin Jindan mengatakan bahwa Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas dan Al-Habib Ali Kwitang bagaikan kedua bola matanya, dikarekan keluasan khazanah keilmuan kedua habib itu.
Silsilah beliau adalah : Al-Habib Ali bin Husein bin Muhammad bin Husein bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas bin Agil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghuyyur bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammmad Sahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-‘Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Ali Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
Beliau lahir di Huraidhah, Hadramaut, pada tanggal 1 Muharram 1309 H, bertepatan dengan 1889 M. semenjak usia 6 tahun beliau belajar berbagai ilmu keislaman pada para ulama dan auliya yang hidup di Hadramaut saat itu, sebagaimana jejak langkah generasi pendahulunya, seelah mendalami agama yang cukup di Hadramaut, pada tahun 1912 M beliau pergi ke tanah suci unuk menunaikan haji serrta berziarah ke makam datuknya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam di Madinah. Disana beliau menetap di Makkah. Hari-hari beliau dipergunakan untuk menimba ilmu kepada para ulama yang berada di Hijaz. Setelah 4 tahun (tak banyak sejarawan yang menulis bagaimana perjalanan beliau hingga kemudian tiba di Jakarta) setelah menetap di Jakarta, beliau berguru kepada para ulama yang berada di tanah air,diantaranya : Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Empang-Bogor), Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Attas (Pekalongan) dan Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor (Bondowoso).
Di daerah Cikini beliau tinggal, sebuah kampung yang masyarakatnya hidup dibawah gais kemiskinan. Beliau tinggall bersama-sama rakyat jelata. Setiap orang mengenal Habib Ali, pasti akan berkata “hidupnya sederhana,tawadhu’,teguh memegang prinsip, menolak pengkultusan manusia, berani membela kebenaran, luas dalam pemikiran, mendalam di bidang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan yang kaya dan yang miskin, mendorong terbentuknya Negara Indonesia yang bersatu, utuh serta berdaulat, tidak segan-segan menegur para pejabat yang mendatanginya dan selalu menyampaikan agar jurang antara pemimpin dan rakyat dihilangkan, rakyat mesti dicintai,”hal inilah yang menyebabkan rakyat mencintai Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas, beliau tidak pernah menadah tangannya kepada orang-orang kaya harta, sebab beliau memiliki kekayaan hati, beliau tidak mau menengadahkan tangannyadibawah, kecuali hanya memohon kepada Rabbul ‘Alamin. Beliau memiliki ketawakalan yang tinggi kepada Allah azza wa jalla. Beliau selalu mengorbankan semangat anti penjajah dengan membawakan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam yang menganjurkan melawan penjajah. “Penjajah adalah penindas, kafir dan wajib diperangi” begitulah yang sering beliau ucapkan. Beliau tergolong pejuang yang anti komunis. Pada masa pemberontakan PKI, beliau selalu mengatakan bahwa “PKI dan komunis akan lenyap dari bumi Indonesia dan rakyat akan selalu melawan kekuatan atheis. Ini berkah perjuangan para ulama dan auliya yang jasadnya bertebaran di seluruh nusantara”.
Semasa hidupnya beliau tidak pernah berhenti dan tak kenal lelah dalam berdakwah. Salah satu karya terbesar beliau adalah kitab Tajul A’ras fi Manaqib Al-Qutub Al-Habib Sholeh bin Abdullah Al-Attas, sebuah kitab sejarah para ulama Hadramaut yang pernah beliau jumpai, dari masa penjajahan Inggris di Hadramaut, sehingga sekilas perjalanan para ulama Hadramaut di Indonesia. Buku itu juga berisi tentang beberapa kandungan ilmu tasawuf dan Thariqah Alawiyah. Semasa hidupnya beliau selalu berjuang membela umat, kesederhanaan serta istiqomahnya dalam mempraktekkan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari menjadi taulan yang baik bagi umat. Beliau selalu mengajarkan dan mempraktekkan bahwa islam mengajak umat dari kegelapan pada cahaya yang terang, membawa dari taraf kemiskinan kepada taraf keadilan dan kemakmuran dan beliau pun wafat pada tanggal 16 Februari 1976, jam 06:10 pagi dam usia 88 tahun dan beliau dimakamkan di pemakaman Al-Hawi, condet Jakarta timur.


Last Updated ( Wednesday, 05 November 2008 )
http://nurulmusthofa.org/new/index.php?option=com_content&task=view&id=51&Itemid=1
Read More

Rabu, 22 Oktober 2008

Mengenal Syeikh Abdush Shamad al-Palimbani

07.45.00 0

Ditulis oleh infokito™ di/pada 2 Oktober 2007

Syeikh Abdush Shamad al-Palimbani

triyono-infokito

Dalam percaturan intelektualisme Islam Nusantara –atau biasa juga disebut dunia Melayu– khususnya di era abad 18 M, peran dan kiprah Syeikh Abdush Shamad Al-Palimbani tak bisa dianggap kecil. Syeikh Al-Palimbani, demikian biasa ia disebut banyak kalangan, merupakan salah satu kunci pembuka dan pelopor perkembangan intelektualisme Nusantara. Ketokohannya melengkapi nama-nama ulama dan intelektual berpengaruh seangkatannya semisal Al-Raniri, Al-Banjari, Hamzah Fansuri, Yusuf Al-Maqassari, dan masih banyak lainnya.


Dalam deretan nama-nama tersebut itulah, posisi Syeikh Al-Palimbani menjadi amat sentral berkaitan dengan dinamika Islam. Malah, sebagian sejarahwan, seperti Azyumardi Azra, menilai Al-Palimbani sebagai sosok yang memiliki kontribusi penting bagi pertumbuhan Islam di dunia Melayu. Ia bahkan juga bersaham besar bagi nama Islam di Nusantara berkaitan kiprah dan kontribusi intelektualitasnya di dunia Arab, khususnya semasa ia menimba ilmu di Mekkah.

Riwayat hidup Abdush Shamad al-Palimbani sangat sedikit diketahui. la sendiri hampir tidak pernah menceritakan tentang dirinya, selain tempat dan tanggal yang dia cantumkan setiap selesai menulis sebuah kitab. Seperti yang pernah ditelusuri M. Chatib Quzwain dan juga Hawash Abdullah, satu-satunya yang menginformasikan tentang dirinya hanya Al-Tarikh Salasilah Negeri Kendah (di Malaysia) yang ditulis Hassan bin Tok Kerani Mohammad Arsyad pada 1968.

Sumber ini menyebutkan, Abdush Shamad adalah putra Syekh Abdul Jalil bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh Ahmad al-Mahdani (ada yang mengatakan al-Mahdali), seorang ulama keturunan Arab (Yaman) yang diangkat menjadi Mufti negeri Kedah pada awal abad ke-18. Sementara ibunya, Radin Ranti adalah seorang wanita Palembang. Syekh Abdul Jalil adalah ulama besar sufi yang menjadi guru agama di Palembang, tidak dijelaskan latar belakang kedatangannya ke Palembang. Diperkirakan hanya bagian dari pengembaraannya dalam upaya menyiarkan Islam sebagaimana banyak dilakukan oleh warga Arab lainnya pada waktu itu.

Tetapi selain sumber tersebut, Azyu-mardi Azra juga mendapatkan informasi mengenai dirinya dalam kamus-kamus biografi Arab yang menunjukkan bahwa Al-Palimbani mempunyai karir terhormat di Timur Tengah.

Menurut Azra, informasi ini merupakan temuan penting sebab tidak pernah ada sebelumnya riwayat-riwayat mengenai ulama Melayu-lndonesia ditulis dalam kamus biografi Arab. Dalam literatur Arab, Al-Palimbani dikenal dengan nama Sayyid Abdush Shamad bin Abdur Rahman al-Jawi. Tokoh ini, menurut Azra, bisa dipercaya adalah Al-Palimbani karena gambaran karirnya hampir seluruhnya merupakan gambaran karir Abdush Shamad al-Palimbani yang diberitakan sumber-sumber lain.

Sejauh yang tercatat dalam sejarah, memang ada tiga versi nama yang dikaitkan dengan nama lengkap Al-Palimbani. Yang pertama, seperti dilansir Ensiklopedia Islam, ia bernama lengkap Abdus Shamad Al-Jawi Al-Palimbani. Versi kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Mizan: 1994), ulama besar ini memiliki nama asli Abdus Shamad bin Abdullah Al-Jawi Al-Palimbani. Sementara versi terakhir, tulis Rektor UIN Jakarta itu, bahwa bila merujuk pada sumber-sumber Arab, maka Syeikh Al-Palimbani bernama lengkap Sayyid Abdus Al-Shamad bin Abdurrahman Al-Jawi.

Dalam pengembaraan putra mahkota Kedah, Tengku Muhammad Jiwa ke Palembang, ia bertemu dengan Syekh Abdul Jalil dan berguru padanya, bahkan mengikutinya mengembara ke berbagai negeri sampai ke India. Dalam sebuah perjalanan mereka, Tengku Muhammad Jiwa mendapat kabar bahwa Sultan Kedah telah mangkat.

Tengku Muhammad Jiwa lalu mengajak gurunya itu (Syekh Abdul Jalil) pulang bersamanya ke negeri Kedah. Ia dinobatkan menjadi sultan pada tahun 1112 H/1700 M dan Syekh Abdul Jalil diangkat menjadi mufti Kedah dan dinikahkan dengan Wan Zainab, putri Dato’ Sri Maharaja Dewa, Sultan Kedah.

Tiga tahun kemudian Syekh Abdul Jalill kembali ke Palembang karena permintaan beberapa muridnya yang rindu padanya. Di Palembang ia menikah dengan Radin Ranti dan memperoleh putra, Abdush Shamad. Dengan demikian kemungkinan Abdush Shamad lahir tahun 1116 H/1704 M.

Sumber yang menyebutkan silsilahnya sebagai keturunan Arab tidak pernah dikonfirmasikan oleh Al-Palimbani sendiri. Jika keterangan sumber tersebut benar, tentu Al-Palimbani akan mencantumkan nama besar al-Mahdani pada akhir namanya. Ini dapat dilihat dari setiap tulisannya, ia menyebut dirinya Syekh Abdush Shamad al-Jawi al-Palimbani. Kemungkinan dalam dirinya memang mengalir darah Arab tetapi silsilah itu tidak begitu jelas atau ada mata rantai yang tidak bersambung menurut garis keturunan bapak sehingga dia tidak merasa berhak menyebut dirinya keturunan al-Mahdani dari Yaman. Dan barangkali dia lebih merasa sebagai orang Indonesia sehingga mencantumkan ‘al-Jawi‘ dan ‘al-Palimbani‘ di ujung namanya.

Al-Palimbani mengawali pendidikannya di Kedah dan Pattani (Thailand Selatan). Tidak ada penjelasan kapan dia berangkat ke Makkah melanjutkan pendidikannya. Kemungkinan besar setelah ia menginjak dewasa dan mendapat pendidikan agama yang cukup di negeri Melayu itu. Dan agaknya sebelum ke Makkah dia telah mempelajari kitab-kitab para sufi (tasawuf) Aceh, karena di dalam Sayr al-Salikin dia menyebutkan nama Syamsuddin al-Samatrani dan Abdul Rauf al-Jawi al-Fansuri (Abdul Rauf Singkel). Namun sumber lain mengatakan bahwa ia pernah bertemu dan berguru pada Syamsuddin al-Samatrani dan Abdul Rauf Singkel di Makkah.

Di Makkah dan Madinah, Al-Palimbani banyak mempelajari berbagai disiplin ilmu kepada ulama-ulama besar masa itu serta para ulama yang berkunjung ke sana. Walaupun pendidikannya sangat tuntas mengingat ragam ulama tempatnya belajar, Al-Palimbani mempunyai kecenderungan pada tasawuf. Karena itu, di samping belajar tasawuf di Masjidil-Haram, ia juga mencari guru lain dan membaca kitab-kitab tasawuf yang tidak diajarkan di sana. Dari Syekh Abdur Rahman bin Abdul ‘Aziz al-Magribi dia belajar kitab Al-Tuhfatul Mursalah (Anugerah yang Diberikan) karangan Muhammad Fadlullah al-Burhanpuri (w. 1030 H/1620 M). Dari Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Madani (w. 1190 H/1776 M) ia belajar kitab tauhid (suluk) Syekh Mustafa al-Bakri (w. 1162 H/1749 M). Dan bersama Muhammad Arsyad al-Banjari, Abdul Wahab Bugis dan Abdul-Rahman Masri Al-Batawi dari Jakarta, mereka membentuk empat serangkai yang sama-sama menuntut ilmu di Makkah dan belajar tarekat di Madinah kepada Syekh Muhammad al-Samman (w. 1162 H/1749 M), juga bersama-sama dengan Dawud Al-Fatani dari Patani, Thailand Selatan.

Selama belajar pada Syekh Muhammad al-Samman, Al-Palimbani dipercaya mengajar rnurid-murid Al-Sammani yang asli orang Arab. Karena itu sepanjarig menyangkut kepatuhannya pada tarekat, Al-Palimbani banyak dipengaruhi Al-Sammani dan dari dialah Al-Palimbani mengambil tarekat Khalwatiyyah dan Sammaniyyah. Sebaliknya, melalui Al-Palimbani- lah tarekat Sammaniyyah mendapat lahan subur dan berkembang tidak hanya di Palembang tetapi juga di bagian lain wilayah Nusantara bahkan di Thailand, Malaysia, Singapura dan Filipina. Beberapa orang guru yang masyhur dan berandil besar dalam proses peningkatan intelektualitas dan spiritualitasnya antara lain Muhammad bin Abdul Karim Al-Sammani, Muhammad bin Sulayman Al-Kurdi, dan Abdul Al-Mun’im Al-Damanhuri. Juga tercatat ulama besar Ibrahim Al-Rais, Muhammad Murad, Muhammad Al-Jawhari, dan Athaullah Al-Mashri.

Al-Palimbani rnemantapkan karirnya di Haramayn (Mekkah dan Madinah) dan mencurahkan waktunya untuk menulis dan mengajar. Meski demikian dia tetap menaruh perhatian yang besar terhadap Islam dan kaum Muslimun di negeri asalnya. Di Haramayn ia terlibat dalam ‘komunitas Jawi’ yang membuatnya tetap tanggap terhadap perkembangan sosio-religius dan politik di Nusantara. Peran pentingnya tidak hanya karena keterlibatannya dalam jaringan ulama, melainkan lebih penting lagi karena tulisan-tulisannya yang tidak hanya menyebarkan ajaran-ajaran sufisme tetapi juga menghimbau kaum Muslimun melancarkan jihad melawan kolonialis Eropa, dibaca secara luas di wilayah Melayu-lndonesia. Peranan dan perhatian tersebut memantapkannya sebagai ulama asal Palembang yang paling menonjol dan paling berpengaruh melalui karya-karyanya.

Al-Palimbani berperan aktif dalam memecahkan dua persoalan pokok yang saat itu dihadapi bangsa dan tanah airnya, baik di kesultanan Palembang maupun di kepulauan Nusantara pada umumnya, yaitu menyangkut dakwah Islamiyah dan kolonialisme Barat. Mengenai dakwah Islam, ia menulis selain dua kitab tersebut di atas, yang menggabungkan mistisisme dengan syariat, ia juga menulis Tuhfah al-Ragibtn ft Sayan Haqfqah Iman al-Mukmin wa Ma Yafsiduhu fi Riddah al-Murtadin (1188). Di mana ia memperingatkan pembaca agar tidak tersesat oleh berbagai paham yang menyimpang dari Islam seperti ajaran tasawuf yang mengabaikan syariat, tradisi menyanggar (memberi sesajen) dan paham wujudiyah muthid yang sedang marak pada waktu itu. Drewes rnenyimpulkan bahwa kitab ini ditulis atas permintaan sultan Palembang, Najmuddin, atau putranya Bahauddin karena di awal kitab itu ia memang menyebutkan bahwa ia diminta seorang pembesar pada waktu itu untuk menulis kitab tersebut.

Mengenai kolonialisme Barat, Al-Palimbani menulis kitab Nasihah al-Muslimin wa tazkirah al-Mu’min fi Fadail Jihad ti Sabilillah, dalam bahasa Arab, untuk menggugah semangat jihad umat Islam sedunia. Tulisannya ini sangat berpengaruh pada perjuangan kaum Muslimun dalam melawan penjajahan Belanda, baik di Palembang maupun di daerah-daerah lainnya. Hikayat Perang Sabil-nya Tengku Cik di Tiro dikabarkan juga mengutip kitab tersebut.

Masalah jihad fi sabililiah sangat banyak dibicarakan Al-Palimbani. Pada tahun 1772 M, ia mengirim dua pucuk surat kepada Sultan Mataram (Hamengkubuwono I) dan Pangeran Singasari Susuhunan Prabu Jaka yang secara halus menganjurkan pemimpin-pemimpin negeri Islam itu meneruskan perjuangan para Sultan Mataram melawan Belanda.

Mengenai tahun wafatnya juga tidak diketahui dengan pasti. Al-Tarikh Salasilah Negeri Kendah menyebutkan tahun 1244 H/1828 M. Namun kebanyakan peneliti lebih cenderung menduga ia wafat tidak berapa lama setelah meyelesaikan Sayr al-Salikin (1203 H/1788 M). Argumen mereka, Sayr al-Salikin adalah karya terakhirnya dan jika dia masih hidup sampai 1788 M kemungkinan dia masih tetap aktif menulis. Al-Baythar - seperti dikutip Azyumardi Azra - menyebutkan ia wafat setelah tahun 1200/1785. Namun Azyumardi Azra sendiri juga lebih cenderung mengatakan ia wafat setelah menyelesaikan Sayr al-Salikin, tahun 1788 M.

Karya Tulis Al-Palimbani

Tercatat delapan karya tulis Al-Palimbani, dua diantaranya telah dicetak ulang beberapa kali, dua hanya tinggal nama dan naskah selebihnya masih bisa ditemukan di beberapa perpustakaan, baik di Indonesia maupun di Eropa. Pada umumnya karya tersebut meliputi bidang tauhid, tasawuf dan anjuran untuk berjihad. Karya-karya Al-Palirnbani selain empat buah yang telah disebutkan di atas adalah:

Zuhrah al-Murid fi Bayan Kalimah al-Tauhid, ditulis pada 1178 H/1764 M di Makkah dalam bahasa Melayu, memuat masalah tauhid yang ditulisnya atas perrnintaan pelajar Indonesia yang belurn menguasai bahasa Arab.

Al-’Uwah al-Wusqa wa Silsilah Ulil-Ittiqa’, ditulis dalam bahasa Arab, berisikan wirid-wirid yang perlu dibaca pada waktu-waktu tertentu.

Ratib ‘Abdal-Samad, semacam buku saku yang berisi zikir, puji-pujian dan doa yang dilakukan setelah shalat Isya. Pada dasarnya isi kitab ini hampir sama dengan yang terdapat pada Ratib Samman.

Zad al-Muttaqin fi Tauhid Rabb al-’Alamin, berisi ringkasan ajaran tauhid yang disampaikan oleh Syekh Muhammad al-Samman di Madinah.

Mengenai Hidayah al-Salikin yang ditulisnya dalam bahasa Melayu pada 1192 H/1778 M, sering disebut sebagai terjemahan dari Bidayah al-Hidayah karya Al-Ghazali. Tetapi di samping menerjemahkannya, Al-Palimbani juga membahas berbagai masalah yang dianggapnya penting di dalam buku itu dengan mengutip pendapat Al-Ghazali dari kitab-kitab lain dan para sufi yang lainnya. Di sini ia menyajikan suatu sistem ajaran tasawuf yang memusatkan perhatian pada cara pencapaian ma’rifah kesufian melalui pembersihan batin dan penghayatan ibadah menurut syariat Islam.

Sedangkan Sayr al-Salikin yang terdiri dari empat bagian, juga berbahasa Melayu, ditulisnya di dua kota, yaitu Makkah dan Ta’if, 1779 hingga 1788. Kitab ini selain berisi terjemahan Lubab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali, juga memuat beberapa masalah lain yang diambilnya dari kitab-kitab lain. Semua karya tulisnya tersebut masih dijumpai di Perpustakaan Nasional Jakarta.***

Wallahua’lam

sumber : http://infokito. wordpress. com/2007/ 10/02/mengenal- syeikh-abdush- shamad-al- palimbani/

Read More

Post Top Ad