CUPITEBET

JADIKAN RASULULLAH SAW SEBAGAI IDOLA

ads

Hot

Post Top Ad

Selasa, 23 September 2008

Majelis Rasulullah SAW yang Mengagumkan

21.52.00 0

Majelis Rasulullah memulai da’wahnya pada tahun 1998. Kita pernah mendengar istilah mantan HT, mantan JT, mantan PKS, mantan Salafy, dsb. Namun Alhamdulillah, belum ada yang berkata bahwa dirinya adalah mantan Majelis Rasulullah.

Mengapa mereka begitu betahnya 10 tahun bersama majelis ta’lim yang kerjanya cuma menabuh hadroh tiap malam? Bukannya berkurang, anggota Majelis Rasulullah semakin bertambah banyak, baik yang hadir di majelis fisik maupun secara virtual melalui internet.

Ada banyak faktor yang menyebabkan fenomena mengagumkan seperti ini. Faktor utamanya tentulah adanya keridhoan Allah atas majelis ini. Bukti keridhoan Allah itu terbentang sepanjang perjalanan da’wah Majelis Rasulullah.


Percobaan Pembunuhan

Sudah beberapa kali Habib Munzir mengalami percobaan pembunuhan. Pernah mobil beliau dikejar-kejar dan ditabrak hingga keluar dari badan jalan. Alhamdulillah beliau selamat. Namun komplotan penabrak itu menghentikan mobil mereka dan keluar menghampiri mobil Habib Munzir. Maka terjadilah kejar-kejaran. Alhamdulillah Habib Munzir dan aktivis MR dapat selamat. Di lain waktu peristiwa seperti itu berulang.

Pernah juga beliau diracun dalam suatu perjamuan. Rupanya ada yang telah menyabotase hidangan bagi beliau. Beliau masuk rumah sakit. Alhamdulillah Habib Munzir selamat dari racun berbahaya itu.


Awan Berbentuk Lafazh Allah

Pada hari Kamis, 20 Maret 2008, Majelis Rasulullah SAW mengadakan acara perayaan Maulid Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW di lapangan parkir Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Acara itu dihadiri juga oleh KH. Ma’ruf Amin (selaku Ketua MUI), dan perwakilan dari beberapa partai yang sengaja diundang oleh Majelis Rasulullah SAW.

Seperti biasa, Habib Munzir membawakan taushiyah-taushiyah yang menyentuh hati. Namun kali ini taushiyah beliau lebih terasa di jiwa setiap hadhirin. Beliau mengisahkan kembali bagaimana sosok Rasulullah SAW sesungguhnya. Bagaimana budi pekerti Rasulullah SAW yang tidak pernah kenyang selama 3 hari berturut-turut. Artinya beliau SAW lebih sering lapar. Bukan karena beliau miskin. Jika beliau mau, beliau bisa menjadikan makanan satu piring cukup untuk mengenyangkan beliau dan keluarganya untuk selama-lamanya. Namun beliau ingin menjadi orang yang pertama kali merasakan lapar sebelum ummatnya merasakan lapar, dan menjadi orang yang terakhir kenyang setelah ummatnya kenyang.

Kisah demi kisah terus mengundang tangis dari jiwa-jiwa yang mencintai Muhammad Rasulullah SAW. Jiwa-jiwa yang dimabuk rindu itu terus melayang ke langit tertinggi. Cahaya-cahaya indah terpancar dari dada mereka hingga menembus ke ‘Arasy.

Awan tipis berkumpul untuk menjawab kegundahan Habib Munzir ketika beliau berbisik dalam hati, “Kasihan jama’ah. Mereka duduk di bawah terik Matahari.” Cuaca terik berubah menjadi sejuk dan berangin sepoy-sepoy, seakan alam menyambut para tamu Rasulullah SAW.

Ketika Habib Munzir mengisahkan akhir-akhir riwayat Rasulullah SAW, beberapa jama’ah melihat awan-awan kecil berkumpul. Perlahan, mereka membentuk lafazh ‘ALLAH’ dalam huruf Arab, lengkap dengan tanda bacanya (harokat).

Ketika Habib Munzir mengajak jama’ah melafazhkan Asma Allah sebanyak 300 kali, awan itu telah terbentuk dengan jelasnya. Sebagian jama’ah yang tidak mengetahui perihal awan itu terus berdzikir sambil menunduk dan tidak menghiraukan sekelilingnya. Mereka asyik dalam melafazhkan Asma Allah. Jama’ah lainnya dan para pengunjung Monas yang melihat awan itu juga berdzikir sambil memandang tanda keridhoan Allah atas perkumpulan kami hari itu.

Selepas berdzikir, awan itu pun mulai terhapus. Namun tetap membekaskan kekaguman di hati jama’ah dan pengunjung Monas yang menyaksikannya.

Sembuh dari Kanker Otak

Pada akhir Agustus 2008, Habib Munzir diketahui menderita kanker otak. Dokter di RSCM telah angkat tangan. Namun beliau menghubungi Habib Umar Al-Hafizh, minta untuk didoakan. Alhamdulillah, kanker otak pun hilang seketika. Habib Umar juga menyampaikan, bahwa setelah itu, da’wah Majelis Rasulullah akan bertambah luas dengan cepat.
 

Da’wah Lembut yang Melembutkan

Pernah Habib Munzir berbicara keras dalam suatu majelis. Maka sepulangnya dari majelis, Rasulullah datang menjumpai beliau (saya lupa, apakah dalam mimpi atau dalam jaga). Rasul berkata bahwa mereka adalah ummat Rasulullah, maka jangan lagi bicara keras terhadap mereka. Sejak saat itu, beliau berusaha untuk bicara penuh kelembutan. Da’wah lembut beliau semakin melembutkan hati jama’ah. Maka bertobatlah sejumlah preman, pezina, pengguna narkoba dan bergabung dalam cahaya kemulyaan setelah mendengarkan ceramah beliau yang terus memanggil hati-hati yang kelam akibat dosa-dosa yang menumpuk.

Bahkan pada tanggal 25 Desember 2007, beberapa Kristiani mendatangi rumah beliau untuk menyatakan ke-Islaman mereka. Hal ini terjadi tepat setelah tanggal 24 Desember 2007 malam, MR melafazhkan “Yaa Allahu” sebanyak 1000 kali untuk meredam kemurkaan Allah dari perkataan fitnah yang menyatakan bahwa Allah mempunyai putera.

Kelembutan hati Habib Munzir yang sering berjumpa Rasulullah baik dalam tidur maupun ketika terjaga telah mampu menembus kekerasan hati jama’ah dan melembutkan hati mereka. Maka semakin mereka merasakan manisnya khusyu, manisnya taubat, manisnya menyebut Asma Allah, manisnya sujud, manisnya ibadah, manisnya mencintai Allah dan Rasul-Nya, manisnya rindu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan manisnya kedekatan dengan Allah.

Habib Munzir tidak hanya mengajarkan ilmu syari’ah yang memenuhi aqal mereka. Tetapi ilmu syari’ah yang memenuhi hati mereka. Dari situlah terbit rasa kehambaan dan bukan adu ilmu. Dari situlah terbit rasa sayang dan bukan benci kepada sesama Muslim. Semakin sering mereka menziarohi Habib Munzir, semakin kuat cahaya kemulyaan itu mempengaruhi mereka. Malam demi malam, bagian-bagian hati mereka terobati. Bertambah kuat kesabaran mereka, bertambah redup kemurkaan mereka. Bertambah kuat kelembutan mereka, bertambah redup kekerasan mereka. Bertambah kuat tawadhu mereka, bertambah redup arogansi mereka.
 

Ilmu yang Bersambung

Ilmu yang diajarkan oleh Habib Munzir adalah ilmu-ilmu yang didapatnya secara bersambung dari guru-gurunya dari tabi’it tabi’in dari tabi’in dari shahabat dari Rasulullah dari malaikat Jibril dari Allah. Mungkin inilah salah satu hal yang menyebabkan Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah. Ikatan dalam keridhoan inilah salah satu hal yang menyebabkan mereka betah di Majelis Rasulullah. Wallahu a’lam.

Sanad Guru Mulia Kami

Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW

Al-Imam Ali bin Abi Tholib Karromallohu Wajhah

Assayyid Husein bin 'Ali bin Abi Tholib Karromallohu Wajhah

Assayyid 'Ali Zaenal 'Abidin

Assayyid Muhammad Al-Baqir

Assayyid Ja'far Asshodiq

Assayyid 'Ali Al'Uryadh

Assayyid Muhammad Annaqib

Assayyid 'Isa Arrumy

Assayyid Ahmad Almuhajir bin 'Isa

Assayyid 'Ubaydillah bin Ahmad Almuhajir

Assayyid 'Alawy bin 'Ubaydillah

Assayyid Muhammad bin 'Alawy

Assayyid 'Alawy bin Muhammad

Assayyid 'Ali bin 'Alawy Kholi' Qosam

Assayyid Muhammad Shohibul Mirbath

Assayyid 'Ali bin Muhammad

Al-Imam Faqihil Muqoddam Muhammad bin 'Ali

Habib 'Alawy Alghoyyur bin Faqihil Muqoddam

Habib 'Ali bin 'Alawy Alghoyyur

Habib Muhammad Maula Addawilah

Habib 'Abdurrahman Asseqof bin Muhammad

Habib Abu Bakar Assakran

Habib 'Ali bin Abu Bakar Assakran

Habib 'Abdurrahman bin 'Ali

Habib Ahmad bin Abdurrahman Syahaabuddin

Habib Abu Bakar bin Salim Fakhrul Wujud

Habib Husein bin Abu Bakar

Habib 'Umar bin 'Abdurrahman Alatthos

Habib 'Abdulloh bin 'Alawy Alhaddad

Habib Ahmad bin Zein Alhabsyi

Habib Hamid bin 'Umar Ba'Alawy

Habib 'Umar bin Seqof Asseqof

Habib 'Abdulloh bin Husin bin Thohir

Habib 'Abdurrahman Almasyhur

Habib 'Ali bin Muhammad Alhabsyi

Habib 'Abdulloh bin Umar Assyathiry

Habib 'Abdul Qodir bin Ahmad Asseqof

Habib Umar bin Hafidz

Habib Munzir bin fuad Almusawa

Wassalamu’alaikum
Read More

Selasa, 16 September 2008

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PORNOGRAFI

22.29.00 0

Akan disahkan tgl 23 sept.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat.

2.Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang disediakan oleh orang perseorangan atau korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah, dan barang cetakan lainnya.

3.Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 

4.Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun.

5.Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 

Pasal 2
Pengaturan pornografi berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, penghormatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan, kebhinnekaan, kepastian hukum, nondiskriminasi, dan perlindungan terhadap warga negara. 

Pasal 3
Pengaturan pornografi bertujuan:
a.mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan;

b.memberikan pembinaan dan pendidikan terhadap moral dan akhlak masyarakat;

c.memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi warga negara dari pornografi, terutama bagi anak dan perempuan; dan 
d.mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

BAB II
LARANGAN DAN PEMBATASAN

Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang memuat: 

e.persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;

f.kekerasan seksual;

g.masturbasi atau onani;

h.ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; atau

i.alat kelamin. 

(2) Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:

a. menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;

b. menyajikan secara eksplisit alat kelamin;

c. mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d. menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak langsung layanan seksual.

Pasal 5 
Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

Pasal 6
Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

Pasal 7
Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 9
Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

Pasal 10
Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya. 

Pasal 11
Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

Pasal 12
Setiap orang dilarang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi.

Pasal 13
(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan di tempat dan dengan cara khusus.

Pasal 14
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai: 
a.seni dan budaya; 
b.adat istiadat; dan
c.ritual tradisional.

Pasal 15
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan dan pelaksanaan ketentuan Pasal 13 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB III
PERLINDUNGAN ANAK

Pasal 16
Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi.

Pasal 17 
1) Pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.


2) Ketentuan mengenai pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV 
PENCEGAHAN

Bagian Kesatu
Peran Pemerintah

Pasal 18
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 19
Untuk melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah berwenang:
a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet; 

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi; dan

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri, dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi.

Pasal 20
Untuk melakukan upaya pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang:

a.melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran pornografi melalui internet di wilayahnya; 

b.melakukan pengawasan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; 

c.melakukan kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak dalam pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di wilayahnya; dan

d.mengembangkan sistem komunikasi, informasi, dan edukasi dalam rangka pencegahan pornografi di wilayahnya. 

Bagian Kedua 
Peran Serta Masyarakat

Pasal 21
Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pencegahan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi. 

Pasal 22 
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara:

a.melaporkan pelanggaran Undang-Undang ini; 

b.melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan; 

c.melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pornografi; dan 

d.melakukan pembinaan kepada masyarakat terhadap bahaya dan dampak pornografi. 

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23
Masyarakat yang melaporkan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a berhak mendapat perlindungan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 

BAB V
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 24
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelanggaran pornografi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Pasal 25
Di samping alat bukti sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, termasuk juga alat bukti dalam perkara tindak pidana meliputi tetapi tidak terbatas pada:

a.barang yang memuat tulisan atau gambar dalam bentuk cetakan atau bukan cetakan, baik elektronik, optik, atau bentuk penyimpanan data lainnya; dan 

b.data yang tersimpan dalam jaringan internet dan saluran komunikasi lainnya.

Pasal 26 
(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang membuka akses, memeriksa, dan membuat salinan data elektronik yang tersimpan dalam fail komputer, jaringan internet, media optik, serta bentuk penyimpanan data elektronik lainnya.

(2) Untuk kepentingan penyidikan, pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik berkewajiban menyerahkan dan/atau membuka data elektronik yang diminta penyidik.

(3) Pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan elektronik setelah menyerahkan dan/atau membuka data elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhak menerima tanda terima penyerahan atau berita acara pembukaan data elektronik dari penyidik.

Pasal 27
Penyidik membuat berita acara tentang tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan mengirim turunan berita acara tersebut kepada pemilik data, penyimpan data, atau penyedia jasa layanan komunikasi di tempat data tersebut didapatkan.

Pasal 28 
(1) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dilampirkan dalam berkas perkara.

(2) Data elektronik yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat dimusnahkan atau dihapus.

(3) Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data elektronik yang dimusnahkan atau dihapus.

BAB VI 
PEMUSNAHAN

Pasal 29
(1) Pemusnahan dilakukan terhadap produk pornografi hasil perampasan.

(2) Pemusnahan produk pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a.nama media cetak dan/atau media elektronik yang menyebarluaskan pornografi;
b.nama, jenis, dan jumlah barang yang dimusnahkan;
c.hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan; dan
d.keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan.

BAB VII 
KETENTUAN PIDANA

Pasal 30
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebar-luaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000. 000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 31
Setiap orang yang menyediakan jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000, 00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000. 000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 32
Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000. 000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 33
Setiap orang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000. 000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34
Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000. 000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000. 000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000. 000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 36
Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000. 000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37
Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000. 000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38
Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Pasal 39
Setiap orang yang mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000, 00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000. 000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 40
(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

Pasal 41
Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:
a.pembekuan izin usaha;
b.pencabutan izin usaha;
c.perampasan kekayaan hasil tindak pidana; dan/atau
d.pencabutan status badan hukum.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan setiap orang yang memiliki atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memusnahkan sendiri atau menyerahkan kepada pihak yang berwajib untuk dimusnahkan. 

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan tindak pidana pornografi dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. 

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

PENJELASAN:

Pasal 4
Ayat (1) 
Huruf a
Yang dimaksud dengan "persenggamaan yang menyimpang" antara lain persenggamaan atau aktivitas seksual lainnya dengan mayat dan binatang, oral seks, anal seks, lesbian, homoseksual.

Huruf b
Yang dimaksud dengan ”kekerasan seksual” antara lain persenggamaan yang didahului dengan tindakan kekerasan (penganiayaan) atau mencabuli dengan paksaan, pemerkosaan.

Huruf d
Yang dimaksud dengan "mengesankan ketelanjangan" adalah penampakan tubuh dengan menunjukkan ketelanjangan yang menggunakan penutup tubuh yang tembus pandang. 

Pasal 5
Yang dimaksud dengan "mengunduh" adalah mengalihkan atau mengambil fail (file) dari sistem teknologi informasi dan komunikasi. 

Pasal 6
Yang dimaksud dengan "yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan" misalnya lembaga yang diberi kewenangan menyensor film, lembaga yang mengawasi penyiaran, lembaga penegak hukum, lembaga pelayanan kesehatan atau terapi kesehatan seksual, dan lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan tersebut termasuk pula perpustakaan, laboratorium, dan sarana pendidikan lainnya.

Kegiatan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan barang pornografi dalam ketentuan ini hanya dapat digunakan di tempat atau lokasi yang disediakan untuk tujuan lembaga dimaksud.

Pasal 10
Yang dimaksud dengan "mempertontonkan diri" adalah perbuatan yang dilakukan atas inisiatif dirinya atau inisiatif orang lain dengan kemauan dan persetujuan dirinya. Yang dimaksud dengan "pornografi lainnya" antara lain kekerasan seksual, masturbasi atau onani.

Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pembuatan" termasuk memproduksi, membuat, memperbanyak, atau menggandakan.

Yang dimaksud dengan "penyebarluasan" termasuk menyebarluaskan, menyiarkan, mengunduh, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, meminjamkan, atau menyediakan.

Yang dimaksud dengan "penggunaan" termasuk memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki atau menyimpan.

Frasa "selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)" dalam ketentuan ini misalnya majalah yang memuat model berpakaian bikini, baju renang, pakaian olahraga pantai, yang digunakan sesuai dengan konteksnya.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "di tempat dan dengan cara khusus" misalnya penempatan yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak atau pengemasan yang tidak menampilkan atau menggambarkan pornografi.

Pasal 14
Yang dimaksud dengan "materi seksualitas" adalah materi yang tidak mengandung unsur yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau tidak melanggar kesusilaan dalam masyarakat, misalnya patung telanjang yang menggambarkan lingga dan yoni.

Pasal 16
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah sedini mungkin pengaruh pornografi terhadap anak dan ketentuan ini menegaskan kembali terkait dengan perlindungan terhadap anak yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.

Pasal 19
Huruf a
Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi.

Pasal 20
Huruf a

Yang dimaksud dengan "pemblokiran pornografi melalui internet" adalah pemblokiran barang pornografi atau penyediaan jasa pornografi. 

Sumber : http://groups.yahoo.com/group/majelisrasulullah/

ad_duror@yahoo. com 
adduror.blogdetik. com

Read More

Post Top Ad