CUPITEBET: Sejarah Islam

JADIKAN RASULULLAH SAW SEBAGAI IDOLA

ads

Hot

Post Top Ad

Tampilkan postingan dengan label Sejarah Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Islam. Tampilkan semua postingan

Kamis, 06 November 2008

Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas (Bungur)

01.35.00 0
Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas, beliau lebih dikenal dengan sebutan Habib Ali Bungur. Beliau merupakan rantai jaringan Ulama Betawi sampai sekarang ini. Beliau memiliki jasa yang sangat besar dalam menorehkan jejak langkah dakwah dikalangan masyarakat Betawi. Beliau menjadi rujukan umat di zamannya, Al-Habib Salim bin Jindan mengatakan bahwa Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas dan Al-Habib Ali Kwitang bagaikan kedua bola matanya, dikarekan keluasan khazanah keilmuan kedua habib itu.
Silsilah beliau adalah : Al-Habib Ali bin Husein bin Muhammad bin Husein bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husein bin Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas bin Agil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Mauladawilah bin Ali bin Alwi Al-Ghuyyur bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammmad Sahib Mirbath bin Ali Khala’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-‘Uraidhi bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Ali Thalib suami Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.
Beliau lahir di Huraidhah, Hadramaut, pada tanggal 1 Muharram 1309 H, bertepatan dengan 1889 M. semenjak usia 6 tahun beliau belajar berbagai ilmu keislaman pada para ulama dan auliya yang hidup di Hadramaut saat itu, sebagaimana jejak langkah generasi pendahulunya, seelah mendalami agama yang cukup di Hadramaut, pada tahun 1912 M beliau pergi ke tanah suci unuk menunaikan haji serrta berziarah ke makam datuknya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam di Madinah. Disana beliau menetap di Makkah. Hari-hari beliau dipergunakan untuk menimba ilmu kepada para ulama yang berada di Hijaz. Setelah 4 tahun (tak banyak sejarawan yang menulis bagaimana perjalanan beliau hingga kemudian tiba di Jakarta) setelah menetap di Jakarta, beliau berguru kepada para ulama yang berada di tanah air,diantaranya : Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Empang-Bogor), Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Attas (Pekalongan) dan Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor (Bondowoso).
Di daerah Cikini beliau tinggal, sebuah kampung yang masyarakatnya hidup dibawah gais kemiskinan. Beliau tinggall bersama-sama rakyat jelata. Setiap orang mengenal Habib Ali, pasti akan berkata “hidupnya sederhana,tawadhu’,teguh memegang prinsip, menolak pengkultusan manusia, berani membela kebenaran, luas dalam pemikiran, mendalam di bidang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan yang kaya dan yang miskin, mendorong terbentuknya Negara Indonesia yang bersatu, utuh serta berdaulat, tidak segan-segan menegur para pejabat yang mendatanginya dan selalu menyampaikan agar jurang antara pemimpin dan rakyat dihilangkan, rakyat mesti dicintai,”hal inilah yang menyebabkan rakyat mencintai Al-Habib Ali bin Husein Al-Attas, beliau tidak pernah menadah tangannya kepada orang-orang kaya harta, sebab beliau memiliki kekayaan hati, beliau tidak mau menengadahkan tangannyadibawah, kecuali hanya memohon kepada Rabbul ‘Alamin. Beliau memiliki ketawakalan yang tinggi kepada Allah azza wa jalla. Beliau selalu mengorbankan semangat anti penjajah dengan membawakan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam yang menganjurkan melawan penjajah. “Penjajah adalah penindas, kafir dan wajib diperangi” begitulah yang sering beliau ucapkan. Beliau tergolong pejuang yang anti komunis. Pada masa pemberontakan PKI, beliau selalu mengatakan bahwa “PKI dan komunis akan lenyap dari bumi Indonesia dan rakyat akan selalu melawan kekuatan atheis. Ini berkah perjuangan para ulama dan auliya yang jasadnya bertebaran di seluruh nusantara”.
Semasa hidupnya beliau tidak pernah berhenti dan tak kenal lelah dalam berdakwah. Salah satu karya terbesar beliau adalah kitab Tajul A’ras fi Manaqib Al-Qutub Al-Habib Sholeh bin Abdullah Al-Attas, sebuah kitab sejarah para ulama Hadramaut yang pernah beliau jumpai, dari masa penjajahan Inggris di Hadramaut, sehingga sekilas perjalanan para ulama Hadramaut di Indonesia. Buku itu juga berisi tentang beberapa kandungan ilmu tasawuf dan Thariqah Alawiyah. Semasa hidupnya beliau selalu berjuang membela umat, kesederhanaan serta istiqomahnya dalam mempraktekkan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari menjadi taulan yang baik bagi umat. Beliau selalu mengajarkan dan mempraktekkan bahwa islam mengajak umat dari kegelapan pada cahaya yang terang, membawa dari taraf kemiskinan kepada taraf keadilan dan kemakmuran dan beliau pun wafat pada tanggal 16 Februari 1976, jam 06:10 pagi dam usia 88 tahun dan beliau dimakamkan di pemakaman Al-Hawi, condet Jakarta timur.


Last Updated ( Wednesday, 05 November 2008 )
http://nurulmusthofa.org/new/index.php?option=com_content&task=view&id=51&Itemid=1
Read More

Kamis, 23 Oktober 2008

Antara Usman Bin Affan dan Faraq Fouda

02.09.00 0
Oleh Adian Husaini 
 

Kebiasaan kaum liberal adalah senang tampil beda. Jika ulama malarang, mereka justru membolehkan. Jika ulama mengecam penghina Nabi dan sahabat, mereka justru membelanya. 

Tampaknya, ada sifat yang khas dari kaum liberal di Indonesia. Mereka senang dengan hal-hal yang nyeleneh dan asal beda dengan umat Islam pada umumnya. Orang Jawa bilang: yang penting Waton suloyo alias WTS atau asal beda. Jika umat Islam menolak Ahmadiyah, mereka malah mendukung Ahmadiyah. Umat Islam mendukung RUU Anti-pornografi, mereka justru menolaknya. Jika umat Islam mengecam perkawinan sesama jenis, mereka justru mendukungnya. Umat Islam menolak perkawinaan antar-agama, tapi mereka malah mempromosikannya. 

Umumnya umat Islam membanggakan sejarahnya yang gemilang. Tapi, kaum liberal senang tampil beda. Mereka senang jika umat Islam malu dengan sejarahnya sendiri. Yang penting beda! Jika ada hal yang dianggap baru, dan datang dari kaum liberal di luar, lalu ditelan begitu saja. Yang penting liberal, dan sok kritis terhadap Islam. Ketika muncul seorang lesbian seperti Irshad Manji, maka mereka sambut dengan gegap gempita. Nong Darol Mahmada, aktivis liberal alumnus Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta menulis artikel di Jurnal Perempuan (nomor 58) berjudul: "Irshad Manji, Muslimah Lesbian yang Gigih Menyerukan Ijtihad." 

Kita pernah membahas, bagaimana naifnya pujian yang berlebihan terhadap Irshad Manji. Tapi, mereka tidak peduli. Setelah mempromosikan Irshad Manji, kini kaum liberal di Indonesia sedang gandrung dengan idola baru bernama Farag Fouda. Yayasan Wakaf Paramadina menerbitkan edisi kedua karya Farag Fouda berjudul Kebenaran yang Hilang: Sisi Kelam Praktik Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Kaum Muslimin. Judul aslinya adalah al-Haqidah al-Ghaibah. 

Tampaknya, buku Fouda sedang digandrungi oleh kaum liberal. Di berbagai forum mereka mempromosikan buku ini. Katanya, ini buku yang hebat, yang menunjukkan "kebenaran" yang selama ini disembunyikan oleh para sejarawan Muslim. Di negara asalnya, Fouda memang sempat membuat berita besar, saat ia mati terbunuh pada 8 Juni 1992. Lima hari sebelumnya, 3 Juni 1992, sejumlah ulama al-Azhar menyatakan Fouda telah murtad karena banyak menghujat Islam. 

Menyambut kampanye penyebaran buku Fouda tersebut, Jumat (17 Oktober 2008) lalu, bertempat di Masjid al-Furqan, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia menggelar Tabligh Akbar. Tampil sebagai pembicara utama adalah Asep Sobari Lc, peneliti bidang sejarah di INSISTS. Sebelumnya, Asep Sobari sudah meluncurkan analisis kritisnya terhadap karya Fouda ini di situs hidayatullah. com. Tapi, dalam acara Tabligh Akbar, alumnus Universitas Madinah itu mengupas lebih tajam lagi berbagai kecurangan dan kesalahan Fouda dalam mengutip kitab-kitab rujukan dari Thabari dan Ibn Saád. Sejumlah bagian dari naskah edisi Indonesia, dibandingkan langsung dengan naskah asli karya Fouda serta kitab-kitab rujukan Fouda. Dengan cara seperti itu, tampak jelas dimana letak kecurangan dan kelemahan buku Fouda tersebut. 

Karena itu, kita kemudian memang cukup keheranan dengan berbagai pujian terhadap buku ini. Khususnya yang dilakukan oleh orang yang bergelar guru besar bidang sejarah. Prof. Dr. Azyumardi Azra, Guru Besar Sejarah dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah ini, memuji-muji buku Fouda: 

"Karya Farag Fouda ini secara kritis dan berani mengungkapkan realitas sejarah pahit pada masa Islam klasik. Sejarah pahit itu bukan hanya sering tak terkatakan di kalangan kaum Muslim, tapi bahkan dipersepsikan secara sangat idealistik dan romantik. Karya ini dapat menggugah umat Islam untuk melihat sejarah lebih objektif, guna mengambil pelajaran bagi hari ini dan masa depan".

Lebih "hebat" lagi pujian dari Prof. Dr. Syafi`i Maarif, Guru Besar Filsafat Sejarah, Universitas Nasional Yogyakarta (UNY): 

 
"Terlalu banyak alasan mengapa saya menganjurkan Anda membaca buku ini. Satu hal yang pasti: Fouda menawarkan "kacamata" lain untuk melihat sejarah Islam. Mungkin Fouda akan mengguncang keyakinan Anda tentang sejarah Islam yang lazim dipahami. Namun kita tidak punya pilihan lain kecuali meminjam "kacamata" Fouda untuk memahami sejarah Islam secara lebih autentik, obyektif dan komprehensif" .

Dengan gamblang, Asep menunjukkan bagaimana Fouda telah sengaja mengambil sejumlah riwayat yang lemah dan tidak jelas sumbernya untuk mendukung opininya. Lalu, dia katakan itu sebagai fakta sejarah. Padahal, faktanya tidak begitu. Kecurangan yang sangat jelas, misalnya, dalam kasus sahabat Utsman bin Affan r.a. Dengan mengutip riwayat-riwayat yang lemah, Fouda telah membangun citra yang sangat buruk terhadap menantu Rasulullah saw tersebut. 

Karena isinya semacam itu, tidak heran jika tokoh liberal, Goenawan Mohamad pun bersorak gembira dengan terbitnya buku ini. Catatan Goenawan di Majalah TEMPO dijadikan epilog buku ini. Ketajaman pena wartawan kawakan ini digunakan untuk mempertajam lagi gambaran hitam fitnah Fouda terhadap sahabat Rasulullah saw yang mulia ini. Simaklah uraian Goenawan tentang Sayyidina Usman bin Affan r.a. dalam kolomnya: 


"Mereka tak sekadar membunuh Usman. Menurut sejarawan al-Thabari, jenazahnya terpaksa "bertahan dua malam karena tidak dapat dikuburkan." Ketika mayat itu disemayamkan, tak ada orang yang menyalatinya. Jasad orangtua berumur 83 tahun itu bahkan diludahi dan salah satu persendiannya dipatahkan. Karena tak dapat dikuburkan di pemakaman Islam, khalifah ke-3 itu dimakamkan di Hisy Kaukab, wilayah pekuburan Yahudi. Tak diketahui dengan pasti mengapa semua kekejian itu terjadi kepada seorang yang oleh Nabi sendiri telah dijamin akan masuk surga. Fouda mengutip kitab al-Tabaqat al-Kubra karya sejarah Ibnu Saád yang menyebutkan satu data menarik: khalifah itu agaknya bukan seorang bebas dari keserakahan. Tatkala Usman terbunuh, dalam brankasnya terdapat 30.500.000 dirham dan 100.000 dinar."

Tampaknya Goenawan tidak mengecek sendiri pada kitab al-Thabari dan Ibn Saád. Dia taklid buta pada Fouda. Dengan penggambaran Goenawan Mohamad seperti itu terhadap Usman r.a., kita dapat menangkap pesan, bahwa Khalifah ketiga dari Khulafaurrasyidin itu adalah seorang yang hina, sial, dan serakah. Goenawan seperti sedang mengejek umat Islam yang senantiasa berdoa untuk Rasulullah saw dan para sahabatnya: "Wahai umat Islam, orang yang kalian puja dan doakan itu adalah manusia brengsek. Kalian selama ini telah tertipu. Ada kebenaran yang hilang; ada fakta sejarah yang selama ini disembunyikan! " Maka, judul yang ditulis untuk buku Fouda ini adalah "Kebenaran yang hilang". 

Kita paham, kaum liberal seperti Goenawan Mohamad ini sedang menertawai umat Islam melalui buku Fouda. Seolah-olah, selama ribuan tahun, umat Islam tolol semua. Para ulama Islam telah melakukan kecurangan, menyembunyikan fakta sejarah tentang sahabat nabi. Seolah-olah, para orang tua Muslim telah salah mengajar anak-anaknya untuk mencintai Rasulullah saw dan para sahabatnya. Padahal, kata mereka, sahabat Nabi yang diagung-agungkan dan senantiasa didoakan umat Islam itu ternyata juga manusia serakah, manusia busuk! 

Pesan penting lain yang disampaikan Goenawan melalui kolomnya adalah pembelaan terhadap Fouda. Ia memuji Fouda. Ia menyesali kematian Fouda. Sebab, Fouda termasuk jajaran kaum sekular-liberal. "Ia mempersoalkan keabsahan posisi khilafah. Ia pengganggu kemutlakan," tulis Goenawan tentang Fouda. Tapi, penyesalan itu bukan untuk Usman r.a.. Goenawan termakan cerita Fouda, bahwa Usman r.a. adalah manusia brengsek, serakah, dan haus kekuasaan. Karena menolak turun dari jabatannya, maka Usman terbunuh. "Maka perkara jadi runcing dan mereka mengepung Usman – lalu membunuhnya, lalu menistanya," tulis Goenawan. 

Usman bin Affan adalah manusia hina. Itu fakta, kata mereka Sumber berita untuk mencaci maki sahabat Nabi itu hanya satu: Farag Fouda. "Kaum "Islamis" tak pernah menyebut peristiwa penting itu, tentu," ejek Goenawan. Syafii Maarif juga cukup rajin mempromosikan buku Fouda ini. Seperti yang ditulisnya di sampul belakang buku ini: Fouda telah memahami sejarah Islam secara lebih autentik, obyektif dan komprehensif. Azyumardi Azra juga menyebut apa yang disajikan oleh Fouda sebagai "realitas sejarah". 

Sebagai Muslim yang beriman akan kejujuran Nabi Muhammad saw, tentu iman kita tertantang dengan pemaparan tentang Sayyidina Usman versi kaum liberal ini. Benarkah Usman r.a. memang manusia hina dan bejat seperti digambarkan Fouda dan Goenawan Mohamad? Padahal, begitu banyak hadits Nabi yang menyebutkan tentang keutamaan Usman bin Affan. Maka, kita ditantang: percaya pada Nabi Muhammad saw atau percaya pada Farag Fouda? 

Untuk itu, cara terbaik adalah mengecek langsung sumber-sumber asli yang dikutip Fouda. Hasil penelitian Asep Sobari menunjukkan, ada kelemahan metodologis dan kecurangan yang sangat serius dari Fouda dalam mengutip sumber-sumber aslinya. Misalnya, tentang riwayat keterlambatan penguburan jenazah Usman bin Affan, Fouda hanya mengambil satu riwayat yang lemah dalam karya al-Thabari. Padahal, ada delapan versi lain yang juga disebutkan dalam kitab itu. Tapi, Fouda sama sekali tidak menyinggungnya. 

Bahkan, dalam al-Thabaqat al-Kubra, karya Ibn Sa'ad, disebutkan beberapa riwayat dari `Amr bin Abdullah dan al-Waqidi yang jelas-jelas menyatakan Usman dimakamkan langsung pada malam harinya di Baqi` (al-Thabaqat, 3/77-78). Jadi, dengan hanya menyebut satu riwayat yang lemah, Fouda jelas-jelas melakukan upaya menipulasi data sejarah dengan membuat kesan seolah-olah hanya ada riwayat itu saja. 

Cara penulisan sejarah seperti ini tentu tidak komprehensif. Maka, ajaib, jika Profesor sejarah justru memuji-muji buku ini. Sama ajaibnya dengan wartawan senior yang malas melakukan cek dan ricek terhadap sumber-sumber referensi yang dipakai Fouda. Mungkin hanya karena cerita picisan Fouda itu sesuai dengan seleranya, maka dia langsung menelan begitu saja cerita tentang kebejatan Usman r.a.. 

Dalam paparan slide-nya saat Tabligh Akbar di Masjid Dewan Da'wah, Asep Sobari menampilkan naskah asli dari al-Thabari yang sama sekali tidak menyebutkan areal pemakaman Hasy Kaukab sebagai areal pemakaman Yahudi. Tapi, dalam naskah asli buku Fouda, ada tambahan bahwa Hasy Kaukab (bukan Hisy Kaukab) adalah areal pemakaman Yahudi. Ini juga merupakan tindakan yang tidak etis dalam penulisan ilmiah. Apalagi ini menyangkut martabat seorang sahabat Nabi yang sangat dihormati oleh Nabi Muhammad saw dan juga umat Islam secara keseluruhan. 

Apakah Usman bin Affan seorang yang serakah karena meninggalkan banyak uang seperti dikatakan Goenawan Mohamad? Asep Sobari menunjukkan data yang menarik tentang kesuksesan bisnis Usman r.a. dan kedermawanannya. Sejumlah riwayat yang dituturkan Ibn Hajar memberi gambaran kekayaan Usman. Di antaranya, pada permulaan masa hijrah, kaum muslim di Madinah kesulitan mendapat air bersih. Saat itu, hanya ada mata air Rumah yang tersedia dan itupun harus dibeli. Usman r.a. akhirnya membeli sumur itu dan mewakafkannya untuk umat Islam. Ketika ada rencana perluasan masjid Nabawi di masa Nabi saw dan dana kas negara tidak mencukupi, Rasulullah saw mengumumkan pengumpulan dana. Maka Usman r.a. segera membeli tanah untuk perluasan tersebut seharga 25.000 dirham. Ketika Nabi saw menghimpun dana guna membiayai perang Tabuk yang terjadi di masa paceklik, Usman r.a. mendermakan 1000 dinar, 940 ekor unta dan 40 ekor kuda (al-Khilafah al-Rasyidah min Fath al-Bari, hlm. 453-458).

Seiring dengan geliat kemajuan ekonomi di masa Umar, bisnis Usman bin Affan pun semakin berkembang dan asetnya bertambah besar, jauh di atas rata-rata kaum muslimin lainnya. Imam Bukhari (hadits no. 3059) menggambarkan, ketika kekayaan negara berupa hewan ternak semakin banyak, Umar terpaksa membuat lahan konservasi eksklusif (al-Hima), dan berkata kepada pegawainya, "Izinkan para pemilik ternak untuk menggembala di al-Hima, tapi jangan sekali-kali mengizinkan [Abdurrahman] bin Auf dan [Usman] bin Affan. Karena jika seluruh ternak mereka berdua binasa, mereka masih punya kebun dan ladang". 

Jadi, Usman r.a. memang seorang pengusaha sukses, kaya raya dan sangat dermawan. Jangankan hartanya, nyawanya pun telah dipertaruhkan untuk Islam. Ia terjun langsung dalam berbagai peperangan. Tidak masuk akal, manusia mulia seperti ini lalu menjadi orang yang serakah terhadap dunia. Tidaklah sepatutnya pribadi mulia seperti Usman bin Affan itu disejajarkan dengan seorang Farag Fouda. Jika ada sebagian sisi lemah Usman r.a. dalam kebijakan politiknya, maka Usman memang seorang manusia. Tapi, tidaklah komprehensif melihat kepemimpinan Usman hanya dari sebagian sisi lemahnya saja. Berbagai prestasi besar – dalam politik, ekonomi, dan pendidikan – telah dicapai dalam masa 12 tahun kepemimpinan Usman bin Affan r.a. 

Selama ratusan tahun, para sejarawan Muslim telah mencurahkan segenap tenaga untuk menulis sejarah tentang para sahabat Nabi Muhammad saw. Tidak ada kebenaran yang disembunyikan, seperti tuduhan Fouda yang diamini begitu saja oleh sejumlah tokoh liberal di Indonesia. Sebab, sumber-sumber sejarah itu tetap terbuka untuk diteliti, oleh siapa saja. Silakan Goenawan Mohammad, Azyumardi Azra, dan Syafii Maarif menelitinya sendiri. Jangan bertaklid begitu saja kepada Fouda. Jangan mengerdilkan keilmuan Anda sendiri! Aneh, jika kematian Fouda disesali, tetapi kematian Usman bin Affan justru dianggap wajar. Sebab, Fouda adalah pejuang HAM, sedangkan Usman r.a. adalah manusia hina dan serakah! 

Semestinya, para ilmuwan dan cendekiawan ini membaca juga banyak buku lainnya tentang cerita seputar konflik diantara sahabat Nabi. Thaha Jabir Ulwani, misalnya, dalam bukunya Adabul Ikhtilaf fil Islam, memaparkan data-data perbedaan bahkan konflik diantara sahabat Nabi. Mereka adalah manusia. Tapi, yang sangat indah adalah bagaimana cara mereka menghadapi dan menyelesaikan konflik. Umat Islam justru bisa belajar dari sejarah semacam itu. Sebab, dalam kehidupan manusia, ada saja orang-orang yang berbuat jahat dan mengeruhkan suasana. Terjadinya kekacauan dan pembunuhan terhadap Usman bin Affan r.a. tidak bisa begitu saja ditimpakan kesalahannya kepada Usman r.a. Begitu juga, martabat Ali bin Abi Thalib r.a. tidak kemudian menjadi rendah karena di masanya terjadi pergolakan. 

Sebagai Muslim, kita tentu tidak sudi mengikuti jejak orang-orang yang mudah menghina sahabat Nabi saw. Mereka adalah manusia-manusia pilihan yang sangat disayangi oleh Nabi kita, Muhammad saw. Kita pun tak suka sahabat kita dicaci maki. Kaum liberal juga tidak suka jika idolanya diungkapkan keburukannya setelah kematiannya. Mereka katakan, itu tidak etis. Tapi, jika penghinaan dan pelecehan itu dilakukan terhadap sahabat Nabi, seperti Usman bin Affan r.a., mereka justru bertepuk tangan. 

Maka, kita tak akan bosan-bosan mengimbau kepada semua pihak yang telah semena-mena mencaci maki sahabat Nabi yang mulia: beristighfarlah dan bertobatlah sebelum terlambat! [Yogyakarta, 18 Oktober 2008/www.hidayatullah. com]
Read More

Senin, 20 Oktober 2008

Seorang Muslim Adalah Saudara Muslim Lainnya

22.38.00 0
قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : 
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ (صحيح البخاري 

Sabda Rasulullah saw :
“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, janganlah ia mendholimi saudaranya, dan jangan pula menyerahkannya pada musuh, dan selama ia memperhatikan kebutuhan saudaranya maka Allah swt memperhatikan kebutuhannya” (Shahih Bukhari)


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Limpahan Puji Kehadirat Allah, Maha Raja Alam Semesta, Maha Melimpahkan Anugerah kepada hamba hamba Nya dari zaman ke zaman, kebahagiaan dunia dan akhirat yang milik Allah, Rahmat dan Kesucian yang milik Allah, Surga yang kekal dan abadi yang milik Allah, Ditawarkan kepada hamba hamba Nya, disiapkan bagi mereka kemewahan yang kekal dan abadi, Ahluttaqwa, Orang orang yang mengikuti Sayyidina Muhammad Saw, orang orang yang akan bahagia dengan kebahagiaan yang kekal, para pengikut Muhammad Rasulullah saw. 


Orang orang yang melewati ketenangan hidup dengan kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat adalah orang orang yang mengikuti Nabiyyuna Muhammad saw, Semakin ia berbuat hal hal yang disukai Allah, semakin Allah akan berbuat hal hal yang ia sukai, Semakin ia melakukan hal hal yang disenangi Allah, Allah akan selalu membolak balikkan keadaan hidupnya pada hal hal yang ia senangi, Demikian hadirin hadirat timbal balik dan balasan dari yang Maha Indah membalas perbuatan hamba hamba Nya.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Semakin kau perindah hubunganmu dengan Allah, semakin Allah Swt memperbaiki keadaan kita, semakin Allah benahi hari hari kita dan semakin Allah melimpahkan keberkahan kepada kita.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Semakin kita perduli kepada saudara kita, semakin Allah perduli kepada kita. Mana buktinya? sebagaimana hadits yang kita baca tadi “al muslim akhul muslim“ (seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya). Bagaimana perbuatan kita terhadap saudara kita? ketika ia susah kita juga ikut susah, jika saudara kita lapar kita turut juga walaupun kenyang tidak merasa enak makannya karena ada saudara kita, saudara kandung kita yakni akhul muslim, 

Berkata Rasul saw “muslim adalah saudara muslim lainnya”. Apa maksud kalimat ini? orang yang menjiwai dan mengamalkan kalimat ini maka ia menjadi penyebab kedamaian dan kesejahteraan di permukaan bumi. Ketika jiwanya menyatu dengan muslim lainnya,, menghormati mereka maka ia tidak akan mau melakukan hal hal yang merugikan saudara muslimnya. Diperjelas oleh Rasul saw “la yadlhlimuhu” (jangan berbuat dholim kepada saudaranya), Kita juga tidak akan tega kalau berbuat dholim kepada saudara kita sendiri, saudara kandung, Demikian Sang Nabi saw mengajarkan kepada kita berbuat kepada seluruh muslimin. “wa la yuslimuhu” (jangan pula membiarkan saudara muslimnya dicengkeram oleh musuh musuh). Dan semakin ia perduli kepada hajatnya, Allah tetap memperhatikan hajat, hajat orang itu. Semakin ia perduli kepada saudara muslimnya yang sedang sedih, yang sedang bermasalah, yang sedang susah. Semakin ia perduli dengan itu maka Allah pun semakin memperhatikan kebutuhannya. Semakin ia berbuat hal hal yang disukai saudaranya, Allah akan makin berbuat hal hal yang ia sukai.

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Allah Swt menyampaikan kepada kita tuntunan terindah Nabiyyuna Muhammad saw. Kita memahami bahwa hal yang paling banyak membahayakan dan menimpa saudara kita itu yang tadi dijelaskan oleh Ustadz Khairullah, bukan kemiskinan saja. Orang di zaman sekarang yang dipermasahkan kemiskinan terus dan kemiskinan, bagaimana mengangkat taraf hidup manusia. Banyak musibah, kemiskinan muncul dan Allah melihatnya sebagai kesalahan muslimin sendiri.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Beda dengan zaman Para Sahabat Ra, mereka tidak menginginkan kekayaan. Kalau mereka inginkan maka Allah limpahkan seluas luasnya. Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah. Bagi mereka yang membutuhkan harta dan keluasan, Allah Swt akan berikan selama ia mendekat kepada Allah Swt, memperindah hubungannya dengan Allah Swt dan Allah Swt akan memberikan hal hal yang membuat ia senang. Selama hal itu bukan dosa dan maksiat. Jadi jangan sampai kita berfikir, semakin aku taat semakin susah hidupku. Kalau aku bertaubat nanti aku disejajarkan dengan Para Sahabat maka hidupku miskin. Tidak demikian hadirin hadirat, karena Rasul saw juga mendoakan Sahabat agar kaya raya.

Dijelaskan di dalam Shahih Bukhari, Rasul saw mendoakan Sayyidina Anas bin Malik Ra “wahai Allah perbanyaklah hartanya dan keturunannya dan limpahi keberkahan bagi harta dan keturunannya”. Tapi kenapa sebagian besar Para Sahabat yang dijelaskan Guru kita tadi adalah orang yang miskin, karena mereka menginginkan hal itu. Karena di zaman mereka sudah ada Baitul Maal yang menampung daripada para fuqara. Mereka menginginkan dekat kepada Allah Swt dan memperbanyak ibadah dan memperbanyak puasa dan tidak boleh disibukkan dengan harta.

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Jadi jangan sampai kita beranggapan kalau seandainya saya banyak ibadah nanti Allah Swt justru menyempitkan rezki saya. Justru tidak demikian, hal itu adalah bisikan syaitan. Allah Swt akan semakin luaskan keadaan hamba Nya terkecuali hamba Nya sendiri yang tidak menginginkannya. Ada hamba yang tidak ingin tinggal di kota maunya tinggal di desa tapi tetap ia terpaksa. Semakin seseorang memperindah hubungannya dengan Allah Swt maka Allah Swt akan berbuat apa apa yang ia sukai. Ada Para Sahabat Ra tidak menginginkan harta. Allah Swt tidak berikan pada mereka keluasan karena Allah Swt berbuat apa yang mereka sukai. 

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Allah Swt mengabulkan doa doa, Sayyidina Umar bin Khattab Ra ingin mati syahid dan ingin wafatnya di Madinah Al Munawwarah maka Allah Swt wafatkan sebagai syahid di Madinah Al Munawwarah. Ada Sahabat Ra lain yang tidak berdoa demikian, wafatnya jauh dari Madinah Al Munawwarah walaupun hati mereka bersama Rasul saw dan Para Sahabat lainnya. Demikian hadirin hadirat semakin kita memperindah hubungan kita dengan Allah Swt, Allah Swt akan membuat apa apa yang kita inginkan diberi oleh Allah Swt. Allah Swt akan berbuat apa yang kita sukai di dunia dan di akhirat.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Al Muslim akhul muslim (seorang muslim adalah saudara muslimnya sendiri). Kita lihat Sang Pembicara Nabiyyuna Muhammad Saw, orang yang paling mencintai seluruh muslimin. Kecintaan yang melebihi seluruh cinta. Cinta ayah dan ibu kepada anaknya tidak berani membela pendosa di hadapan Allah Swt di yaumal qiyamah. Cinta Sayyidina Muhammad Saw kepada umatnya (Nabi saw) membela dan meminta pengampunan bagi para pendosa disaat ayah dan ibu mundur atau kalau perlu tidak mengakui orang itu adalah anaknya, ketika anaknya seorang pendosa.

Nabiyyuna Muhammad Saw orang yang paling mencintai kita, tapi cintanya (Nabi saw) tidak terlihat di dunia tetapi terlihat jelas di yaumal qiyamah. Sehingga kelak semua orang di padang mahsyar mengakui bahwa betul ternyata tidak ada yang lebih perduli dan cinta kepadaku melebihi Sayyidina Muhammad Saw walaupun di dalam kehidupan dunia tidak jumpa. Kita tidak jumpa dengan Sang Nabi saw tapi airmata rindu beliau (Nabi saw) telah sampai kepada kita.

Diriwayatkan di dalam Shahih Muslim, ketika Rasul saw mengeluarkan airmata “aku merindukan saudara saudaraku”, siapa mereka ya Rasulullah? Mereka yang hidup setelah aku wafat, mereka lebih senang duduk melihat aku (Nabi saw) daripada duduk di dalam pekerjaannya, di dalam keluarganya dan di dalam hartanya. 

Kelompok kelompok seperti ini adalah kelompok kelompok yang dirindukan oleh Nabiyyuna Muhammad Saw. Karena kita disini tidak melihat Rasulullah Saw, kita sudah tinggalkan keluarga kita di rumah, meninggalkan pekerjaan dan duduk disini. Disini tidak ada Rasulullah. Bagaimana kalau ada Rasul saw? barangkali dari kemarin atau dari seminggu yang lalu sudah penuh masjid ini dari banyaknya orang yang ingin melihat wajah Nabiyyuna Muhammad Saw. Ini menunjukkan kecintaan akan Sang Nabi saw dan beliau (Nabi saw) merindukan kelompok kelompok, merindukan berjumpa dengan wajah wajah ini. Inilah cinta yang semulia mulia cinta, inilah yang paling hakiki dan tidak pernah terputus. Sebagaimana riwayat lainnya ketika seseorang mencintai lainnya, berbuat sedikit saja yang menyinggung hatinya, putus dan sirna cintanya berubah menjadi kebencian. 

Cinta Sang Nabi Saw sampai ke yaumal qiyamah. Adakah yang melebihi cintanya Sang Nabi saw kepada kita? Allah Allah Allah Swt yang menciptakan Nabiyyuna Muhammad saw dengan maksud untuk mencintai kita. Kenapa Sang Nabi saw mencintai kita sedemikian hebatnya? karena Allah Swt yang menciptakan demikian. Memang Allah Swt menghendaki engkau dicintai dan disayangi oleh Nabimu (Muhammad saw). Allah Swt yang memilih nama kita untuk muncul di umat ini dalam kelompok Sayyidina Muhammad Saw. Fulan bin fulan akan masuk ke dalam kelompok umat Ku yaitu Muhammad saw dan akan dicintai oleh Nabinya (Muhammad saw), cinta beliau (Nabi saw) kepada umatnya (Nabi saw). Maka berikut ujian yang tiada henti kepada Yang Maha Indah yang membuat kita dicintai dan selalu dalam naungan doa doa Muhammad Rasulullah saw.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari, Rasul saw didatangi oleh beberapa Sahabat mengadu perbuatan salah seorang sahabat lainnya. Seorang sahabat itu berkata “aku kalau melihat istriku ada bersama laki laki lain maka akan kubunuh”. Para sahabat mengadu “ya Rasulullah sahabat itu sampai begitu marahnya”. Katanya kalau ada laki laki lain bersama istrinya akan ia bunuh dengan pedangnya. Rasul saw tersenyum seraya berkata “kalian memangnya kenapa? heran dengan cemburunya Sa’ad..?, Ra”. Kalian kenapa heran dengan cemburu dan cintanya. Rasul saw berkata “aku ini lebih pencemburu daripada Sa’ad ra”. Apa maksudnya? Rasul saw lebih mencintai umatnya daripada cinta Sa’ad kepada istrinya. Cintanya (Nabi saw) kepada umatnya (Muhamad saw) melebihi cintanya suami kepada istri atau cinta istri kepada suami atau cinta ibu kepada anaknya.

Diteruskan lagi oleh Rasul saw “dan Allah Swt lebih pencemburu daripada aku”. Allah Swt lebih mencintai kita daripada siapa – siapa yang lainnya. Rasul saw berkata “oleh sebab itu karena Allah pencemburu (cemburu itu kan datangnya dari cinta) maka Allah haramkan perbuatan buruk dan perbuatan jahat yang terlihat dan yang tidak terlihat”. Kenapa? karena ingin selalu dekat dengan hamba Nya. Tidak mau jauh dari hamba Nya, tidak mau hamba Nya terjerumus dan menjauh karena dosa. Oleh sebab itu Allah Swt haramkan perbuatan jahat dan perbuatan keji yang terlihat dan yang tidak terlihat. Karena apa?karena cinta Nya (Allah Swt).

Orang yang mencintai itu kan selalu ingin dekat, tidak ingin jauh dari yang ia cintai. Dilihat kekasihnya menjauh sedikit, tidak senang. Oleh sebab itu Allah Swt bukan mengatakan makruh perbuatan keji dan perbuatan dosa, tetapi haram. Kenapa? supaya hamba Nya ini tidak jauh dari Allah Swt, ingin selalu dekat dengan hamba Nya. Tidak ada yang lebih ingin dekat kepada kita selain Allah Swt. 

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Tidak ada yang lebih Pemaaf dari Allah Swt, tidak ada yang mengundang hamba Nya sampai 50 waktu setiap harinya melebihi Allah Swt. Cinta yang tidak bisa ternilai dan terbayangkan ingin jumpa 50X hamba Nya disuruh menghadap 50X sehari. Diberi keringanan sampai 5X tapi sama dengan 50X. Subhanallah!! Dari tidak inginnya Allah Swt jauh dari kita walaupun hamba Nya terjebak. Kalau seandainya yang ada keadilan bukan cinta, saat menjauh dihukum, berbuat dosa dihukum. Sekali berbuat maksiat dengan lidahnya, Allah Swt jadikan lidahnya terbakar misalnya namun tidak, ditawarkan Maaf Nya. Sudah menjauh namun dipanggil lagi kepada pintu Pengampunan Nya. Demikian cinta.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Yang dilanggar kalau berbuat dosa itu siapa? Kan Allah Swt yang disakiti perasaan Nya. Seseorang ketika cinta pada orang lain perasaannya disakiti makin ingin dekat atau makin ingin jauh. Kalau cintanya hanya sekedar cinta di mulut saja, makin orang yang dicintainya berbuat hal yang tidak disukai, ditinggal tidak mau lagi berteman. Hilang cintanya, berbeda dengan Allah semakin hamba Nya berbuat dosa semakin ditawarkan Maaf Nya. Masih ingin dekat dengan Ku wahai pendosa? Ku terima. Jalallahu Yang Maha Indah Menerangi hamba hamba Nya, beruntung jiwa yang merindukan Allah Swt.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Dan Rasul saw bersabda “tiada pula yang lebih menyukai udzur melebihi Allah Swt”. Udzur itu alasan, minta maaf sudah berbuat salah. Siapa? orang orang yang lain tidak senang, kalau salah saja ya salah saja, sudah tidak usah banyak alasan. Allah Swt menyukai Maaf dan Memaafkan. Oleh sebab itu diutuslah Sang Pembawa kabar baik, kabar gembira dan Sang Pembawa Peringatan yaitu Nabiyyuna Muhammad Saw. Supaya apa? supaya hamba Nya kenal dengan ajaran yang mendekatkan kita kepada Allah Swt.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Dalam kehadiran di majelis ini tentunya, saya teringat saudara saudara kita di Manokwari, Irian Jaya. Sebenarnya saya tidak ingin mengulas ucapan ini tapi banyak permintaan karena sebagian dari saudara kita ingin dengar dari website mengenai dakwah di Papua, Irian Jaya. Alhamdulillah keberangkatan saya sampai pada hari Rabu dini hari yang keberangkatannya dari Jakarta Selasa malam. 4 jam perjalanan dengan pesawat dan perbedaan waktu disana adalah 2 jam WIT (Waktu Indonesia Timur) dan disambut dengan sambutan yang sangat hangat di kota Manokwari oleh para pemuda kita lalu meneruskan perjalanan menuju Ransiki, 100 km dari kota Manokwari selama 3 jam perjalanan. Sepanjang perjalanan yang selalu saya saksikan adalah hal yang sangat menyesakkan hati, selalu yang dilihat tidak pernah ada yang spanduk, iklan atau lainnya terkecuali baleho besar, spanduk besar ada di setiap tikungan jalan bertuliskan “Manokwari Kota Injil”. Padahal Manokwari belum diresmikan sebagai Kota Injil, cuma mereka saja mengada ada. Besar sekali balihonya, disetiap tikungan jalan ada pemandangan itu lagi.

Saya bertanya kepada yang bersama kita, penduduk setempat “ini muslimin disini berapa persen persentasenya?”. Ia mengatakan di propinsi Irian Barat ini sekitar 40% : 60% perbedaannya. 40% muslimin, Subhanallah!! Lalu dimana muslimin ini, saya belum melihat satu orang pun yang pakai peci maupun wanita yang memakai jilbab sepanjang jalan 100 km. Memang jalan disana sangat sepi, dalam 15 menit, 20 menit baru bertemu motor atau mobil lainnya. Sepi sekali, memang daerah yang paling jauh daripada Ibukota negaranya (Jakarta), paling jauh tentunya Papua. Sampai disana hadirin hadirat jiwa saya terus teriris, dimana wajah wajah muslimin, aku ingin lihat wajah umat Sayyidina Muhammad Saw. Saudaraku, saudara kita ingin lihat wajahnya. Sedari tadi baleho dan spanduk yang mencekik kita dengan ucapan “Manokwari Kota Injil”. 

Dimana muslimin? hampir beberapa kilometer lagi sampai di wilayah Ransiki, saya lihat beberapa pemuda di pinggir jalan membawa bendera, tidak terlihat pakai peci atau tidak karena pakai helm, bendera apa lagi. Ternyata setelah dekat bendera Majelis Rasulullah Saw. Saya kira saya mimpi, di wilayah Papua, Irian Jaya ada bendera Majelis Rasulullah Saw kapan sampai disini. Ternyata pemuda pemuda kita membuka helmnya dengan mengenakan peci putih, mereka di wilayah Ransiki. Santri santri yang sering hadir di majelis kita setiap malam selasa. 20 orang memang sedang pulang kampung kesana. Mereka menyambut kedatangan kita, tidak lama kemudian disusul dengan beberapa motor dengan bendera Majelis Rasulullah Saw dan bendera kalimat Tauhid diikuti mobil mobil lainnya dengan Rebana Thola’al Badru Alaina di tengah hutan. Kami terus berjalan arak arakan sampai di kota Ransiki dan demikian dahsyatnya sambutan muslimin di kota itu walaupun disitu ada juga yang bukan muslim.

Tapi sambutan muslimin sangat hangat, siapa mereka? Ayah ayah dan keluarga daripada santri santri kita yang dari Manokwari, Irian Jaya. Subhanallah!! Anak anak belasan tahun itu disana ternyata berdakwah sebagaimana doa kita setiap kali mereka maju untuk membaca Alqur’an semoga kembali membawa hidayah dan kemenangan. Demikian doa kita untuk mereka dan doa itu diijabah oleh Allah Swt. Sampai diantara Ayah mereka berkata “ini anak kami tidak boleh pulang lagi ke Jakarta”, kenapa tidak boleh? karena ia jadi imam di salah satu kampung disini. Saya berkata “biarkan orang lain yang jadi imam”, mereka berkata wilayah kampung itu baru masuk islam dan tidak ada yang bisa shalat. Mereka ingin shalat tidak ada yang mengajari shalat, mereka belum bisa shalat sendiri, belum tahu dhuhur berapa raka’at, ashar berapa raka’at, berapa banyak duduk, berdiri dan bersujud. Harus diimami, jadi kalau anak itu sakit tidak ada yang shalat di kampung ini, kalau ia pulang di kampung ini tidak ada lagi shalat. Subhanallah!!.

Di Jakarta kaki kita saling sikut, saling gesek antar majelis taklim. Disana orang mau shalat tidak ada yang mengajari. Satu kampung mau shalat tidak ada yang mengajari. Ada yang sudah belasan tahun mengenal islam dan pernah dengar tentang shalat tapi tidak ada yang mengajarinya. Kenapa? tidak ada ulama disana, sangat sedikit. Tentunya kita tahu Irian Jaya pulau terbesar dari seluruh Indonesia bahwa pulaunya paling besar adalah Irian Jaya. Ulama disana sangat sedikit dan jarak tempuhnya sulit dijangkau kendaraan disana karena kondisi jalannya sangat buruk. Satu musholla saya kunjungi, mereka berkata “ini musholla radius puluhan kilometer cuma hanya ada satu mushollah ini. Jangankan masjid, musholla itu hanya satu saja. 

Jadi kalau kita mau ke musholla harus jalan berjam jam untuk sampai ke musholla itu. Itu hanya satu musholla saja, di sekian belas kampung di sekitarnya. Demikian keadaan muslim disana hadirin hadirat dan saya hadir di mushollah itu mendoakan mereka. Menjaga musholla itu lebih daripada menjaga rumah mereka.

Perjalanan diteruskan ke Bintuni, 200 km dari Ransiki atau 300 km dari Manokwari. 12 jam perjalanan, karena kondisi jalan yang sangat buruk tidak bisa dilewati kecuali mobil mobil tinggi, jeep dan lainnya. Sampai disana sambutan yang sangat mengesankan. Ketika saya keluar mereka sudah menyambut dengan ratusan muslimin muslimat diluar memegang bendera bendera menyambut kita dan saat saya kelaur mereka menangis, ada yang bertakbir, ada yang menjerit. Kenapa ini? mereka berkata “kami sejak dulu hanya mendengar dari datuk datuk kami tentang Para ulama, Para Habaib dan kami belum pernah kedatangan satu pun Habib di kota Bintuni. Ratusan tahun kami cuma dengar dari kakek kakek kami saja. Bahkan ada seorang ibu tua melihat pakaian ini, ia menangis dan berkata “dulu saya lihat kakek saya berpakaian seperti ini, sejak itu tidak ada lagi yang berpakaian seperti ini”, sudah lama ratusan tahun yang silam.

Bintuni dimasuki islam abad ke 16 Masehi. Demikian dahsyatnya cinta dan rindu mereka kepad para ulama dan demikian sangat menyedihkan keadaan mereka saudara saudara kita. Diantara keluh kesah mereka yang demikian polos mereka berkata “kami ini Propinsi Papua tidak mau ikut Republik Indonesia terkecuali karena kami tahu Republik Indonesia itu muslim”. Kami tidak mau bersama Portugis, kami ingin bersama Republik Indonesia karena muslim. Tapi setelah kami jadi saudara sebangsa mereka, kami yang paling dikucilkan. Demikian penyampaian mereka. Mereka berkata dari mana kami harus belajar islam, tidak ada yang mengajari kami. Kami belajar agama islam hanya dari televisi dan itu cuma satu satunya yang membuat kami mengenal islam. Padahal tidak semua dari kami yang wilayahnya ada listrik. Listrik saja sulit disana apalagi televisi. Radio tidak ada sinyal pun sangat sulit. 

Sampai mereka berkata kami dengar dari saudara saudara kami yang punya televisi bahwa orang orang di Jakarta mengirimkan hartanya untuk Palestina, untuk Bosnia. Kenapa mereka kirim ke tempat yang jauh, kami saudara sebangsa tidak mampu membangun mushola dan tidak bisa melakukan shalat karena tidak ada yang mengajarinya. Demikian sanggahan sanggahan dan keluhan mereka. Saudara saudara kita di wilayah Irian Barat. Setelah saya meninggalkan Bintuni dan tentunya kita mengambil beberapa santri untuk kembali lagi kesini. Sudah dari Ransiki dan 10 santri yang kita ambil dari Bintuni lagi.

Ditengah perjalanan di malam hari, saya meriang karena sedih juga mengingat keadaan yang sedemikian menyedihkan dan sangat mengharukan. Ketika saya tertidur saya bermimpi berjumpa dengan seorang pemuda seusia saya. Pemuda dengan pakaian putih putih dan ia berkata “saya berdakwah disini, lewat ditempat ini, dan saya dikejar kejar disini dan saya dibunuh disini”. Ketika saya bangun, saya melihat ternyata tempat yang dimimpikan itu adalah rimba belantara, ia berkata “saya mati dibunuh disini”. Kuburnya tidak dikenali orang, Subhanallah!! Inilah perjuangan para Da’i terdahulu.

Abad ke 16 M, bagaimana keadaan Irian, bagaimana sulitnya menembus tempat itu demi menyampaikan cita cita dan tugas Nabiyyuna Muhammad Saw.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Hampir saya berfikir, saya akan meninggalkan Jakarta dan terus berdomisili di Irian Barat karena tidak tahan melihat yang disini Jakarta sudah banyak Da’i sedangkan disana belum. Tapi setelah saya fikir fikir tentunya lebih baik kita mengambil santri santri itu dan mendidiknya disini dan kembali kesana dan dididik lagi lalu kembalilagi kesana hal itu lebih baik.

Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,
Dan tentunya setelah saya meninggalkan Papua, Irian Barat saya bermunajat dan tentunya kita juga bermunajat bahwa sekarang kita melihat pamflet pamflet, spanduk spanduk Papua atau Manokwari Kota Injil kita bermunajat akan dating waktunya Irian Barat menjadi kota Sayyidina Muhammad Saw, Irian Barat sebagai wilayah Nabiyyuna Muhammad Saw. Kita makmurkan wilayah Jakarta bukan berarti kita memikirkan Irian Barat saja, Jakarta juga perlu dibenahi, saudara kita yang masih narkoba, saudara kita yang masih mabuk, saudara dan teman yang masih tidak mau shalat dan semua adalah lading jihad kita ntuk menuntun mereka pada kemuliaan, kembalikan mereka kepada hidayah.

Kita bermunajat kepada Allah Swt, semoga Allah Swt melimpahkan kemakmuran bagi muslimin muslimat di wilayah Jakarta, di wilayah Irian Barat dan diseluruh wilayah muslimin. Ya Rahman Ya Rahim kami berdoa untuk saudara saudara kami di Papua, Irian Barat dukung mereka Rabbiy Rabbiy tolong perjuangan mereka, tolong beri apa apa yang mereka inginkan, limpahkan keluasan bagi mereka, semoga Allah Swt limpahkan hidayah bagi mereka yang menyembah selain Mu.

Ya Rahman Ya Rahim Ya Djaljalali wal ikram jadikan wilayah itu wilayah Sayyidina Nabi Muhammad Saw, bangkitkan kekuatan muslimin muslimat. Ya Rahman Ya Rahim datangkanlah terus santri santri dari putra putri mereka ke Jakarta dan yang akan kembali ke wilayah mereka membawa hidayah, membawa syari’ah, membawa islam, membawa dakwah. Mengenalkan shalat, mengenalkan tarawih, mengenalkan takbir, mengenalkan puasa ramadhan, 

Faquuluuu (ucapkanlah) Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah

Faquuluuu jamii'an (ucapkanlah bersama sama) Laillahailallah Laillahailallah Laillahailallah Muhammadurrasulullah

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Ditulis Oleh: Administrator  www.majelisrasulullah.org
Saturday, 18 October 2008 
Seorang Muslim Adalah Saudara Muslim Lainnya
Senin, 13 Oktober 2008 

Read More

Rabu, 15 Oktober 2008

Sayyidah Nafisah Guru Imam Syafi’i

20.14.00 0
Sayyidah Nafisah Guru Imam Syafi’i
 
  Sayyidah Nafisah adalah putri Hasan al-Anwar bin Zaid bin Hasan bin Ali dan Sayyidah Fathimah az-Zahra', putri Rasululullah Saw. Sayyidah Nafisah dilahirkan di Mekah al-Mukarramah, 11 Rabiul awal 145 H. Pada tahun 150 H, Hasan menjabat sebagai Gubernur Madinah dan ia membawa Sayyidah Nafisah yang baru berusia lima tahun ke Madinah. Di sana Sayyidah Nafisah menghafal Al-Qur'an, mempelajari tafsirnya dan senantiasa menziarahi makam datuknya, Rasulullah Saw. Sayyidah Nafisah terkenal zuhud, berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari untuk bertahajud dan beribadah kepada Allah SWT. Sayyidah Nafisah mulai umur enam tahun selalu menunaikan salat fardu dengan teratur bersama kedua orang tuanya di Masjid Nabawi. Sayyidah Nafisah menikah dengan putra pamannya, Ishaq al-Mu'tamin. Pernikahan itu berlangsung pada tanggal 5 Rajab 161 H. Umur Sayyidah Nafisah ketika itu 16 tahun. Ia dikaruniai seorang putra bernama al-Qasim dan seorang putri bernama Ummu Kultsum. Sayyidah Nafisah menunaikan ibadah haji sebanyak tiga puluh kali, sebagian besar ia lakukan dengan berjalan kaki. Hal tersebut dilakukan karena meneladani datuknya, Imam Husain yang pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku malu kepada Tuhanku jika aku menjumpai-Nya di rumah-Nya dengan tidak berjalan kaki." Riwayat-riwayat tentang Sayyidah Nafisah kebanyakan dinisbahkan kepada putri saudaranya, Zainab binti Yahya al-Mutawwaj, yang selalu menyertai dan menemaninya sepanjang hidupnya, serta tidak mau menikah karena ingin selalu melayani dan menyenangkannya. Zainab binti Yahya, saat berbicara tentang Sayyidah Nafisah, mengatakan, "Bibiku hafal Al Qur'an dan menafsirkannya, ia membaca Al Qur'an dengan menangis sambil berdo’a, 'Tuhanku, Mudahkanlah untukku berziarah ke tempat Nabi lbrahim as." Sayyidah Nafisah tahu bahwa Nabi Ibrahim adalah datuk para nabi, jadi datuk dari ayahnya juga, Muhammad Saw. Dan Rasulullah Saw mengatakan, "Akulah yang dimaksud dalam do’a Ibrahim as ketika berdo’a, “Ya Tuhan kami, utuslah kepada mereka seorang rasul di antara mereka yang akan membacakan ayat-ayat Mu kepada mereka dan akan mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka serta akan membersihkan mereka; sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Baqarah: 129) 
Hijrah ke Mesir
  Ketika Sayyidah Nafisah menziarahi makam Nabi Ibrahim as, ia ingin menangis. Lalu ia duduk dengan khusyuk membaca Al-Qur'an surat Ibrahim: 35-37. Hari Penyambutan di Kota al-Arisy Ketika Sayyidah Nafisah datang ke Mesir, usianya 48 tahun. Ia tiba pada hari Sabtu, 26 Ramadan 193 H. Sewaktu orang-orang Mesir mengetahui kabar kedatangannya, mereka pun berangkat untuk menyambutnya di kota al-Arisy, lalu bersama-sama dengannya memasuki Mesir. Sayyidah Nafisah ditampung oleh seorang pedagang besar Mesir yang bernama Jamaluddin 'Abdullah al Jashshash, di rumah ini Sayyidah Nafisah tinggal selama beberapa bulan. Penduduk Mesir dari berbagai pelosok negeri berdatangan ke tempatnya untuk mengunjungi dan mengambil berkah darinya. Nafisah khawatir, hal itu akan menyulitkan pemilik rumah. la pun meminta izin untuk pindah ke rumah yang lain. la kemudian memilih sebuah rumah yang khusus untuknya di sebuah kampung di belakang Mesjid Syajarah ad-Durr di jalan al-Khalifah. Kampung itu sekarang dikenal dengan nama al-Hasaniyyah. Penduduk Mesir yang telah mengetahui rumah baru yang ditempati oleh Sayyidah Nafisah, segera mendatanginya. Nafisah merasa dengan banyaknya orang yang mengunjunginya, benar-benar menyulitkannya untuk beribadah. Ia berpikir untuk meninggalkan Mesir dan kembali ke Madinah. Orang-orang mengetahui rencana Nafisah untuk meninggalkan Mesir. Mereka segera kepenguasa Mesir, as-Sirri bin al-Hakam, dan memintanya agar meminta Sayyidah Nafisah untuk tetap tinggal di Mesir. As-Sirri bin al-Hakam kemudian mendatangi Sayyidah Nafisah. Kepada as-Sirri, Sayyidah Nafisah berkata, Dulu, saya memang ingin tinggal di tempat kalian, tetapi aku ini seorang wanita yang lemah. Orang-orang yang mengunjungiku sangat banyak, sehingga menyulitkanku untuk melaksanakan wirid dan mengumpulkan bekal untuk akhiratku. Lagi pula, rumah ini sempit untuk orang sebanyak itu. Selain itu, aku sangat rindu untuk pergi ke raudhah datukku, Rasulullah Saw." Maka as-Sirri menanggapinya, "Wahai putri Rasulullah, aku jamin bahwa apa yang engkau keluhkan ini akan dihilangkan. Sedangkan mengenai masalah sempitnya rumah ini, maka aku memiliki sebuah rumah yang luas di Darb as-Siba' Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku memberikan itu kepadamu. Aku harap engkau mau menerimanya dan tidak membuatku malu dengan menolaknya." Setelah lama terdiam, Sayyidah Nafisah berkata, 'Ya, saya menerimanya." Kemudian ia Mengatakan, Wahai Sirri, apa yang dapat aku perbuat terhadap jumlah orang yang banyak dan rombongan yang terus berdatangan? “Engkau dapat membuat kesepakatan dengan mereka bahwa waktu untuk pengunjung adalah dua hari dalam seminggu. Sedangkan hari-hari lain dapat engkau pergunakan untuk ibadahmu, jadikanlah hari Rabu dan Sabtu untuk mereka," kata as-Sirri lagi. Sayyidah Nafisah menerima tawaran itu. Ia pun pindah ke rumah yang telah diberikan untuknya dan mengkhususkan waktu untuk kunjungan pada hari Rabu dan Sabtu setiap minggu. 
Seorang Guru bagi para ulama Sufi, Fuqoha dan Muhadistin.
Perjumpaan Imam Syafi’i Ra dengan Sayyidah Nafisah Di rumah ini, Sayyidah Nafisah dikunjungi oleh banyak fuqaha, tokoh-tokoh tasawuf, dan orang-orang saleh. Di antara mereka adalah Imam Syafi’i, Imam 'Utsman bin Sa’id al-Mishri, Dzun Nun al-Mishri, Al Mishri as-Samarqandi, Imam Abubakar al-Adfawi dan banyak ulama lain. Imam Syafi’i datang ke Mesir pada tahun 198 H, lima tahun setelah kedatangan Sayyidah Nafisah. Imam syafi’i tinggal di Mesir lebih dari empat tahun. Di sana ia mengarang kitab-kitabnya. Namanya menjadi terkenal karena orang-orang menerima dan mencintainya, dan tersebarlah mazhabnya di tengah-tengah mereka. Di Mesir ia menyusun pendapat mazhabnya yang baru (qaul jadid), yang disusunnya karena adanya perubahan kondisi dan kebiasaan. Hal itu dimuat dalam kitabnya al-Umm. Ketika Imam Syafi’i datang ke Mesir, ia telah menjalin hubungan dengan Sayyidah Nafisah. Hubungan keduanya diikat oleh keinginan untuk berkhidmat kepada akidah Islam. Imam Syafi’i biasa mengunjungi Sayyidah Nafisah bersama beberapa orang muridnya ketika berangkat menuju halaqah-halaqah pelajarannya di sebuah masjid di Fusthath, yaitu Mesjid 'Amr bin al-'Ash. Imam Syafi’i biasa melakukan salat Tarawih dengan Sayyidah Nafisah di mesjid Sayyidah Nafisah. Walaupun Imam Syafi'i memiliki kedudukan yang agung, tetapi jika ia pergi ke tempat Sayyidah Nafisah, ia meminta do’a kepada Nafisah dan mengharap berkahnya. Imam Syafi'i juga mendengarkan hadist darinya. Bila sakit, Imam Syafi’i mengutus muridnya sebagai penggantinya. Utusan itu menyampaikan salam Imam Syafi'i dan berkata kepada Sayyidah Nafisah, "Sesungguhnya putra pamanmu, Syafi'i, sedang sakit dan meminta doa kepadamu." Sayyidah Nafisah lalu mengangkat tangannya ke langit dan mendoakan kesembuhan untuknya. Maka ketika utusan itu kembali, Imam Syafi’i telah sembuh. Suatu hari, Imam Syafi’i menderita sakit. Seperti biasanya, ia mengirim utusan untuk memintakan doa dari Sayyidah Nafisah baginya. Tetapi kali ini Sayidah Nafisah berkata kepada utusan itu, "Allah membaguskan perjumpaan-Nya dengannya dan memberinya nikmat dapat memandang wajah-Nya yang mulia." Ketika utusan itu kembali dan mengabarkan apa yang dikatakan Sayyidah Nafisah, Imam Syafi’i tahu bahwa saat perjumpaan dengan Tuhannya telah dekat. Imam Syafi’i berwasiat agar Sayyidah Nafisah mau menyalatkan jenazahnya bila ia wafat. Ketika Imam Syafi’i wafat pada akhir Rajab tahun 204 H, Sayyidah Nafisah melaksanakan wasiatnya. Jenazah Imam Syafi’i dibawa dari rumahnya di kota Fusthath ke rumah Sayyidah Nafisah, dan di situ ia menyalatkannya. Yang menjadi Imam adalah Abu Ya'qub al Buwaithi, salah seorang sahabat Imam Syafi’i. 
Kepergian Seorang Waliyah
Sayyidah Nafisah terkenal sebagai seorang yang zuhud, dan suka beribadah sepanjang hayatnya. Zainab, kemenakan Sayyidah Nafisah, pernah ditanya, "Bagaimana kekuatan bibimu?" Ia menjawab, Ia makan sekali dalam tiga hari. Ia memiliki keranjang yang digantungkan di depan musalanya. Setiap kali ia meminta sesuatu untuk dimakannya, ia dapatkan di keranjang itu. Ia tidak mau mengambil sesuatu selain milik suaminya dan apa yang dikaruniakan Tuhan kepadanya." Salah seorang penguasa pernah memberikan seratus ribu dirham kepadanya dengan mengatakan, "Ambillah harta ini sebagai tanda syukur saya kepada Allah karena saya telah bertobat". Nafisah mengambil uang itu kemudian membagi-bagikannya kepada fakir miskin, orang jompo dan orang yang membutuhkannya sampai habis. Menggali Kuburnya dengan tangannya sendiri Ketika Sayyidah Nafisah merasa ajalnya telah dekat, ia mulai menggali kuburnya sendiri. Kubur itu berada di dalam rumahnya. Ia turun ke dalamnya untuk memperbanyak ibadah dan mengingat akhirat. Al-Allamah al-Ajhuri mengatakan, Nafisah mengkhatamkan Al-Qur'an di dalam kubur yang telah digalinya sebanyak enam ribu kali dan menghadiahkan pahalanya untuk kaum Muslimin yang telah wafat. Ketika sakit, ia menulis surat kepada suaminya, Ishaq al Mu'tamin, yang sedang berada di Madinah dan memintanya datang. Suaminya pun datang bersama kedua anak mereka, al-Qasim dan Ummu Kultsum. Pada pertengahan pertama bulan Ramadan 208 H, sakitnya bertambah parah, sedangkan ia dalam keadaan berpuasa. Orang-orang menyarankannya untuk berbuka demi menjaga kekuatan dan mengatasi sakit yang dideritanya. Ia pun menjawab, "Sungguh aneh! Selama tiga puluh tahun aku meminta kepada Allah agar Ia mewafatkan aku dalam keadaan berpuasa. Maka bagaimana mungkin aku berbuka sekarang? Aku berlindung kepada Allah. Hal itu tidak boleh terjadi selamanya". Kemudian ia membaca surah al-An'am. Ketika sampai pada ayat, "Untuk mereka itu kampung keselamatan (surga) di sisi Tuhan mereka. Dia penolong mereka berkat amalan yang mereka perbuat," (QS. al-An'am: 127) Nafisah lalu mengucapkan kalimat syahadat, dan naiklah rohnya keharibaan Tuhannya Yang Maha Tinggi, berjumpa dengan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Sebelumnya Nafisah berwasiat kepada suaminya untuk memindahkan jasadnya yang suci dalam peti ke Madinah untuk dimakamkan di sana bersama keluarganya di Baqi'. Namun, penduduk Mesir menentangnya dan menginginkan agar ia dimakamkan di kubur yang telah digalinya dengan tangannya sendiri. Penduduk Mesir mengumpulkan harta yang banyak, lalu menyerahkannya kepada suami Sayyidah Nafisah seraya meminta agar jenazahnya tetap berada di Mesir. Namun suaminya enggan menerima permintaan itu. Malam itu pun mereka lewati dalam keadaan menderita, padahal mereka orang-orang terkemuka. Mereka tinggalkan harta mereka di tempat Sayyidah Nafisah. Ketika pagi, mereka mendatanginya lagi. Akhirnya suami Sayyidah Nafisah memenuhi pemintaan mereka untuk memakamkan istrinya di tempat mereka, namun ia mengembalikan harta mereka. Mereka bertanya kepadanya tentang hal itu. Ia menjawab, "Aku melihat Rasulullah Saw dalam mimpi. Beliau berkata kepadaku, Wahai Ishaq, kembalikan kepada mereka harta mereka dan makamkanlah ia di tempat mereka." 

Keramat Sayidah Nafisah 
Keramat Sayyidah Nafisah Keramat-keramat yang dinisbahkan kepada Sayyidah Nafisah baik waktu hidup atau sesudah wafatnya sangat banyak. Di antara keramatnya yang terjadi ketika masih hidup, adalah yang berhubungan dengan kesembuhan seorang gadis Yahudi dari penyakit lumpuh. Diceritakan bahwa ketika Sayyidah Nafisah datang ke Mesir, ia tinggal bertetangga, dengan satu keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak gadis yang lumpuh. Pada suatu hari, ibu si gadis ingin pergi untuk suatu keperluan. Maka ia tinggalkan anaknya di tempat Sayyidah Nafisah. Ia meletakkan anaknya pada salah satu tiang dari rumah Sayyidah Nafisah. Ketika Sayyidah Nafisah berwudlu, air wudlunya jatuh ke tempat gadis Yahudi yang lumpuh itu. Tiba-tiba Allah memberikan ilham kepada gadis Yahudi itu agar mengambil air wudlu tersebut sedikit dengan tangannya dan membasuh kedua kakinya dengan air itu. Maka dengan izin Allah, anak itu dapat berdiri dan lumpuhnya hilang. Saat itu terjadi, Sayyidah Nafisah sudah sibuk dengan salatnya. Ketika anak itu tahu ibunya telah kembali dari pasar, ia pun mendatanginya dengan berlari dan mengisahkan apa yang telah terjadi. Maka menangislah si ibu karena sangat gembiranya, lalu berkata, "Tidak ragu lagi, agama Sayyidah Nafisah yang mulia itu sungguh-sungguh agama yang benar!" Kemudian ia masuk ke tempat Sayyidah Nafisah untuk menciumnya. Lalu ia mengucapkan kalimat syahadat dengan ikhlas karena Allah. Kemudian datang ayah si gadis yang bernama Ayub Abu as-Saraya, yang merupakan seorang tokoh Yahudi. Ketika ia melihat anak gadisnya telah sembuh, dan mengetahui sebab sembuhnya maka ia mengangkat tangannya ke langit dan berkata, "Maha Suci Engkau yang memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki dan menyesatkan orang yang Engkau kehendaki. Demi Allah, inilah agama yang benar". Kemudian ia menuju rumah Sayyidah Nafisah dan meminta izin untuk masuk. Sayyidah Nafisah mengizinkanya. Ayah si gadis itu berbicara, kepadanya dari balik tirai. Ia berterima kasih kepada Sayyidah Nafisah dan menyatakan masuk Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat. Kisah itu kemudian menjadi sebab masuk Islamnya sekelompok Yahudi yang lain yang tinggal bertetangga dengannya. Diriwayatkan oleh al-Azhari dalam kitab al-Kawakib as-Sayyarah: Ada seorang wanita tua yang memiliki empat anak gadis. Mereka dari minggu ke minggu makan dari hasil tenunan wanita itu. Sepanjang waktu ia membawa tenunan yang dihasilkannya ke pasar untuk dijualnya; setengah hasilnya digunakannya membeli bahan untuk ditenun sedangkan setengah sisanya digunakan untuk biaya makan minum mereka. Suatu ketika, wanita itu membawa tenunannya yang ditutupi kain yang sudah lusuh berwarna merah ke pasar sebagaimana biasanya. Tiba-tiba seekor burung merusaknya dan menyambar kain itu beserta isinya yang merupakan hasil usahanya selama seminggu. Menyadari musibah yang menimpanya, wanita itu pun jatuh pingsan. Ketika sadar, ia duduk sambil menangis. Ia berpikir bagaimana akan memberi makan anak-anak yatimnya. Orang-orang kemudian memberikan petunjuk kepadanya agar menemui Sayyidah Nafisah. Ia pun pergi ke tempat Sayyidah Nafisah dan menceritakan kejadian yang menimpa dirinya seraya meminta doa kepadanya. Sayyidah Nafisah lalu berdoa, "Wahai Allah, wahai Yang Maha Tinggi dan Maha Memiliki, gantikanlah untuk hamba-Mu ini apa yang telah rusak. Karena, mereka adalah makhluk-Mu dan tanggungan-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa atas segala sesuatu." Kemudian ia berkata kepada wanita tua itu, "Duduklah, sesungguhnva Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu." Maka duduklah wanita itu menantikan kelapangan atas musibahnya, sementara hatinya terus menangisi anak-anaknya yang masih kecil. Tidak berapa lama kemudian, datanglah sekelompok orang menemui Sayyidah Nafisah. Kemudian mereka berkata kepadanya, "Kami mengalami kejadian yang aneh." Berceritalah mereka kepadanya tentang apa yang mereka alami. Mereka sedang mengadakan perjalanan di laut ketika tiba-tiba terjadi kebocoran dan perahu itu nyaris tenggelam. Tiba-tiba datang seekor burung yang menempelkan kain merah berisi tenunan di lobang itu sehingga lobang tersebut tersumbat dengan izin Allah. Sebagai tanda syukur kepada Allah, mereka memberikan lima ratus dinar kepada Sayyidah Nafisah. Maka menangislah Sayyidah Nafisah, seraya mengatakan, Tuhanku, Penolongku, alangkah kasih dan sayangnya Engkau kepada hamba-hamba-Mu!" Sayyidah Nafisah segera mendatangi wanita tua tadi dan bertanya kepadanya berapa ia menjual tenunannya. "Dua puluh dirham," jawabnya. Sayyidah Nafisah memberinya lima ratus dinar. Wanita itu mengambil uang tersebut, lalu pulang ke rumahnya. Kepada putri-putrinya, ia menceritakan kejadian yang ia alami. Mereka semua datang menemui Sayyidah Nafisah serta mengambil berkah darinya seraya menawarkan diri untuk menjadi pelayannya. Keramat-keramatnya Setelah Wafat Kerarnat-keramat Sayyidah Nafisah setelah wafat juga banyak. Di antaranya, pada tahun 638 H, beberapa pencuri menyelinap ke mesjidnya dan mencuri enam belas lampu dari perak. Salah seorang pencuri itu dapat diketahui, lalu dihukum dengan diikat pada pohon. Hukuman itu dilaksanakan di depan mesjid agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Pada tahun 1940, seseorang yang tinggal di daerah itu bersembunyi di mesjid itu pada malam hari. Ia mencuri syal dari Kasymir yang ada di makam itu. Namun, ia tidak menemukan jalan keluar dari mesjid itu dan tetap terkurung di sana sampai pelayan mesjid datang di waktu subuh dan menangkapnya. Allahu Akbar. Allahu Akbar.

http://nurulmusthofa.org/new/index.php?option=com_content&task=view&id=32&Itemid=7
Read More

Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Tanggul-Jember)

19.30.00 0
Al-Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Tanggul-Jember)
 

  Setiap tahunnya pada tanggal 10 Syawal , manusia tumpah ruah di sepanjang jalan menuju Masjid Riyadus Shalihin, Tanggul, Jember. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru tanah air serta ada pula yang datang dari luar negeri untuk memperingati haul Al Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid, yang lebih akrab dengan sebutan Al Habib Sholeh Tanggul.
  Beliau lahir di Korbah Ba Karman, Wadi ‘Amd, sebuah desa di Hadramaut, pada tahun 1313 H. ayah beliau, Al Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid terkenal dengan sebutan Al-Bakry Al-Hamid, seorang yang sholeh dan ulama yang sangat dicintai dan dihormati masyarakat manapun beliau berada. Ibundanya adalah seorang wanita Sholehah bernama ‘Aisyah, dari keluarga Al-Abud Ba Umar dari Masyaikh Al-‘Amudi. Beliau mulai mempelajari Al-Qur’an dari seorang guru yang bernama Asy-Syeikh Said Ba Mudhij, di Wadi ‘Amd, yang dikenal sebagai seorang yang sholeh yang tiada henti-hentinya berdzikir kepada Allah. Sedangkan ilmu fiqih dan tasawuf beliau pelajari dari ayah beliau sendiri Al-Habib Muhsin bin Ahmad Al-Hamid.
  Pada usia 26 tahun, bertepatan pada keenam tahun 1921 M, Al-Habib Sholeh meninggalkan Hadramaut dan hijrah menuju Indonesia, beliau ditemani oleh Syeikh Fadli Sholeh Salim bin Ahmad Al-Asykariy. Sesampainya di Indonesia beliau singgah beberapa hari di Jakarta. Mendengar kedatangan Al-Habib Sholeh, sepupu beliau Al-Habib Muhsin bin Abdullah Al-Hamid, meminta Al-Habib Sholeh untuk singgah di kediamannya di kota Lumajang. Lalu Al-Habib Sholeh pun tinggal sementara di Lumajang. Setelah menetap beberapa waktu, kemudian beliau pindah ke Tanggul, Jember. Dan akhirnya beliau menetap di tanggul, hingga akhir hayat beliau.
  Suatu ketika, datanglah ilham rabbaniyah kepada beliau untuk melakukan uzlah. Untuk mengasingkan diri dari gemerlap duniawi dan godaannya, menghadap dan bertawajjuh kepada kebesaran sang pencipta. Dalam khalwatnya, beliau senantiasa mengisi waktu-waktunya dengan membaca Al-Qur’an, bershalawat dan berdzikir mengagungkan asma Allah. Dan hal itu berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Hingga pada suatu saat dalam khalwatnya, beliau didatangi oleh guru beliau, Al-Imam Al-Qutub Al-Habib abubakar bin Muhammad Assegaf, dalam cahaya yang bersinar terang. Selanjutnya Al-Habib Abubakar mengajak beliau keluar dari khalwatnya, lalu memerintahkan Al-Habib Sholeh untuk datang ke kediamannya di kota Gresik. Sesampainya di rumah Al-Habib Abubakar, Al-Habib Sholeh diminta untuk mandi di jabiyah (kolam mandi khusus di kediaman Al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf, Gresik). Kemudian Al-Habib Abubakar memberinya mandat dan ijazah dengan memakai jubah, imamah dan sorban.
  Al-Habib Sholeh berdakwah kepada masyarakat sekitar dengan tak kenal lelah, beliau mengajak umat untuk selalu shalat berjama’ah dan tidak meninggalkannya. Antara magrib dan Isya beliau isi dengan membaca Al-Qur’an dan wirid-wirid. Selepas shalat ashar, beliau membaca kitab Nashaih Dinniyah, karya Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, yang beliau uraikan dengan bahasa Madura sebagai bahasa masyarakat setempat. Tujuannya agar masyarakat faham dengan apa yang beliau disampaikan. Berbagai aktivitas dakwahnya, antara lain beliau lakukan dengan mengadakan berbagai pengajian. Beliau dikenal karena akhlaknya yang begitu mulia, beliau tidak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan beliau berusaha menyenangkan hati mereka, sampai-sampai beliau tidak pernah menolak permintaan orang. Seolah apa pun yang beliau miliki ingin beliau berikan kepada setiap orang yang membutuhkan. Beliau selalau melapangkan hati orang-orang yang sedang dalam kesusahan dan menyelesaikan masalah-masalah bagi orang yang mempunyai masalah. Keihklasan hati, akhlak serta keluhuran budi pekertinya membuat beliau sangat dicintai dan dihormati oleh masyarakat. Semua orang yang berada di dekatnya akan merasa nyaman. Bahkan setiap orang yang mengenal beliau akan merasa bahwa dialah orang yang akrab dengan sang habib ini. Ini karena perhatian beliau yang begitu besar terhadap semua orang yang ditemuinya. Beliau seorang yang memiliki kepedulian tinggi terhadap faqir miskin, para janda dan anak yatim.
  Rumah beliau tidak pernah sepi dari para tetamu yang datang, beliau sering mendapat kunjungan dari berbagai tokoh ulama, bahkan para pejabat tinggi Negara sekalipun. Mereka datang untuk bersilahturahmi sampai membahas berbagai permasalahan kehidupan. Al-Habib Sholeh melayani para tetamunya dengan penuh suka cita, siapa pun yang bertamu akan dijamu sebaik mungkin. Beliau menimba sendiri air sumur untuk keperluan mandi dan wudhu para tamunya. Al-habib Sholeh begitu hormat kapada tamunya, bahkan sebelum tamunya menikmati hidangan yang telah disediakan, beliau tak akan menyentuh hidangan itu. Beliau baru makan setelah hidangan itu disantap oleh para tamunya. Sebagaimana Sabda Rasul : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tamunya”. Beliau selalu menasehatkan kepada para tamunya akan tiga hal, pertama, pentingnya menjalankan halat 5 waktu dan ancaman bagi siapa yang meninggalkannya,kedua, besarnya kedudukan orangtua dan kewajiban berbakti kepada keduanya, serta ancaman bagi siapa yang mendurhakainya, ketiga, pentingnya menjaga hubungan silahturahmi, beliau menegaskan bahwa orang yang menjaga hubungan silahturahmi dengan baik, maka Allah akan memanjangkan usianya, mempermudah urusannya dan memperbanyak rizqinya.
  Al-Habib Sholeh dikenal do’anya selalu dikabulkan. Pernah pada suatu ketika saat beliau berkunjung ke Jakarta, kala itu beliau sedang berjalan bersama Al-Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi, kwitang, saat melintasi sebuah lapangan beliau melihat banyak sekali orang berkumpul untuk melakukan shalat istisqa (shalat sunnah untuk memohon kepada Allah,agar diturunkan hujan), lantaran pada saat itu Jakarta sedang dilanda kemarau panjang . Lalu Al-Habib Sholeh berkata kepada salah seorang mereka,”serahkan saja kepada ku, biarkanlah aku yang akan memohonkan kepada Allah agar diturunkan hujan bagi kalian”. tak lama kemudian setelah Al-Habib Sholeh menengadahkan tangan kelangit, seraya membaca do’a memohon kepada Allah meminta hujan, maka tidak berselang lama, hujan pun turun begitu derasnya. Banyak yang meyakini, bahwa beliau merupakan seorang wali yang dekat Nabi Khidir as, Al-Habib Sholeh tercatat sebagai peletak batu pertama pembangunan Rumah Sakit Islam di Surabaya. Bahkan beliau juga diangkat sebagai kepala penasihat di rumah sakit tersebut. Beliau juga pernah menjabat sebagai ketua takmir Masjid Jami’ di kota Jember. Konon pembangunan masjid jami’ tersebut dapat diselesaikan dalam waktu singkat berkat do’a dan keikutsertaan beliau dalam peletakan batu pertama.
  Pada suatu ketika seorang pecinta beliau bernama haji Abdurrasyid mewakafkan tanahnya. Selanjutnya di atas tanah wakaf ini dibangun sebuah masjid yang di beri nama Riyadhus Shalihin. Di masjid inilah yang menjadi pusat semua kegiatan dakwah beliau lakukan. Dan sepeninggal Al-Habib Sholeh kegiatan tersebut tetap dilanjutkan oleh keturunan beliau sampai saat ini.
  Menjelang kewafatannya beliau sering mengatakan kepada keluarganya,” saya minta maaf, sebentar lagi saya akan pergi jauh. Yang rukun semuanya ya, kalau saya pergi jangan sampai ada permusuhan diantara kalian”. Waliyullah yang selalu do’anya dikabul itu wafat pada hari ahad 9 Syawal 1396 H, bertepatan dengan tahun 1976 M dalam usia 83 tahun. Beliau meninggalkan 6 putra-putri, yaitu : Habib Abdullah , Habib Muhammad , Syarifah Nur, Syarifah Fatimah, Habib Ali, Syarifah Khadijah. Ribuan manusia berbondong-bondong bertakziyah di kediaman beliau untuk memberikan penghormatan terakhir, jalan, lorong dan gang disekitar kediaman beliau penuh sesak oleh manusia yang datang. Shalat jenazah pun dilakukan secara bergiliran sebanyak tiga kali, karena tempat yang tersedia tidak mampu membendung luapan manusia yang datang. Jasad beliau dimakamkan disamping Masjid Riyadhus Shalihin, Tanggul, Jember, Jawa Timur.
  Dalam surat takziyahnya seorang auliya panutan bani alawi saat ini, yang juga merupakan sahabat Al-Habib Sholeh Tanggul, Al-Imam Al-Habib Abdul Qadir bib Ahmad Assegaf (Jeddah-Saudi Arabia)” Al-Habib Sholeh telah meninggalkan kita, disaaat kita membutuhkan do’a, bimbingan dan perhatiannya, namun Allah telah berkehendak lain, Allah telah memilihkan beliau kenikmatan abadi di sisi-Nya bersama penghulu seluruh umat manusia, Rasulullah SAW”.  
  
http://nurulmusthofa.org/new/index.php?option=com_content&task=view&id=50&Itemid=4

Read More

Minggu, 12 Oktober 2008

Laporan Perjalanan Dakwah Majelis Rasulullah ke Wilayah Manokwari Papua, Irian Barat

18.27.00 0
Kontributor: Munzir Almusawa  
Sunday, 12 October 2008 
Laporan Perjalanan Dakwah Majelis Rasulullah ke Wilayah 
Manokwari Papua, Irian Barat



Selasa 7 Oktober 2008, Kami, tiga personil, Munzir almusawa, Sdr Saeful Zahri, dan Sdr Hamidi Sanusi. Selasa, 22.45 WIB kami meninggalkan Bandara Soekarno Hatta Jakarta menuju Ujung Pandang untuk pindah pesawat, kami tiba di Ujung pandang pk 23.45 WITA (00.45 WIB), lalu meneruskan perjalanan menuju Manokwari Irian Barat,

Pagi Rabu 8 oktober 2008, kami tiba di Manokwari pk 7.45 WIT (5.45 wib). Pelukan hangat dan haru dari KH Ahmad Baihaqy membuat saya bertanya tanya, beliau mendahului saya ke Manokwari ini hanya sekitar dua minggu, namun beliau memeluk saya seakan akan sudah bertahun tahun tak jumpa, firasat saya mengatakan bahwa beliau menemui medan dakwah yang sangat berat, dan memang ternyata firasat saya benar, ketika kami keluar dari Bandara kami melihat dari beberapa mobil yang diparkir (bandara disana sangat sepi), saya melihat ada dua buah mobil Land cruiser hijau dan merah yang menyolok dari mobil lainnya, kekar dan gagah dilengkapi lampu kabut dan lampu biru sirene diatasnya, dan memang mobil itulah yang kemudian mengantar kami ke medan dakwah yang sangat berat.

Harga penyewaan mobil itu 4 juta rupiah per hari, maka dua mobil itu digunakan dua hari total 18 juta rupiah, dan memang tak ada mobil yang bisa melintas kewilayah wilayah itu kecuali mobil mobil tertentu karena medan yang demikian berat, dan memang mobil sangat sedikit pula, dan jarang yang mau menyewakan untuk jarak jauh kecuali dengan harga yang mahal.

Kami dijamu makan pagi dirumah salah seorang tokoh muslim di Manokwari, lalu kami melanjutkan perjalanan ke wilayah Ransiki, yaitu kampung halaman puluhan santri KH Ahmad Baihaqi yang baru saja beliau asuh di kediaman beliau Jakarta selama dua tahun berselang.

Jalan yang beraspal namun sangat sempit itu sangat jarang dilalui mobil, barangkali dalam 10-15 menit kita baru menemui motor atau mobil lain yang melintas, sepanjang jalan saya lebih banyak menangis daripada bicara, walau diselingi canda dan percakapan, namun airmata ini terus tak tertahan, hati bagaikan teriris iris melihat banyaknya gereja, besarnya lambang salib, dan papan papan pengumuman besar yang bertuliskan : "MANOKWARI KOTA INJIL", dan tak ada iklan lain yang terpampang dihampir setiap tikungan jalan diperjalanan itu selain kalimat itu.., kalimat yang sangat menyesakkan hati..

Saya terus berharap dan berharap jika melihat ada beberapa rumah (disana yang disebut perkampungan adalah beberapa rumah saja), saya sangat berharap melihat masjid, dan ternyata setiap ada bangunan besar mestilah Gereja, walau ada beberapa masjid saja namun sungguh sangat terkucil dan sedikit,

Ditengah tengah hutan atau kampung yang kita lewati jika tampak ada orang maka saya berharap harap dengan mata yang sibuk mencari cari ingin melihat seorang muslim, dengan pakaian peci putih atau peci hitam, atau wanita berjilbab, namun sepanjang jalan sekitar 3 jam perjalanan tak saya temukan pemandangan itu..

Saya terus membatin dan merintih.. Bumi ini milik Allah.. kenapa yang makmur adalah rumah rumah penyembahan pada selain Allah..?, bukankah Indonesia adalah negeri muslimin terbesar di dunia..?, lalu kemana muslimin di pulau terbesar ini..?

Kupandangi wajah wajah mereka yang kita lewati, dan hati terus berdoa : Wahai Allah, jadikan orang ini muslim.., jadikan ia mengenal sujud.., jadikan ia ummat nabi Mu.., wahai Allah jangan matikan ia dalam agama ini.. doa ini tak habis habisnya terbersit dihati.., jika melihat anak anak yang bermain gembira di sekitar sekolah gereja maka aku menangis lagi, Rabbiy anak anak ini.. wahai tuhanku anak anak ini.., jangan kau jadikan mereka pastor pastor yang memerangi muslimin kelak.. hingga akan murtad ditangan mereka banyak muslimin.. Wahai Tuhanku.. jangan..

Ingin rasanya saya turun dari mobil dan bersujud dan menangis sekeras kerasnya dalam sujud.., Tidak saya melihat ada Baliho besar atau papan pengumuman kecuali bertuliskan "MANOKWARI KOTA INJIL..", kiri kanan gereja dan gereja.. Ingin rasanya aku buta agar tak pernah melihat pemandangan yg mengiris hati seperti ini..,

Setelah hampir tiga jam perjalanan dan sudah mendekati wilayah Ransiki, maka tiba tiba muncul pemandangan yang mengharukan.., beberapa pemuda dengan motor dan bendera bendera tampak parkir.. bendera apakah gerangan..?, sudut mata saya yang sedari tadi mencari muslim ke segenap penjuru dan selalu tak menemukan apa apa hanya memandang dengan setengah hati pada pemuda pemuda bermotor dengan bendera itu,

Ketika kami semakin dekat maka bendera semakin jelas…. SUBHANALLAH..!!, ternyata Bendera Majelis Rasulullah saw…!, beberapa pemuda dari penduduk asli diantaranya berjaket Majelis Rasulullah saw menyambut kedatangan kami.., Subhanallah…, Saya tertegun tidak bisa turun dari mobil.., saya hampir tak percaya dengan yang saya lihat.. apakah saya mimpi..??, saya hanya diam di mobil dan menyambut uluran tangan mereka dengan haru.., peci peci putih..!, muslimin..!, bendera Majelis Rasulullah.., Jaket Majelis Rasulullah..!, di wilayah terpencil ini..??, beribu puji untuk Mu wahai Rabbiy..

Tak lama kemudian puluhan motor lainnya dengan bendera Majelis Rasulullah saw pun ikut menyambut kami, diikuti sebuah mobil bak terbuka yang dipenuhi santri KH Ahmad Baihaqi yang memang sedang mudik di kampung halaman mereka ini, dengan baju baju gamis putih, peci putih, dan rebana Thola'al Badru alaina..

KH Ahmad Baihaqi adalah seorang pemuda yang aktif dalam perluasan dakwah dibanyak wilayah, beliau adalah Murid Almarhum Gus Maksum ALjauhari, rumah beliau adalah di wilayah Manggarai Jakarta selatan, beliau seorang yang sangat gigih dalam perjuangan dakwah, dengan kehidupan yang sangat sederhana, dan semangat juang yang tinggi beliau terus menembus wilayah wilayah Irian Barat untuk menyebarkan dakwah, khususnya pada pemuda pemudi, dan beliau bersedia pula menjadikan rumahnya di Manggarai sebagai tempat mukim para santri tersebut, luar biasa, bukan hal yang mudah memandu, mendidik, dan membimbing 30 santri dari Irian Barat, mengajari mereka mengaji, shalat, ceramah, maulid, qasidah, dan mereka belajar tanpa dibebani biaya apa apa, KH Ahmad Baihaqi berjuang untuk menafkahi santri santri itu, dan fihak Majelis Rasulullah saw sering turut membantu dan tak ada artinya dibanding perjuangan beliau,

Kenapa beliau mengajarkan pula maulid, qasidah dan rebana..?, karena untuk berdakwah di wilayah mereka kelak akan sangat cepat menarik masyarakat jika dengan alat musik rebana, karena hal itu juga menjadi hiburan yang dengan itu bisa merangkul banyak masyarakat di setiap wilayah,

Beliau sering kunjung ke Manokwari untuk berdakwah, dan beliau aktif pula sebagai kordinator Majelis Rasulullah saw di Pusat, juga sebagai pimpinan cabang Manggarai dan Manokwari Irian Barat, jiwa saya seakan menyatu dengan beliau dengan semangat yang satu pula, pembenahan ummat, dan menjadikan Rasul saw sebagai idola dan panutan, dan berjalan dengan manhaj Guru Mulia Alhafidh Almusnid Alhabib Umar bin Hafidh,

Dua tahun yang silam saya berkunjung ke Manokwari bersama beliau dan mengunjungi beberapa tokoh ulama, diantaranya adalah Gus Jumhari, Almarhum Gus Ali (abah ali), yang masing masing telah mempunyai pesantren di perkampungan Transmigran sekitar kota Manokwari, dan kemudian disetujuilah untuk membawa santri santri ke Jakarta dari anak anak penduduk asli, maka merekapun berdatangan ke Jakarta dan berdomisili di kediaman KH Ahmad Baihaqi, dan kemudian Abah ali wafat.. setelah puluhan tahun berdakwah di wilayah wilayah Irian barat, Santri santri tersebut memang sedang pulang kampung pada awal dan pertengahan ramadhan, dan berlebaran disana bersama keluarga mereka yang sebagian besar masih beragama nasrani.

Ketika rombongan kami, yaitu dua mobil Land Cruiser (karena medan yang kami tempuh tak bisa dilewati selain mobil 4 wd), tiba di Ransiki, maka seluruh masyarakat keluar menyambut, kira kira sekitar 200 orang muslimin muslimat, saya turun dari mobil tidak boleh menginjak tanah kecuali mesti menginjak piring yang terbuat dari keramik mewah, dan berusia ratusan tahun, dan ketika ditanya sudah berapa lama usianya merekapun tidak tahu, dan mereka hanya berkata piring piring itu sudah ada sebelum mereka dan ayah ayah mereka lahir, demikian adat disana memuliakan tamu agung, piring besar berdiamater 50cm itu disiapkan di bawah pintu mobil.., Subhanallah..

Kemudian piring itu dijadikan cindera mata bagi tamu agung tersebut.., sungguh sangat hangat sambutan mereka, airmata saya terus mengalir karena haru dan gembira bisa berkumpul dengan muslimin

Jamuan makan pagi pk 11.00 WIT, diteruskan acara halal bihalal, maulid dhiya'ullami dan tausiyah saya di masjid jami Ransiki diakhiri dengan shalat jamaah dhuhur, dan kesemua muslimin muslimat hadir, setelah shalat dhuhur maka kami meneruskan perjalanan ke Bintuni, Jarak tempuh Manokwari Ransiki 100km, dan Manokwar Bintuni adalah 300km.

Perjalanan diteruskan.., kami mengunjungi pula sebuah musholla di wilayah Siwi, satu satunya musholla di jarak tempuh berjam jam itu sangat dijaga dan dirawat oleh beberapa muslimin di wilayah Siwi tersebut, subhanallah… dalam puluhan perkampungan yang jaraknya sangat berjauhan dan berjam jam perjalanan itu, dan terpisah pisah dengan rimba belantara itu hanya ada satu musholla saja, dan belum ada masjid..

Sebagian para santri ada yang tidak dibolehkan lagi kembali ke Jakarta oleh muslimin di salah satu wilayah itu.. kenapa..?, karena mereka tak punya imam untuk shalat.. Dengan suara lirih dan tertunduk mereka berkata : "kami sudah masuk islam tapi kami ingin tahu caranya shalat, kami belum tahu", maka selama anak itu bersama mereka, ia menjadi imam, dan jika anak itu sakit maka tak ada shalat di wilayah itu.., dan anak itu pula mengajari tarawih, mereka tak pernah tahu shalat tarawih, dan mereka baru pertama kali pula mengadakan Takbiran di malam idul fitri.., dan jika anak itu meninggalkan mereka ke Jakarta maka tak ada lagi shalat diwilayah itu.. Subhanallah..,

Airmata saya terus mengalir.., kita di Jakarta makmur dengan para ulama, habaib, kyai dan para Da'I, ternyata ada di wilayah saudara saudara kita yang sudah belasan tahun masuk islam namun ingin shalat tapi tak ada yg mengajarinya, Wilayah kita makmur dengan masjid dan musholla dan majelis taklim, namun disini musholla ada untuk wilayah yang mesti ditempuh berjam jam naik mobil..

Setelah sekitar 1 jam dari Ransiki, kami mengunjungi sebuah perkampungan, yang di kampung itu hanya ada satu rumah muslim, namun Allah swt memberikan anugerah padanya, karena ia dan KH Ahmad Baihaqi berhasil merekrut beberapa keluarganya untuk masuk islam, dan saat kunjungan itu pula dilangsungkan pernikahan antara dua pemuda muslim dengan dua wanita yang baru masuk islam, saya mendapat kehormatan untuk menikahkannya, Sungguh sangat mengharukan.. kamipun disambut dengan tarian adat oleh mereka yang masih nasrani namun mulai mendekati keislaman,

Kami meneruskan perjalanan ke Bintuni.. Jalanan yang sangat sulit dilewati, kubangan Lumpur yang terus menghalangi mobil yang melintas sangat parah dan sulit dilalui, beberapa kali mobil land cruiser itu menggerung karena terjebak dalam kubangan Lumpur, tinggi Lumpur mencapai 50cm atau lebih, dan berkali kali mobil itu miring dan hampir terguling karena terjebak pada dalamnya Lumpur, Dua mobil kami terus terseok seok melintasi medan Lumpur sepanjang puluhan kilometer, dan konon dalam sekali melintas bisa berkali kali ganti ban karena ban mobil tercabik batu batu gunung yang tajam ditengah kubangan Lumpur.., 

Kami tiba di Bintuni pk 20.30 WIT, setelah jarak tempuh sekitar 12 jam dari Manokwari, kami diperkenankan istirahat di hotel Kabira, satu satunya hotel di kota Bintuni yang dilengkapi ac, kami beristirahat.

Kamis, 9 oktober 2008, Dinihari sebelum subuh saya terkaget dari tidur, ternyata suara gemuruh hujan deras yang seakan akan menghancurkan atap dari dahsyatnya, saya kembali tidur beberapa saat dan kemudian bangun untuk Qiyamullail, lalu termenung sambil berdzikir dan doa, sungguh perjalanan yang sangat melelahkan, namun haru dan gembira,

Ternyata mereka yang tidak tidur malam itu untuk memasang umbul umbul Majelis Rasulullah saw dan spanduk serta baliho Majelis Rasulullah, mereka mengatakan malam itu hanya hujan gerimis, tak ada hujab deras.., lalu hujan deras apa yang membuat saya bangun dari tidur semalam..?, Wallahu A'lam

Pk 8.30 WIT (6.30 wib), riuh suara arak arakan masyarakat untuk menyambut kedatangan kami sudah semakin ramai, sekaligus acara halal bihalal, tabuhan hadroh yang khas papua sangat mengharukan, ratusan muslimin sudah memenuhi halaman parkir hotel dan mereka berdiri memegang spanduk dan baliho menyambut kedatangan saya, subhanallah… subhanallah.., kami keluar menyambut mereka, maka riuh sambutan mereka dan saya berpelukan dengan para tokoh masyarakat setempat, mereka menangis haru, sebagian orang orang tua menjerit dalam tangis.. Ada apakah gerangan..?

Sambil berjalan dengan iring iringan hadroh dan arak arakan kegembiraan mereka menuju Masjid salah seorang tokoh masyarakat menjelaskan sambil memegang tangan saya, ia berkata Lirih : "Kami sedari dulu hanya dengar saja dari datuk datuk kami tentang habib, kami tak pernah jumpa dengan para habib, kami hanya dengar saja dari orang orang tua kami, dan pagi ini kami bisa berjumpa dengan yang dinamakan habib, dan inilah pertama kali seorang habib mengunjungi Bintuni setelah ratusan tahun tak pernah ada kunjungan ke wilayah ini". Kali ini saya yg menangis haru.., subhanallah.. oleh sebab itulah mereka menangis..,

Arak arakan yang semakin riuh ketika semakin dekat pada masjid, dan para jamaah hadroh adalah orang orang sepuh, acara di mulai dengan sambutan sambutan, berdirilah salah seorang tokoh dan menyampaikan sekilas sambutan, lalu berdiri tokoh lainnya, dan dari penyampaian mereka bahwa dijelaskan bahwa Islam masuk Papua sebelum Kristen, dan Islam sudah ada di Bintuni pada abad ke 16 Masehi, kemudian hilang dan tak tercatatkan sejarah, lalu tercatatkan pula di Bintuni pada abad ke 18 Masehi, dan ada beberapa wilayah yang diberi nama dengan nama dari bahasa arab, yaitu wilayah yang dipakai untuk jalan menuju Bintuni dinamakan wilayah Babo, mereka berkata bahwa yang dimaksud adalah Baabussalam, yaitu Pintu keselamatan, karena pendatang di masa lalu mesti melalui wilayah itu untuk masuk ke Bintuni.

Kemudian maulid Dhiya'ullami dilantunkan, bersama Jamaah Hadroh dari putra putra Ransiki Papua, kemudian saya menyampaikan Tausyiah dan diakhiri doa. Kami dijamu makan siang oleh para tokoh, lalu saya berkata pada mereka : "saya minta dipilihkan makanan untuk saya oleh tokoh tokoh, karena saya ingin makan makanan yang dipilihkan oleh tokoh tokoh, agar saya mendapat keberkahan dari tangan bapak bapak yang mulia, maka disendokkan pada saya "Papeda" yaitu bubur sagu yang dihidangkan dengan semacam sop Ikan, masya Allah..

Setelah acara jamuan maka kami kembali ke hotel, dan saya duduk bercengkerama dengan beberapa tokoh islam, dan mereka menyampaikan beberapa cerita tentang perjuangan islam, diantaranya bagaimana muslimin dihimpit oleh kalangan Nasrani, mereka menyebut suatu kejadian beberapa tahun yang silam, bahwa disebuah wilayah antara Sorong dan Papua terdapat sebuah suku dipinggir pantai, kebanyakan di wilayah itu muslimin, namun mereka tak ada lagi yang mengajarkan islam hingga turun temurun, mereka muslim tapi tak tahu agama islam, mereka sudah tidak kenal syahadat, mereka hanya mengenal satu ajaran adat, yaitu tak boleh makan babi, padahal babi adalah santapan yang masyhur di Irian, mereka menganggap itu hukum adat, padahal itu hukum islam, dan kepala suku mempunyai satu barang yang dikeramatkan, ia adalah sebuah kotak yang menyimpan pusaka turun temurun yang dipegang oleh kepala suku dari generasi ke generasi, mereka tak tahu benda apa itu, 

Ketika mulai banyak para nelayan muslimin yang kunjung, mereka minta sebidang tanah pada kepala suku untuk musholla, maka kepala suku mengizinkan, lalu mereka kunjung kerumah kepala suku, dalam sambutan hangat itu kepala suku menunjukkan pusaka yang disimpan ratusan tahun dan diwariskan dari datuk datuknya, ketika kotak itu dibuka, maka para nelayan pun kaget dan bertakbir, ternyata isinya adalah Alqur'an yang sudah sangat tua.., Subhanallah.., mereka ternyata sejak berabad abad sudah muslimin, namun karena mungkin tak ada para dai dai pengganti, maka ajaran islam pun hilang dan tak lagi dikenali, tinggallah pusaka yang diwasiati turun temurun itu yang ada pada mereka, ternyata ia adalah Kitabullah, Alqur'anulkarim.

Maka kepala suku ini pun kembali memeluk islam, tak lama kabar sampai kepada Koramil dan kecamatan yang camat dan Danramil adalah Nasrani, mereka memanggil kepala suku itu dan mendampratnya habis habisan karena telah memberi sebidang tanah untuk muslimin membangun musholla, dan kepala suku dipaksa untuk mengusir mereka dan kepala suku tetap pada pendiriannya, maka kepala suku itu ditelanjangi hingga hanya celana dalamnya yg disisakan, lalu ia disiksa dan dicambuki dengan kulit ikan pari, Ikan pari terkenal dengan kulitnya yang penuh duri tajam yang beracun…, kepala suku tetap tidak mau merubah keputusannya.., ia tetap ingin mempertahankan pusaka Alqur'an dan tak mau mencabut izin untuk pembangunan musholla.. Subhanallah.. Dengan kejadian penjelasan tentang Alqur'an itu maka 80 kepala keluarga di Suku itu kembali pada islam.

Juga Diantara keluh kesah tokoh agama tersebut, mereka berkata : "dimana da'I da'I muslimin dari Jakarta?, dimana para hartawan dari Jakarta?, mereka hanya mau teriak teriak di televisi, dan sebagian dari kami tak ada listrik, jikapun wilayah yang sudah ada listrik belum tentu punya televisi, lalu darimana kami akan mengenal dan belajar islam?, kami hanya dengar dari teman teman yang punya televisi, bahwa para hartawan di Jakarta selalu mengirimkan dana uang banyak ke Palestina, Bosnia, Afghanistan, bagaimana mereka memberi bantuan kesana dan melupakan kami, kami muslimin yang sebangsa dengan mereka, kami masyarakat Papua menerima republik Indonesia karena kami tahu Republik Indonesia adalah Muslimin, namun setelah kami jadi saudara mereka kami dikucilkan dan ditinggalkan.., mereka jauh jauh mengirim uang banyak ke luar negeri dan kami disini susah dan tak mampu membangun musholla pun.." Masya Allah…

Pk 13.30 WIT kami menuju pulang, diantar tangis airmata para tokoh muslimin, setelah berpelukan, mobil melaju dan kami melihat dari kejauhan mereka masih berdiri termangu mengantar kepergian kami, selamat Tinggal Kota Bintuni…, kami sempat mampir ke rumah salah seorang ustaz di perkampungan Transmigran, yaitu di SP 5 (SP = satuan pemukiman), lalu kami meneruskan perjalanan pulang..

Akibat hujan deras semalam, maka medan jalur pulang lebih buruk dari saat kemarin, Land Cruiser yang saya tumpangi sempat terperosok dan terjebak Lumpur dan tak bisa keluar dari Lumpur, kami beristirahat dan makan siang di pinggir jalan tempat mobil kami terjebak, setelah makan siang, maka mobil Land cruiser yang juga bersama kami pun menarik mobil itu keluar dari cengkeraman Lumpur, usaha yang cukup sulit itu pun akhirnya berhasil, setelah Lumpur itu di pacul terlebih dahulu untuk memudahkan mobil keluar dari jebakan Lumpur tersebut, seakan akan Bintuni tak mau kami meninggalkannya dan berusaha menahan mobil kami..

Kami berhenti sesaat di wilayah Mamai, menurunkan seorang anak santri bimbingan KH Ahmad Baihaqi, ayahnya masih nasrani, dan sudah mulai tertarik masuk islam, dan ia mengizinkan anaknya belajar di Jakarta dibawah bimbingan KH Ahmad Baihaqi, saya berdoa untuk ayahnya dan berfoto bersama, lalu kami pamit dan Meneruskan perjalanan,

Kami singgah di wilayah Kiwi, yaitu musholla yang dijaga oleh muslimin yang kami mampiri kemarin, kami berpamitan, ternyata musholla itu dibangun oleh seorang pengusaha wanita dari Jakarta, Ibu Tuti, demikian mereka menyebutnya, Ibu Tuti berkediaman di Tebet Jakarta selatan, dan ia sedang di wilayah ini dalam usahanya, semoga Allah melimpahkan kepadanya keberkahan dan kesuksesan, karena telah mendirikan musholla, yang menjadi satu satunya musholla di radius puluhan kilometer wilayah sekitar.

Kami meneruskan perjalanan menuju Ransiki.., Ditengah perjalanan itu saya sekilas tertidur dan bermimpi, saya melihat seorang habib, ia pemuda tampan seusia dengan saya, ia dengan pakaian putih, ia berkata pada saya : "saya dahulu berdakwah di wilayah ini dan saya dikejar kejar dan akhirnya saya dibunuh disini..". saya terbangun dan melihat kearah kiri tempat perjumpaan kami dalam mimpi.., ternyata hanya semak belukar dan rimba yang gelap.. airmata saya mengalir lagi sambil melafadzkan fatihah untuknya.. ia membawa dakwah Nabi saw ditengah tengah pedalaman seperti ini, lalu wafat sebagai syahid dan kuburnya tak dikenali orang didalam rimba belantara Irian barat..

Kami tiba di Ransiki untuk makan malam dan berpamitan dengan para orang tua santri, saya diperlihatkan Alqur'an yang disobek sobek oleh Nasrani di wilayah Ransiki, saya tak tahan, saya menciumi Alqur'an itu dan menangis sekeras kerasnya, merekapun turut menjerit dan menangis, saya terlintas untuk marah dan menginstruksikan balas, namun akhirnya saya tenang, dan berdoa agar Allah hujankan hidayah bagi semua yang menyembah selain Allah, agar Allah hujani hidayah dan memenuhi papua dengan muslimin dan agar Allah jadikan penduduk Papua sebagai Ahlussujud.., dan agar Allah jadikan Papua bukan Manokwari kota Injil, tapi sebagai wilayah sayyidina Muhammad saw..

Ketika kami sudah dimobil, mereka melepas kepergian kami dengan adzan, lalu selesai adzan mobil meluncur pelahan dan puluhan muslimin menjerit tangis pilu melepas kepergian kami di gelapnya malam.., suara jerit tangis mereka benar benar menyayat hati.., mereka sangat cinta pada saya dan sayapun demikian, saat saya turun dari mobil anak anak pemuda papua berebutan menaruh kaki saya ditelapak tangan mereka, karena Mobil Land cruiser itu sangat tinggi hingga saya agak kepayahan saat turun dari mobil, mereka berebutan menaruh kaki saya ditelapak tangan mereka, saya menghalau mereka namun mereka tidak perduli menjadikan tangan tangan mereka sebagai injakan kaki saya sebelum ke bumi.., wahai Rabbiy alangkah suci hati mereka, mereka muallaf, mereka baru memeluk islam, betapa mereka mencintai karung dosa ini, bahkan mereka selalu berusaha menciumi saya, pundak, tangan punggung, dada, jika mereka ada kesempatan dekat mereka terus menciumi saya ditubuh sekenanya, saya menjadi akrab pula dengan mereka, saya bercanda dengan mereka, berfoto dalam berangkulan dengan mereka, dan mereka semakin gembira,

Ketika mobil meluncur meninggalkan Ransiki dan para pemuda setempat, maka tubuh saya terus meriang, ditengah hentakan dan guncangan mobil yang terus melewati medan berat, saya terus dihantui perasaan yang beraneka ragam, sedih, haru, semangat juang, tangis, dan terus terbayang diwajah saya betapa sulitnya para da'I terdahulu di wilayah ini, wilayah yang terjauh di Indonesia, terbayang kepala suku yang baru masuk islam, ia dilucuti pakaiannya, disiksa dan dicambuk dengan Kulit ikan pari yang berduri karena membela Alqur'an.., ia tetap bertahan dan menahan sakit, padahal ia baru saja memeluk islam, terbayang seorang habib muda yang dikejar kejar lalu dibantai dan dibunuh ditengah rimba sebagaimana mimpi saya…, terbayang wilayah wilayah muslimin yang ingin belajar shalat namun tak ada yang mengajarinya, mereka hanya bisa shalat jika berjamaah dan belum bisa shalat sendiri, maka jika imam itu (pemuda belasan tahun) sakit maka tidak ada shalat di kampung itu.., anak muda itu muallaf dan baru saja belajar shalat.., ia sudah berjuang di wilayahnya mengajarkan shalat..

Terbayang pula keluhan mereka tentang tidak adanya pengajaran islam untuk mereka, mereka hanya bisa lihat islam di TV dan sebagian besar wilayah perkampungan tidak punya tv, bahkan listrik hanya ada hingga jam 12 malam, lalu padam.. dan mereka mengeluh : "Lalu bagaimana kami belajar islam..?", terbayang wajah para santri dari Ransiki Papua yang selalu hadir di Majelis Malam selasa di Masjid Almunawar Pancoran Jakarta, mereka baru belajar dasar agama saja, namun mereka sudah menjadi dai dai di wilayahnya dan wilayah sekitar, mengislamkan keluarganya, mengajak kakaknya masuk islam, mengajak ibunya masuk islam, subhanallah.. betapa mulianya mereka..

Bayangan bayangan itu benar benar mengiris hati saya.. terlintas dihati untuk meninggalkan Jakarta dan berdakwah di Papua, biarlah saya mati dibunuh dalam dakwah dan terkubur tanpa dikenali orang dimana kubur saya, duh.. betapa habib muda yang syahid itu dimanjakan dan dicintai Allah.. 

duh.. betapa mulianya anak anak muda cilik itu yang menjadi kesayangan Rasul saw kelak karena baktinya pada Nabi Muhammad saw, mereka mengajarkan shalat, mereka mengajar ngaji, menyebar maulid dhiya ullami, mereka mengibarkan bendera Majelis Rasulullah saw, memasang umbul umbul Majelis Rasulullah saw di wilayah wilayah mereka.., subhanallah.. Saya terus menangis dan tubuh ini meriang, setiba di Manokwari kami langsung beristirahat di kediaman Bpk Hj Shohib, dan bermalam..

Jumat 10 Oktober 2008, Pelukan terakhir perpisahan dengan KH Ahmad Baihaqi dan beberapa penduduk Ransiki sangat mengharukan.. berat sekali saya ingin melepas pelukan KH Ahmad Baihaqi, dia akan terus berjuang lagi, sebagaimana saya datang ia sangat erat memeluk saya, dan firasat saya bahwa ia sudah melewati masa masa berat, dan ternyata benar, dan kini ia harus kembali berjuang sendiri, kami harus meninggalkannya, saya sangat tidak tega dan berat meninggalkannya, saya terus memeluknya dan saya tak bisa menahan tangis, dan iapun menangis keras.., saya mulai merasa goncangan dahsyat dihati, saya harus melepas pelukan ini dan pergi, hati saya benar benar pilu dan pandangan mulai pudar, saya risau jika saya teruskan maka saya akan jatuh pingsan, maka saya melepas pelukannya dan berbalik.. berjalan ke pesawat dan tak berani membalikkan tubuh untuk memandangnya lagi.. saya tidak kuat melihat pemuda mulia itu tegak sendiri memandang kepergian kami.. ia akan terus berjuang sendiri hingga 23 oktober 2008 mendatang, ia akan kembali ke Jakarta bersama santri santri Ransiki..

Saya duduk di kursi pesawat…, saya tulis akhir dari laporan ini, selamat tinggal Bintuni, selamat Tinggal Ransiki, selamat tinggal Musholla siwi, selamat tinggal para pejuang dakwah, selamat tinggal para muallaf yang terus berjuang ditengah panasnya cuaca hutan tropis… selamat tinggal Manokwari, wahai Manokwari.. kau digelari kota Injil… betapa mencekik gelarmu.., 

Rabbiy hujani Papua dengan Hujan Hidayah, bangkitkan kemuliaan muslimin, menegakkan kedamaian dan keimanan di wilayah mereka, tumbuhkan generasi muda mudi yang mencintai Rasulullah saw, cabut keinginan mereka untuk menyembah selain My Rabbiy… hujani mereka dengan keberkahan dan kemakmuran, singkirkan tangan tangan kuffar yang terus meracuni akidah mereka..

Saya membatalkan keinginan untuk tinggal di Papua, karena jika saya wafat disana maka perkembangan ini akan terhambat pula, biarlah saya di Jakarta, namun kami akan menyiapkan santri santri dan muda mudi yang akan menjadi laskar Muhammad saw di wilayah mereka, kini pun sebagian dari mereka telah berpencar ke wilayah wilayah sekitar mereka, memimpin shalat, mengajarkan Iman, mengajak kepada Islam, dan kita akan terus menyatukan barisan dan memperkuatnya hingga Manokwari bukan lagi bernama Manokwari kota Injil, tapi Irian Barat wilayah Sayyidina Muhammad saw.. amiin..

pesawat kami mendarat dengan selamat di Bandara Soekarno Hatta Jakarta pada Jumat Petang pk 20.00 wib.
Klik disini untuk melihat Galery Perjalan Dakwah Majelis Rasulullah ke Wilayah Manokwari.

**Dapatkan vcd perjalanan dakwah Majelis Rasulullah saw di Manokwari, dilengkapi kunjungan ke wilayah wilayah Ransiki, Bintuni, dll, juga perjalanan yg penuh hambatan dan jalanan berlumpur.
Read More

Minggu, 31 Agustus 2008

Munculnya Dajjal Pendusta Yang Mengaku Utusan Allah SWT

22.34.00 0
قال رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
لَا تَقُومُ السَّاعَةُ َحَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ، قَرِيبٌ مِنْ ثَلَاثِينَ، كُلُّهُمْ يَزْعُمُ، أَنَّهُ رَسُولُ اللَّهِ، وَحَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ، وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ، وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ، وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ، وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ، وَهُوَ الْقَتْلُ، وَحَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ 
( صحيحالبخاري ) 

Sabda Rasulullah saw :
“Tiada akan datang hari kiamat hingga dimunculkan dajjjal dajjal pendusta, sekitar tiga puluh jumlahnya, kesemuanya mengaku sebagai utusan Allah, dan hingga tercabutnya ilmu, dan kerap kalinya gempa bumi, dan semakin dekatnya waktu, dan munculnuya fitnah fitnah, dan banyaknya pembunuhan, dan kemudian berlimpahnya harta pada kalian” (Shahih Bukhari)

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Limpahan puji kehadirat Allah Swt Yang Maha Luhur,Yang Maha Bercahaya Menerangi Alam Semesta dengan cahaya rahmat-Nya yang fana dan yang abadi. Cahaya rahmat -Nya yang fana menerangi seluruh alam semesta, cahaya rahmat-Nya yang kekal dan abadi menerangi wajah muslimin dan muslimat dengan kalimat tauhid. Menerangi jiwa mereka dengan ketaatan dan menerangi hari – hari mereka dengan pengampunan. 

Maha suci Allah Swt Yang Maha Luhur, Maha Abadi, Maha Sempurna dan Maha Memiliki Kesempurnaan Maha Memiliki Kebahagiaan, Maha Memiliki Kesejahteraan, Maha Membagi – bagikan kepada hamba – hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Beruntunglah mereka – mereka yang semakin dekat kepada Allah Swt, maka mereka semakin dekat kepada Sang Pemilik Kebahagiaan. Mereka semakin berhak mendapatkan kesejahteraan, mereka semakin berhak mendapatkan kemudahan, mereka selalu dimanjakan oleh Allah Swt di dunia, di barzah dan di yaumal qiyamah.

Demikian keadaan hamba – hamba Allah Swt, mereka melewati cobaan dan musibah maka setelah cobaan dan musibah, akan datang kebahagiaan berlipat ganda yang membuat mereka lupa akan musibahnya, jika datang musibah lainnya Allah Swt akan gantikan dengan kebahagiaan yang lebih besar yang membuat mereka lupa lagi dengan musibahnya yang lalu. Inilah kehidupan mereka di dunia dan lebih – lebih lagi kehidupan mereka di akhirat yaitu kebahagiaan yang tiada akan pernah ada akhirnya.

Hadirin – hadirat yang dimuliakan Allah,
Rahasia rahmat Illahi ini tumpah ruah dengan kebangkitan Nabi kita, idola kita, kekasih kita Sayyidina Muhammad Saw yang mana bulan rajab yang mulia ini merupakan salah satu daripada bentuk rahmat-Nya (Allah Swt) yang menuntun kita kepada cinta kita kepada Sayyidina Muhammad Saw, karena di bulan inilah turunnya firman Allah Swt Innallaha wa malaikatahu yu sholluna a’lan nabiy, Sungguh Allah dan para malaikat melimpahkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw lalu Allah Swt menyeru kepada hamba – hamba-Nya yang beriman untuk selalu bershalawat dan bersalam kepada Sang Nabi Saw. 

Adakah kebanggaan yang lebih besar daripada langsung disebut oleh Allah bahwa sungguh Allah dan para malaikat melimpahkan shalawat kepada beliau. Betapa bercahayanya wajah Sang Nabi Saw yang diterangi oleh cahaya shalawat dari Allah Swt dan para malaikat. Betapa terang – benderangnya jiwa beliau, betapa indah dan mulianya derajat beliau yang sedemikian dahsyatnya dimuliakan oleh Allah Swt dan “seseorang itu bersama dengan orang yang dia cintai”.

Sang Nabi Saw yang diberi kemuliaan oleh Allah Swt membukakan pintu – pintu bagi umat-Nya untuk ingin dekat dengan Allah Swt, ingin sampai kepada kemuliaan, ingin sampai kepada keluhuran, terbukalah bagi mereka pintu cinta. Pintu ittiba dan bagi merekalah terbuka pintu rahasia untuk kedekatan kehadirat Allah Swt dan Rasul Saw yaitu dengan mencintai Allah Swt dan Rasul-Nya. Kekurangan – kekurangan yang muncul dari perbuatan mereka tidak menjadikan cinta dan rindu mereka kepada Allah Swt dan Rasul Saw itu tidak diakui atau tertolak.

Demikian indahnya cinta dan rindu kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Berbeda dengan cinta dan rindu kepada satu makhluk sesama yang lain, jika ada kekurangan dari cinta dan rindunya, sedemikian pula cinta dan rindunya akan sirna dan tertolak hanya gara – gara barangkali hanya pada satu kesalahan, barangkali hanya pada dua kesalahan. Barangkali Kau berbuat salah padaku, dan ia lupa. Sedemikian banyak cinta dan rindu sang kekasih maka ia tertolak. karena apa? Karena berbeda dengan rabbul allamin jalla wa alla yang masih diterima cinta dan rindu hamba-Nya. 

Dan berbeda pula dengan Sang Nabi untuk rabbul allamin, Sayyidina Muhammad Saw yang cinta dari batu sekalipun masih diterima oleh beliau. Cinta dari gunung pun masih diterima oleh beliau sebagaimana riwayat Shahih Bukhari bahwa Rasul Saw bersabda “ini gunung hud mencintaiku dan aku mencintai gunung uhud”. Tentunya gunung pun diberi kesempatan oleh Allah Swt untuk mencintai Nabi Muhammad Saw, butiran – butiran kerikil dan batu itupun diberi kesempatan oleh Allah untuk mencintai Sang Nabi. Demikian pula batang pohon kurma, demikian pula dengan kota di Madinah dan semua hewan dan makhluk-Nya Allah diberi kesempatan untuk mengidolakan dan mencintai Sang Nabi dan Sang Nabi menjawab cinta mereka seraya bersabda “dan akupun mencintai gunung hud”. ya Rasulullah ini hanyalah gumpalan batu yang tidak bermakna untukmu tetapi ketika dia mencintai beliau Saw, seindah – indahnya makhluk Allah, makhluk yang paling ramah, makhluk yang paling indah budi pekertinya, makhluk yang tidak mau mengecewakan perasaan siapapun maka gumpalan batu inipun diterima cintanya oleh Rasul Saw dan dijawab oleh Rasul Saw “dan kami pun mencintai gunung uhud”.

Diriwayatkan pula di dalam Shahih Bukhari yang sering kita dengar, ketika batang pohon kurma ditinggal oleh Sang Nabi yang biasa bersandar padanya disaat berkhutbah maka saat itu batang pohon kurma itu menjerit dengan jeritan yang menyayat hati. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani di dalam Fathul Baari bi Syarah Shahih Bukhari bahwa jeritan dan tangisan pohon kurma itu terdengar bagaikan jeritan sang bayi yang ditinggal oleh ibunya dan Sang Nabi turun dari mimbar, mendatangi pohon kurma itu dan memeluknya, batang pohon itu dipeluk dan setelah itu tangisnya pun mereda bagaikan bayi ketika dipeluk oleh ibunya dan tersendat – sendat, terisak – isak nafasnya menahan tangis karena telah ditenangkan oleh ibunya sampai perlahan – lahan suara tangisnya semakin pelan dan terdiam. Bagaikan bayi yang kehilangan ibunya dan di peluk dan didekap oleh ibunya sampai masih terisak - isak sesaat kemudian tangisnya terdiam.

Demikian keadaan batang pohon kurma, cinta dan tangisnya karena Nabiyyuna Muhammad Saw berpisah dengannya. Biasa Sang Nabi bersandar padanya setiap khutbah, sekali waktu beliau turun maka batang pohon kurma itu menangis. Dan Sang Nabi, wahai yang demikian indah dicipta oleh Allah sebagai raufurrahiim tidak pula mengecewakan daripada batang pohon kurma mencintainya, beliau turun dan memeluk batang pohon kurma itu dan menenangkannya.

Al Imam Ibn Hajar meriwayatkan salah satu hadits shahih menukil di dalam Fathul Baari bahwa Rasul berkata “seandainya aku tidak menenangkannya, ia akan terus menjerit hingga yaumil qiyamah dengan tangisnya yang didengar oleh jumlah sahabat yang muttawatir, lebih dari 80 sahabat yang mendengar jerita dan tangis batang pohon kurma ini”. 

Demikian hadirin – hadirat indahnya alam semesta mencintai Sayyidina Muhammad Saw, demikian kemesraan mereka kepada Sang Nabi. Demikian pula seekor hewan besar di Madinah Al Munawwarah, sebagaimana diriwayatkan di dalam Sirah Ibn Hisyam ketika unta terbesar di Madinah mengamuk dan kita memahami unta itu kalau berdiri perutnya lebih tinggi dari kepala kita, itu unta biasa. Bagaimana kalau unta besar? 1400 tahun yang silam di Madinah Al Munawwarah, unta ini mengamuk dan tidak diketahui sebabnya. Para sahabat menjebaknya di dalam salah satu kandang besar, lantas ketika Rasul Saw dikabari dan beliau mendatangi lalu berkata “bukakan pintu yang menjebaknya ini”. Ya Rasulullah dia ini sedang dalam keadaan mengamuk dan sedang marah, mulutnya yang berbusa dan matanya yang merah ini bias membunuh siapa saja dan jangan – jangan dia mencelakaiku. Rasul Saw berkata “bukakan, bukakan biarkan ia mengetahui aku Rasulullah”. Maka ketika dibukakan pintu itu, unta melihat wajah Muhammad Saw maka unta itu berlari tertunduk – tunduk menciumi kaki Nabi Muhammad Saw. Yang demikian buas dan marahnya, ketika melihat wajah indah, seindah – indahnya wajah yang paling berhak dicintai, ternyata unta ini memiliki kecintaan, kemuliaan dan kerinduan kepada Sang Nabi seraya berlari mendekat tertunduk – tunduk kepalanya dan mencium kaki Sang Nabi lantas ia mendekatkan wajah dan mulutnya ke telinga Sang Nabi dan Rasul Saw mendekatkannya kemudian Rasul Saw berkata “siapa pemilik unta ini?”, salah seorang sahabat Anshar berkata “aku ya Rasulullah”. Ia mengadu padaku karena terlalu banyak disuruh bekerja dan sedikit diberi makan. Unta ini mengadu kepada Rasulullah Saw.

Inilah hewan dan tumbuhan yang sangat mencintai Sang Nabi dan lebih – lebih para sahabat Muhajirin dan Anshar ra. Sebagaimana riwayat Sirah Ibn Hisyam ketika salah seorang wanita dari bani dinar, ketika kembali Sang Nabi dari perang uhud, mendengar kabar suaminya wafat, kakaknya wafat, anaknya wafat, ayahnya wafat, semua keluarga ibu ini wafat dalam syahid di perang uhud. Ayahmu wafat, anakmu wafat, kakakmu wafat, suamimu wafat, tinggallah ia sebatang kara. Ibu ini bertanya “bagaimana keadaan Rasulullah?”, Rasulullah sehat wal afiah, ibu ini datang melihat bagaimana keadaan Sang Nabi dan barangkali juga ingin mengadu kesedihannya, sebatang kara ditinggal semua keluarganya yang wafat di perang uhud. Namun ketika melihat wajah Sang Nabi, ibu itu mengangkat suara di tengah para sahabat “semua musibah asalkan kau baik dan sehat wal afiah, semua musibah adalah kecil di hadapanku ya Rasulullah”. Biarpun ayah, suami, anak, kakak dan seluruh keluarga wafat asalkan kau baik dan sehat wal afiah. Demikian cintanya seorang wanita Anshar kepada Nabi Muhammad Saw. 

Juga diriwayatkan ketika seorang sahabat ditangkap dan ia sampai dibawa oleh Abu Sofyan sebelum Abu Sofyan masuk islam maka berkata Abu Sofyan “wahai engkau kini Muhammad sedang tenang – tenang di rumah bersama keluarganya, dan sebentar lagi istrimu jadi janda dan anakmu jadi yatim. Ayo mau kau tukar posisimu dengan Muhammad saat ini?”, maka ia berkata “Demi Allah kalau seandainya aku harus wafat dan selesai seluruh permasalahanku ini, aku dibunuh dan dikuliti itu jauh lebih kupilih dari sebutir duri menusuk kaki Rasulullah Saw”. Demikian cintanya mereka kepada terhadap Nabiyyuna wa Syafiuna Muhammad Saw.

Hadirin – hadirat dan keberkahan itu tidak sirna dan sampialh kita di bulan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Mengingat peristiwa – peristiwa agung di Madinah Al Munawwarah dan Rasul Saw menjadikan keberkahan berlanjut dan Allah memberi keberkahan pada Sang Nabi tidak hanya di saat beliau hidup tapi bekas - bekas peninggalan beliau diabadikan oleh Allah Swt keberkahannya. Sebagaimana diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari ketika di Madinah Al Munawwarah, Rasulullah Saw bersabda “kelak di akhir zaman akan munjul dajjal yang akan terus menyerang semua fihak dan semua tempat sampai ia di Madinah Al Munawwah dan dajjal tidak bisa masuk ke Madinah Al Munawwarah. 

Sampai disini Rasul Saw berkata maka akan berguncang Madinah dengan 3 kali gempa. Madinah tidak pernah gempa, sepanjang Rasul Saw masuk ke Madinah Al Munawwarah di hari hijrah sampai akhir zaman Madinah tidak pernah gempa terkecuali saat itu, saat datangnya dajjal ke depan Madinah Al Munawwarah. Disaat itu Madinah gempa dengan 3 kali guncangan maka keluarlah semua orang kafir dan munafik. Maka berkata Imam Ibn Hajar di dalam kitabnya Fathul Baari bi Syarah Shahih Bukhari bahwa di saat itu semua Rasul mengatakan munafik, fasiq, kafir, semua keluar dari Madinah kecuali orang – orang mukhlisin, orang – orang yang mencintai Rasul Saw tidak bergeming dari Madinah Al Munawwarah. Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini banyak orang musyrik, fasiq, ada di Madinah dan mereka akan keluar di saat guncangan 3 kali sehingga mereka keluar diikuti dajjal, kata Sang Nabi Saw dan disaat itulah Rasul Saw berkata “itu dajjal bawa pasukannya mengepung Madinah Al Munawwarah”. 


Imam Ibn Hajar menukil salah satu hadits dalam kitabnya Fathul Baari bi Syarah Shahih Bukhari dengan sanad yang shahih bahwa Rasul Saw menjelaskan dajjal itu berkata “itu masjid Muhammad, itu masjid Nabawiy yang harus kita kuasai”. Itu masjid Muhammad, dari kejauhan dajjal sudah menunjuknya, kubah hijau masjidnya Rasul Saw telah ditunjuk oleh dajjal dan berkata “itu masjid Muhammad itu masjid Muhammad, kita harus sampai kesana”. Lantas Rasul Saw bersabda sebagaimana riwayat Shahih Bukhari disaat itu Madinah mempunyai 7 pintu, lalu siapa yang memberi beliau pengetahuan Madinah akan modern seperti sekarang ini sampai ada 7 pintu. Beliau berkata 7 pintu Madinah Al Munawwar dan disetiap pintunya dijaga oleh 2 malaikat sehingga dajjal tidak bisa masuk ke dalamnya.

Kita bisa lihat bagaimana keberkahan bekas tempat injakan Sayyidina Muhammad Saw menjadi benteng terkuat yang tidak bisa di tembus oleh dajjal. Demikian hadirin – hadirat dajjal yang demikian kekuatannya bisa berbuat apa saja menurunkan hujan, membawa kemiskinan, membawa kekayaan dan menguasai seluruh permukaan bumi, namun ia terbentur di Makkah, Madinah dan Masjid Al Aqso. Ketiga tempat ini tidak bisa disentuh oleh dajjal, dajjal tidak bisa masuk ke Masjidil Haram, tidak bisa masuk ke Masjidil Al Aqso dan tidak bisa masuk ke Madinah Al Munawwarah. Tempat – tempat bekas injakan kaki Muhammad Rasulullah Saw. Maka tempat lahir beliau di Madinah, tempat wafat Masjid Al Haram, tempat beliau mihrab Masjid Al Aqso. Kalau seandainya bumibekas pijakan beliau seperti ini, bagaimana jiwa yang mencintai Sayyidina Muhammad, umat Muhammad Saw. Sebagaimana aku dan kalian yang gembira di majelis ini dengan shalawat dan salam kepada Nabiyyuna Muhammad Saw dan tiada pernah bosan kita untuk selalu berdzikir dan bershalawat mendengarkan hadits – hadits Nabiyyuna wa Syafiuna Muhammad Saw.

Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari sebagimana hadits yang baru saja kita baca tadi, Rasul Saw berkata “tidak akan datang hari kiamat, maksudnya salah satu tanda dari hari kiamat yaitu sampai munculnya 30 dajjal, dajjal – dajjal pendusta kira – kira jumlahnya 30”. Maksudnya jumlahnya kira – kira bisa lebih atau kurang dari 30, kata Rasul Saw. Disini menunjukkan ada ikhtilaf mengenai jumlah dajjal - dajjal yang akan datang ke muka bumi. Tadi apa ciri – ciri mereka? semuanya itu mengaku Rasul, mereka itu mengaku Nabi, itu ciri dajjal - dajjal pendusta. Itu kalau kita hitung jumlahnya kata Rasul Saw kira - kira 30. Demikian sabda Nabi Muhammad Saw. Kita sudah lihat sekarang, walaupun kita belum menghitungnya di Indonesia sudah sedemikian banyaknya ada di India, Pakistan, Yordan, Saudi dan dimanapun banyak yang mulai mengaku sebagai Nabi dan ini tanda – tanda hari kiamat kata Sang Nabi dan mereka digelari dajjal – dajjal pendusta. Yang dimaksud adalah seluruh dajjal yang paling besar kelak yang muncul di akhir zaman. 

Mengawali kebangkitan Sayyidatuna Aisyah bin Maryam as dan disaat itu mulai tercabutlah ilmu, disaat itu ilmu mulai sirna, ulama mulai wafat. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari yang sering kita dengar bahwa Allah itu akan menghilangkan ilmu tidak dengan mencabutnya dari hati para ulama akan tetapi Allah akan menghilangkan ilmu dengan mewafatkan ulama, bagi kita membangkitkan generasi para ulama lagi. Agar apa? agar Allah menjauhkan kita dari bala dan musibah dengan sirnanya ulama, karena apa? kalau ulama tidak ada Rasul Saw berkata sampai nanti ulama tidak tersisa. Lalu apa? maka mereka mulai mengambil para imam – imam, para guru – guru yang tidak mengerti ilmu, mereka ditanya, ditanya tidak mampu menjawab berfatwa semaunya, apa saja sunnah dibilang bid’ah, yang baik dibilang musyrik, ibadah dibilang syirik, doa – doa dilarang, ziarah dilarang. karena apa? karena memang tidak memiliki ilmu bukan karena kesalahan mereka, karena kesempitan ilmu dari syariah hadits. Mereka memberikan fatwa tanpa ilmu, ilmunya sedikit maka tidak bisa memberikan fatwa yang benar fatwanya salah. Mereka sesat dan menyesatkan. Demikian makna dalam kalimat ini. Akan muncul waktu dimana kurangnya ulama, sedikitnya ulama. Ilmu mulai sirna, sirna, dan sirna.

Minggu yang lalu kita berbicara tentang keutamaan para muhadditsin dan tentunya kita memahami tidak semua muhaddits itu menulis hadits – haditsnya, jadi yang tersisa sekarang ini tidak mencapai 10% dari hadits yang ada saat itu. Imam Ahmad bin Hambal sudah kita kenal beliau hafal 1 juta hadits dengan sanad dan hukum matannya tapi imam madzhab hanya sempat menulis 20.000 hadits saja. 980.000 hadits itu sirna dengan wafatnya Imam Ahmad bin Hambal. Ada para murid-muridnya yang menghafal tentunya dimasa itu menghafal lebih ditekankan daripada menulis hadist. 

Kalau di masa sekarang orang punya ilmu menulis buku, di zaman itu tidak menulis kecuali kalau ada permintaan, ada permintaan orang dari jauh minta seratus sanad hadist ditulis kirim kesana seratus sanad hadist, ada lagi yang meminta fatwa seribu hadist tentang salat, tulis sanadnya kirim kesana. Tapi mereka tidak menulis semua hadist yang mereka kumpulkan karena apa? dimasa itu hafalan yang diandalkan, karena belum ada percetakan. Kalau zaman sekarang kita mau bawa ke seluruh dunia cukup di internet sudah seluruh dunia sampai dakwahnya, tulis semua yang kita ketahui tulis hadist, AlQuran, ayat, fatwa semua akan bermanfaat. Dimasa itu tidak ada percetakan, ditulis apa gunanya? siapa yang mau membaca 1 buku, kalau kita tulis maka dicetak 1 rim, 10 rim yang baca banyak. Zaman itu lebih efektif mengajar dengan hafalan. Karena apa? karena tidak ada percetakan, siapa yang memperbanyak buku itu tidak ada foto copy tidak ada koran, tidak ada telepon, tidak ada internet yang ada murid datang pada guru, itu saja. Bisa begitu tadi adalah belajar dan mempelajari yaitu murid mendatangi guru, diajarkan hadits, pulang dan kira – kira begitu. Datang lagi dan sampai munculnya yakni mulai sirna hadits. 

Sehingga kalau sekarang ini kita kumpulkan semua hadits hanya mencapai kurang sedikit dari 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya. Kalau dikumpulkan kurang dari 100.000 hadits. Jadi kalau ada Al Hafidh di masa sekarang, seperti Guru Mulia kita Al Hafidh Al Musnid Al Habib Umar bin Hafidh beliau itu hafal lebih dari 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya, beliau mengambil juga bukan hanya dari musnid – musnid yang ada seperti Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Hakim, Imam Bukhari tapi beliau juga mempunyai sanad – sanad hadits yang sampai kepada beliau riwayat sanad daripada yang diluar jumhur muhadditsin. Jadi bisa mencapai lebih dari 100.000 hadits dan beliau sampai ke derajat Al Hafidh. Dan tinggal beberapa orang saja di dunia ini yang sampai ke derajat Al Hafidh dalam ilmu hadits. 

Sekarang Mahad Darul Musthofa mempunyai peraturan baru, pesantren beliau itu yang masuk kesana syaratnya hafal Alquran dan hafal 2.000 hadits. Demikian salah satu syarat bagi mereka yang mau belajar bersama beliau karena barangkali beliau sudah melihat dan sudah waktunya menumpahkan tugasnya ilmu hadits yang beliau miliki, yang selama ini barangkali terpendam karena keterbatasan kemampuan dari orang – orang yang belajar kepada beliau. Sekarang beliau sudah buka yaitu syarat masuk Darul Musthofa hafal 2.000 hadits dan hafal Alquranulkarim, baru bisa masuk menjadi murid beliau untuk diturunkan keluasan ilmu hadits yang beliau miliki. Semoga Allah memakmurkan pesantren ini dan Allah panjangkan usia beliau dan semoga Allah Swt memakmurkan dunia ini dengan para ahli hadits dan para ulama.

Dan sampai pula muncul banyaknya gempa bumi kata Rasul Saw. Sudah mulia sirna para ulama, ini sudah kita lihat hadits kita tinggal sedikit. Jadi zaman sekarang kalau ada orang yang berfatwa ini haditsnya ternyata Imam Syafii dhaif, sebentar sebentar anda katakan haditsnya Imam Syafii ini haditsnya dhaif, anda tahu berapa hadits? Ini hadits kalau dikumpulkan sekarang tidak sampai 100.000 hadits. Zaman dahulu orang bicara tentang sholat ia punya ribuan hadits. Imam Bukhari di dalam kitab Tadzkiratul Huffad, didatangi oleh muridnya dan berkata “wahai imam aku menyusup ke satu wilayah disana sampai disana itu aku di test tentang hadits – hadits sholat, ayo haditsnya wudhu apa, bagaimana haditsnya i’tidal, bagaimana haditsnya sujud, itu didaerah sana. Imam Bukhari berubah wajahnya, marah beliau. Tidak pantas kau masuk masjid di test seperti itu. Kalau aku masuk kesitu, akan aku keluarkan 10.000 hadits shahih tentang sholat saja. 10.000 hadits shahih tentang sholat saja beserta sanad dan hokum matannya. Ini keadaan mereka di masa itu, jadi Imam Bukhari jauh sebelum Imam Syafii. 

Sebagaimana saya sampaikan minggu yang lalu Imam Syafii sudah jadi imam baru Imam Bukhari lahir. Imam Syafii lahir tahun 150 H, usia 12 tahun sudah mencapai ke derajat Al Hafidh dan Imam Bukhari lahir tahun 194 H. Jadi Imam Syafii sudah 44 tahun, Imam Bukhari baru lahir. Ini Imam Bukhari seperti itu, bagaimana Imam Syafii? Jadi tentunya para ulama dan hujjatul islam berhati – hati kalau Imam Syafii sudah bilang seperti ini, pasti dibelakangnya tertutup sekian ribu hadits yang tidak sempat beliau sampaikan diantaranya pembacaan doa nisfu sya’ban yaitu pembacaan yassin 3X yang menyarankan Imam Syafii, beliau tidak akan mengada-ada, kalau beliau mengada – ada sudah ratusan Al Hafidh dan pakar hadits yang menentang adat istiadatnya ini di masa lalu. Imam Syafii bikin hal yang bid’ah, ngapain baca yassin 3X di malam nisfu sya’ban. Mereka malah ikut baca, kalau ikut baca berarti pasti ada riwayat tsigahnya akan tetapi mungkin dari sekian juta hadits hanya kurang dari 100.000 hadits yang ada di masa sekarang ini sudah terhapus haditsnya tapi cukup fatwa Imam Syafii sebagai hujjat diikuti oleh para imam – imam dan para hujjatul islam yang lainnya. Ini mereka yang mengerti ilmu hadits dan mustholahul hadits. Yang tidak, maka berkata ya kalau tidak ada hadits shahihnya tidak usah diikuti. Tentunya tidak demikian, lihat fatwa dan guru – guru yang bersanad sampai kepada para imam sampai kepada Rasulullah Saw.

Mulai muncul gempa di mana – mana, Imam Ibn Hajar Al Asqalani menjelaskan gempa ini sudah ada sejak dari zaman Nabi Adam as tapi yang dimaksud Rasul disini gempa itu makin banyak dan dahsyat. Di zaman sekarang ini gempa yang dahsyat, muncul tsunami, gempa dahsyat di wilayah muslimin. Salah satu bentuk dari tanda – tanda munculnya akhir zaman. 

Dan selanjutnya adalah semakin terasa dekatnya waktu, baru kemarin Idul Fitri sekarang sudah mendekat malam 1 Ramadhan. Demikian cepatnya waktu berputar, rasanya baru kemarin selesai sekolah sekarang sudah mau menikah. Demikian cepatnya waktu tidak terasa di akhir zaman, sangat – sangat dekat makin hari. Imam Ibn Hajar juga menukil bahwa yang dimaksud diantaranya adalah usia yang semakin singkat. Dimasa Rasul umur 60 tahunan sekarang hanya 30 tahunan saja usia manusia. Dan muncul fitnah – fitnah, hal yang kecil jadi fitnah, hal yang tidak berarti jadi fitnah, hanya masalah gerakan jari sedikit saja (sms) ribuan orang yang memusuhinya. Hanya karena jari kecil saja bias menyebabkan fitnah yang besar, membuat orang bunuh satu sama lain, saling pecah silaturahmi dan demikian hadirin – hadirat hanya masalah kecil bisa menjadi fitnah yang besar.

Dan juga mulai banyak terjadi pembunuhan, disini pembunuhan disana pembunuhan, anaknya membunuh ayahnya, ayahnya membunuh anaknya terus terjadi pembunuhan hal yang mustahil terjadi puluhan tahun yang lalu, sekarang terjadi. Belum pernah ada yang namanya anak mau menyiksa dan membunuh ibunya, sekarang mulai muncul seperti itu dan semakin banyak. 

Dan setelah semua itu terjadi, Rasul Saw berkata “dan akan datang waktunya nanti Allah munculkan kemakmuran”. Maka kalian lihat nantinya di akhir zaman setelah ini muncul, gempa bumi dan lainnya sebagainya muncullah keluasan dan kemakmuran, ini sabda Nabiyyuna Muhammad Saw. Ini sudah muncul pada kita, kekurangan ulama sudah mulai muncul, gempa bumi, fitnah dan zaman yang semakin cepat, muncul orang yang mengaku Nabi. Ini semua sudah muncul, tinggal menagih janji Sang Nabi akan muncul segala kemakmuran pada muslimin. Maka kalian ini akan dilimpahi kemakmuran, kata Rasul Saw ini terusan haditsnya riwayat Shahih Bukhari sampai nanti tidak ada lagi orang yang menerima sedekah semua orang cukup, semua orang kaya – raya, kalau sekarang mustahil tapi di masa itu juga barangkali mustahil di masa Rasul Saw. Di zaman Nabiyullah Adam as ada orang usianya mencapai 63 tahun, mustahil. 1500 tahun ada, 1900 tahun mereka barangkali mustahil ada orang usia 63 tahun sudah lanjut usia. Di masa itu Allah bukakan harta yang luas dan kemakmuran bagi muslimin. 

Guru kita Al Hafidh Al Musnid Al Habib Umar bin Hafidh menjelaskan makna hadits ini bahwa Allah akan membuat orang – orang yang baik jadi kaya – raya, orang – orang yang mencintai dakwah menjadi kaya – raya, dengan cara seperti itu orang – orang susah akan kembali kepada mereka, orang – orang non muslim akan diberikan kemiskinan oleh Allah, hancur usahanya, rusak dari apa – apa segala yang menjadi perdagangannya. Allah bikin keberkahan apa yang diusahan orang – orang non muslim yang baik, berhasil. Perdagangannya maju terus dibantu oleh Allah Swt dan disaat itulah harta dan kekayaan dipegang oleh orang – orang yang baik. Orang – orang yang sholeh diberi kekayaan oleh Allah Swt. Maka tentunya disaat seperti itu orang – orang muslimin yang susah mereka dimodali, mereka dibantu karena orang baik mereka Bantu. Kalau orang kaya tapi kikir, ia mau kaya sendiri tidak mau berbagi dengan orang lain maka Allah jadikan saat itu adalah orang yang baik yang kaya – raya. Orang yang baik yang kaya – raya membantu yang lain yang diluar islam yang perdagangannya jatuh, ikut bisnis dengan dia, dating pada dia, ikut dengan dia jadi maju. Dan usaha orang – orang non muslim yang hancur, mereka akan kembali kepada islam.

Demikianlah keadaan muslimin di masa itu dan tidak ada orang – orang yang susah, pertama – pertama kecukupan, yang kedua sudah cukup, diriwayatkan dari hadits yang tsigah oleh Imam Tirmidzi ada 1 orang membawa kantung besar berisi dinar, kau mau menerima sedekah. Tidak ada satupun kah yang mau terima, ada 1 orang mau terima “sini aku terima”. Setelah ia terima Subhanallah orang lain tidak ada yang mau teriam tapi aku menerimanya, ini aku kembalikan. Orang itu tidak mau kemudian ia menaruh harta emas dan 1000 dinar dalam kantung yang besar meninggalkannya dijalan, dan ia pun pergi. Demikian luasnya keadaan orang – orang saat itu, riwayat Shahih Bukhari Rasul Saw bersabda “bersedekahlah kalian, akan datang satu masa sedekah tidak akan lagi diterima oleh semua orang karena semua orang sudah berkecukupan”. 

Demikian dahsyatnya, kita bertanya tampaknya ini mustahil namun tentunya kita ingat bahwa beliau ini adalah waliyullah tidak berbicara dari hawa nafsunya dan hal itu akan datang, bencana itu akan datang, fitnah akan datang, yang mengaku Nabi telah datang, gempa bumi telah datang maka ini tanda – tanda akan segera munculnya kemakmuran pada muslimin muslimat.

Kita bermunajat kepada Allah Swt semoga Allah memakmurkan dan menyegerakan kedatangan kemakmuran muslimin muslimat, Ya Rahman Ya Rahim bukakan keberkahan bagi kami, limpahkan cahaya keluasan bagi kami dhahiran wa bathinan dunia dan akhirat, majukan dakwah muslimin, ramaikan panggung – panggung dzikir dan shalawat, Ya Rahman Ya Rahim jadikanlah kami ini orang – orang yang pertama membenahi keadaan masyarakat kami, Ya Rahman Ya Rahim jadikanlah harta dan kekuasaan pada orang – orang yang baik dan kamu muslimin dan jadikanlah kehancuran dan kesempitan bagi mereka – mereka yang memusuhi muslimin, Ya Rahman Ya Rahim kami mengadukan keadaan hati kami ini, Rabbiy benahi keadaan diri kami hingga kami bermanfaat bagi masyarakat kami, Ya Rahman Ya Rahim fakullu jami’an Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah Ya Allah.

Majelis kita semakin luas dan malam selasa semakin besar, Insya Allah semakin makmur dan semakin banyak muslimin muslimat yang mengambil faedah dan ternyata tidak cukup sampai disini Allah makmurkan lagi majelis – majelis lainnya, majelis tahunan kini sudah semakin dekat dan semakin banyak dan di bulan ramadhan kita tidak akan berhenti memakmurkan wilayah Jakarta ini dengan majelis – majelis dzikir. Insya Allah di malam 17 ramadhan akan mengadakan tabligh akbar dan badr kubro sekaligus malam nuzullul qur’an yang Insya Allah bertempat di Monumen Nasional (Monas). Kemarin ada sedikit kendala sudah perinzinan muncul di Monas ternyata monas dipenuhi oleh kemah – kemah para tentara dan juga persenjataan untuk peringatan acara 17 Agustus jadi tidak etis kalau seandainya jamaah kumpul jadi satu dengan kemah – kemah para tentara tentunya kita tidak nyaman maka kita dipindahkan ke Lapangan Banteng. Tapi untuk malam 17 Ramadhan telah disepakati Insya Allah. Dan juga di bulan ramadhan kita akan mengadakan acara besar besaran 2X di wilayah Ancol, tempat – tempat maksiat akan kita terangi dengan Nama Allah.

Wassalallahu wassallam wabarik 'ala Nabina Muhammadin wa'ala alihi washohbihi wassallam. 
Walhamdulillahirabbil'alamin.

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Terakhir Diperbaharui ( Sunday, 24 August 2008 )
Kontributor: Munzir Almusawa  

Sunday, 24 August 2008

www.majelisrasulullah.org

Read More

Post Top Ad